KPK Perpanjang Masa Penahanan Enam Tersangka Kasus Suap Pengurusan Izin Impor Bawang Putih
Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan enam orang tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan enam orang tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan perpanjangan masa penahanan tersebut dilakukan untuk 40 hari yang dimulai sejak 28 Agustus 2019 sampai 6 Oktober 2019.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dimulai tanggal 28 agustus 2019 sampai dengan 6 oktober 2019 terkait dengan pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Enam tersangka itu yakni CSU alias Afung, DDW, ZFK, INY, MBS, dan ELV," kata Febri Diansyah di Gedung KPK, Selasa (27/8/2019).
Baca: Mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip Segera Disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Baca: Ibu Kota Pindah ke Kaltim: Tahapan hingga Media Internasional Ulas Ancaman Jakarta Tenggelam
Baca: Ragam Manfaat Bermain di Luar Ruangan Bagi Si Kecil: Butuh Proteksi dari Gigitan Nyamuk
Baca: Update Ranking BWF - Duo Ganda Putra Indonesia Masih Kuasai Puncak, Begini Kondisi Sektor Lainnya
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota Komisi VI DPR RI dari Faksi PDIP, I Nyoman Dhamantra, dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan izin import bawang putih tahun 2019.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan enam orang sebagai tersangka.
Agus mengatakan, dalam kasus tersebut KPK menduga sebagai pemberi pihak swasta Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.
"KPK menduga sebagai penerima Anggota DPR 2014-2019 INY (I Nyoman Dhamantra), orang kepercayaan INY yakni MBS, (Mirawati Basri), dan pihak swasta yakni ELV (Elviyanto)," kata Agus saat konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih Jakarta Pusat pada Kamis (8/8/2019).
Sebagai pemberi pihak swasta yakni Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Sebagai pihak yang diduga penerima yakni INY, MBS dan ELV disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Agus.
Agus mengatakan KPK sangat kecewa dan menyesalkan praktik korupsi seperti ini masih terjadi dan melibatkan wakil rakyat di DPR-RI.
Baca: Motif AK, Istri yang Sewa 4 Eksekutor dan Bakar Jenazah Suami Serta Anak Tirinya Terungkap
Baca: Jelang Persija Jakarta vs PSM Makassar, Banuelos Siap Balas Kekalahan di Piala Indonesia
"Hal yang paling membuat miris adalah ketika perizinan impor salah satu produk pangan yang digunakan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia justru dijadikan lahan bancakan pihak-pihak tertentu," kata Agus.
Agus mengatakan, dalam kasus ini, KPK menemukan ada alokasi fee Rp 1.700 sampai dengan Rp 1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia.
Agus menambahkan komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 Ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Chandry.
"Semestinya praktik ekonomi biaya tinggi ini tidak perlu terjadi, dan masyarakat dapat membeli produk pangan dengan harga lebih murah jika tidak terjadi korupsi," kata Agus.
Agus mengatakan, KPK juga mengingatkan instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian agar secara serius melakukan pembenahan menyeluruh dalam kebijakan dan prosess impor pangan karena hal ini sangat terkait dengan kepentingan masyarakat Indonesia secara langsung.