Sikapi Pidato Kenegaraan Jokowi, Pakar Keamanan TI Ingatkan Urgensi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber
Gildas mengatakan, meski substansinya masih perlu perbaikan, hal ini tidak seharusnya menghalangi produk hukum ini bisa di sahkan di akhir masa DPR.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di sidang paripurna DPR RI, Jumat (16/8/2019) yang mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia untuk tanggap dan sigap menghadapi perang siber di tengah keterbukaan informasi dan komunikasi mendapat respons positif dari pakar teknologi informasi dan pegiat siber.
Pakar teknologi informasi (TI) Gildas Deograt Lumy mengatakan pidato Presiden tersebut mengisyaratkan urgensi perlunya Indonesia memiliki undang undang keamanan siber yang memadai.
Indonesia saat ini sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS), yang telah diputuskan menjadi inisiatif dari badan legislatif DPR RI melalui rapat paripurna bulan Juli lalu.
Baca: Kominfo Dukung RUU Keamanan & Ketahanan Siber untuk Lengkapi UU ITE
Uniknya, RUU KKS yang diketahui menggantikan RUU tentang Persandian dalam Prolegnas periode 2015-2019, justru menuai kontroversi dari beberapa kalangan, termasuk lembaga negara dan komunitas siber dengan berbagai argumen, diantaranya tumpang tindih kewenangan dan beririsan dengan Undang Undang siber lainya.
"Saya melihat urgensi nya makin cepat makin baik. Di era 4.0 dunia nyata dan maya (siber) itu sudah melebur jadi satu. Karena 99 persen informasi itu sudah di proses di infrastruktur siber atau ada di sistem TI, maka (UU KKS) menjadi keniscayaan," Kata Gildas, salah satu sosok di balik berdirinya Pesankita Indonesia (PS), platform penyedia layanan pesan instan yang diluncurkan tahun 2017.
Gildas mengatakan, meski substansinya masih perlu perbaikan, hal ini tidak seharusnya menghalangi produk hukum ini bisa di sahkan di akhir masa DPR terpilih periode 2014-2019.
"Kalau ditunda untuk diproses oleh anggota dewan berikutnya, maka unsur ketidak pastian untuk bisa jadi sangat besar. Apakah DPR berikutnya punya pengetahuan yang sama? Kan harus belajar lagi dari awal,” ujarnya.
“Kalau dilihat dari Baleg kan itu kan prosesnya sudah setahun lebih, padahal kita menghadapi industri 4.0, dan kini hidup di dunia yang satuannya sudah milidetik. Sekarang ini dunia nyata dan maya atau siber sudah melebur jadi satu,” katanya.
Presiden Jokowi, dalam pidato kenegaraanya, secara khusus menyebutkan dalam bidang pertahanan-keamanan Indonesia harus tanggap dan siap menghadapi perang siber.
Kepala Negara juga mengingatkan ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Kini, kata Presiden data adalah jenis kekayaan baru bangsa, dan “lebih berharga dari minyak”.
Dalam korelasi pidato Presiden, Gildas mengingatkan para pembuat regulasi dan pemerintah untuk cepat beradaptasi dengan cepatnya perubahan teknologi, atau Indonesia beresiko ketinggalan dari sisi daya saing.
“Bagaimana kita bisa maju, kuat dan bisa bertahan di era baru ini kalau buat UU aja periodenya tahunan, belum lagi membuat produk turunannya,” kata Gildas, profesional TI selama 25 tahun, dimana 20 tahunnya dihabiskan di bidang keamanan TI.
Gildas mengingatkan pembahasan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebetulnya telah dimulai di komunitas pegiat siber sejak 1998. Setelah disahkan, menurutnya, setelah lebih dari dua dasawarsa “belum di enforce secara substantif.”
“Kebanyakan hanya mengurusi soal hoax, pencemaran nama baik. Itu memang penting, tapi justru roh utamanya tidak tersentuh. Jangan sampai kita mengulangi lagi, karena kita sudah ada di era yang berbeda,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Bambang Soesatyo mengatakan RUU KKS, yang dinisiasi oleh DPR diharapkan bisa selesai akhir September 2019, sehingga bisa segera melindungi kedaulatan Indonesia di ranah siber dan menjaga hajat hidup orang banyak dari segala resiko gangguan siber.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.