Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sosiolog: Akar Konflik dan Ketidakpuasan Warga Papua Adalah Industrialisasi dan Eksploitasi Alam

Menurut Bagong Suyanto, kehadiran industrialisasi kerap melahirkan potensi pergesekan dan bahkan konflik yang sifatnya terbuka.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Sosiolog: Akar Konflik dan Ketidakpuasan Warga Papua Adalah Industrialisasi dan Eksploitasi Alam
KOMPAS.com/ IRSUL PANCA ADITRA
Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Prof Bagong Suyanto menuturkan, masyarakat Papua rentan terprovokasi dan cenderung mudah menggelar aksi massa karena adanya industrialisasi dan perubahan sosial di Papua.

Dia mengatakan, industrialisasi dan perubahan sosial di kawasan Papua sebetulnya tidak hanya terjadi setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus di Papua.

"Di era Orde Baru, ketika pemerintah mencanangkan program yang disebut 'Kebijakan ke Arah Timur', yang bertujuan mendorong investasi di wilayah Indonesia bagian timur, sejak itu pula arus investasi yang masuk ke wilayah Papua mulai meningkat pesat," ujar Bagong kepada Kompas.com, Rabu (21/8/2019).

Bagong melanjutkan, setelah program Kebijakan ke Arah Timur itu, sejumlah pelaku industri mulai berbondong-bondong untuk mencari keuntungan di Papua.

"Sejumlah perusahaan di bidang perkayuan, perikanan, pertanian, dan pertambangan mulai banyak menyerbu Papua karena potensi sumber daya alam yang menjanjikan," tuturnya.

Polisi memukul mundur massa demonstran dalam peristiwa kerusuhan di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).
Polisi memukul mundur massa demonstran dalam peristiwa kerusuhan di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). (KOMPAS.COM/ IRSUL PANCA ARDITA))

Namun, masuknya industri ke Papua tidak sinkron dengan kesejahteraan yang didapat masyarakat di sana.

Bagong menjelaskan, di wilayah Papua Barat misalnya, eksplorasi dan eksploitasi terjadi di wilayah perairan akibat pembukaan industri perikanan.

Berita Rekomendasi

Sebaliknya, dalam beberapa kasus selain berdampak negatif terhadap produksi nelayan lokal, ternyata juga melahirkan tekanan kemiskinan yang meresahkan.

Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris

"Wilayah perairan pantai yang sebelumnya mampu menghidupi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga nelayan tradisional, pelan-pelan makin tidak bersahabat akibat kegiatan modernisasi perikanan," tutur Bagong.

Tak Boleh Terjadi

Sepanjang kegiatan industrialisasi hanya mengeksploitasi SDA serta tidak melakukan reinvetasi bagi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal Papua, lanjutnya, dapat dipastikan akan terjadi sejumlah perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Perubahan itu, seperti diungkapkan Bagong, bukan hanya mengancam ekosistem, melainkan juga kelangsungan hidup masyarakat setempat di Papua.

Suasana di apron Bandara Domine Edurd Osok (DEO), Sorong, Papua Barat, Kamis (22/8/2019) pagi. Tampak kondisi mulai kondusif, sejumlah personil TNI-Polri bersiaga.
Suasana di apron Bandara Domine Edurd Osok (DEO), Sorong, Papua Barat, Kamis (22/8/2019) pagi. Tampak kondisi mulai kondusif, sejumlah personil TNI-Polri bersiaga. (TRIBUN TIMUR/FAHRIZAL SYAM)

"Kehadiran industrialisasi akan melahirkan pergeseran dan perubahan budaya masyarakat," kata Bagong, yang pernah melakukan penelitian industrialisasi di Papua.

"Sebuah komunitas atau suku yang semula hidup relatif terisolasi, jarang berinteraksi dengan hal-hal yang modern, maka mereka cepat atau lambat akan melakukan proses adaptasi yang sebagian mungkin berhasil, tetapi seagian yang lain mungkin gagal sehingga tersisih," kata dia.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas