DPR: Hukuman Kebiri Kimia Dilakukan Karena Dampaknya Sangat Besar
Bila pelaku kejahatan seksual tidak dihukum berat maka akan berpotensi mengulangi perbuatannya.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII Marwan Dasopang mengatakan bahwa hukuman kebiri kimia untuk pelaku kejahatan seksual memang menjadi perdebatan. Namun ia memahami bahwa hukuman tersebut diberikan karena dampaknya sangat besar.
"Memang diperdebatkan hukuman kebiri dan hukuman mati. Tapi melihat akibatnya luar biasa, karena tiap korban pemerkosaan, korban sodomi atau kekerasan seksual begitu kita telusuri dan dalami, sebagian besar adalah korban, kalau ditelusuri masa lalunya adalah korban juga," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (26/8/2019).
Bila pelaku kejahatan seksual tidak dihukum berat maka akan berpotensi mengulangi perbuatannya. Hal itu menurutnya, berdasarkan peristiwa kejahatan seksual yang ia temui di sejumlah daerah.
Baca: Akrab, Ini yang Dilakukan Anies dan Ahok Saat Bertemu
"Apa bila tidak dihukum berat seperti kebiri, potensi mengulangi dan menularkan korban yang akan berpeluang membuat korban lagi, itu sejarah,semua yang kita kunjungi baik Aceh, Sumut, katakan itu ketika ditanya," katanya.
Menurut politikus PKB itu, ada dua sisi yang saling bertentangan dalam penerapan hukuman kebiri kimia untuk pelaku kejahatan seksual. Pertama yakni penerapan tersebut memupuskan pelaku untuk bertobat. Namun disisi lain, dengan diterapkannya hukuman tersebut maka pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Ada yang menyebut begini, peluang untuk tobat kan ada, peluang untuk jadi orang baik kan ada. Maka mengkebiri seseorang kan menamatkan dia tentang itu. Di sisi lain, kalau dia terus menerus menularkan korban, korbannya akan melakukan korban lagi, itu kali berapa. Maka mengorbankan satu orang dan menyelamatkan yang lain itu boleh saja," tuturnya.
Baca: Alasan Jokowi Pindahkan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur: Minim Resiko Bencana dan Lokasi Strategis
Oleh karena itu menurutnya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual RUU-PKS harus memuat aspek pencegahannya. Sehingga kejahatan seksual bisa dideteksi dini.
"Karena itu penting UU PKS, bukan soal aspek anak-anak, bukan soal aspek perempuan, bukan soal aspek pemerkosaan saja. Sebetulnya UUnya udah ada perlindugan anak, KDRT, perkawinan, sudah ada. Yang diperlukan adalah pencegahan," katanya.
Baca: Ini Harga Kawasaki Ninja 250 SE MY 2020, Sudah Keyless dan Pakai Livery Baru
Sebelumnya, pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur, Muh Aris (20) mendapatkan hukuman kebiri kimia. Hukuman tersebut dijatuhkan terhadap setelah ia dinyatakan terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.
Selain hukuman kebiri kimia, Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.