Fahri Hamzah Setuju Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar dan Penguatan Sistem Presidensialisme
Terkait pemilihan presiden secara tidak langsung atau dipilih MPR RI, Fahri menilai hal itu berbahaya dan mundur.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
![Fahri Hamzah Setuju Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar dan Penguatan Sistem Presidensialisme](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/fahri-hamzah-nih24.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menanggapi wacana yang tengah ramai diperbincangkan masyarakat terkait amandemen kelima Undang-Undang Dasar.
Dalam wacana tersebut muncul pendapat sejumlah tokoh nasional yang menghendaki agar jabatan Presiden dipilih kembali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Selain itu dalam wacana yang berkembang juga muncul keinginan sejumlah pihak untuk mengaktifkan lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Ada juga pihak yang menginginkan agar Undang-Undang Dasar saat ini yang telah diamandemen sebanyak empat kali, kembali diamandemen secara terbatas.
Baca: PDIP: Tidak Ada Perbedaan Soal Haluan Negara dengan Jokowi
Tidak hanya itu, bahkan ada juga sejumlah pihak yang menginginkan agar Undang-Undang Dasar yang saat ini telah diamandemen sebanyak empat kali, justru dikembalikan ke Undang-Undang Dasar 1945.
Terkait hal tersebut, Fahri setuju terhadap pandangan untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 sekali lagi atau ada amandemen kelima.
Meski begitu, ia menekankan perlunya ada kajian terlebih dahulu.
"Amandemen juga begitu harus ada kajian dulu yang kuat. Jangan ada pikiran kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Itu fatal, itu salah. Itu kembali 74 tahun. Tapi amandemen kelima untuk penyempurnaan saya setuju. Terutama memperkuat presidensialisme," kata Fahri.
Baca: Zulhas Serahkan Wacana Penghidupan GBHN kepada MPR Periode Berikutnya
Selain itu, Fahri juga membeberkan sejumlah balasan lain terkait perlunya amandemen penyempurnaan tersebut.
"Memperkuat kelembagaan-kelembagaan negara, terutama lembaga legistlatif. Terutama memperjelas posisi DPD yang tidak jelas. Kedua independensi penegakan hukum supaya sistem hukum kita terintegerasi. Saya kira banyak alasan untuk amandemen kelima. Tapi jangan kembali ke Undang-Undang Dasar 45," kata Fahri di Gedung DPR RI pada Jumat (16/8/2019).
Terkait pemilihan presiden secara tidak langsung atau dipilih MPR RI, Fahri menilai hal itu berbahaya dan mundur.
"Itu mundur. Itu berbahaya," kata Fahri.
Mengenai pengaktifan kembali GBHN, ia menilai hal itu tidak dibutuhkan dalam sistem presidensial.
Menurutnya adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang saat ini digunakan sudah cukup.
"Sistem ini (GBHN) tidak kena. Kecuali kalau presiden dipilih oleh MPR. Maka dia boleh bertanggung jawab ke dokumen yang dibuat oleh MPR. Baru masuk akal," kata Fahri.