ICJR Kritik Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, Dianggap Bersifat Kolonial dan Tak Demokratis
Menurutnya, pasal-pasal tersebut tidak perlu lagi diakomodir. sesuai dengan prinsip negara demokratis
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketentuan pasal-pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dikritik oleh Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR).
Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai pasal-pasal tersebut masih bersifat kolonial.
Baca: ICJR dan YLBHI Nilai Alasan DPR Untuk Segera Sahkan RKUHP Tidak Masuk Akal
Menurutnya, pasal-pasal tersebut tidak perlu lagi diakomodir. sesuai dengan prinsip negara demokratis.
Pasal-pasal yang dimaksud yaitu pasal penghinaan terhadap presiden, penghinaan terhadap pemerintah yang sah dan pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.
"Ketentuan ini (pasal penghinaan presiden) pada dasarnya berasal dari pasal tentang lese mejeste yang dimaksudkan untuk melindungi Ratu Belanda. Pasal ini merupakan warisan kolonial," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).
Erasmus mengatakan, penghapusan pasal penghinaan terhadap presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak relevan lagi dengan prinsip negara hukum.
Pasal itu dianggap dapat mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi serta prinsip kepastian hukum.
"Menghidupkan kembali pasal ini, berarti membangkang pada konstitusi," kata Erasmus.
Sementara itu, pasal penghinaan pemerintah yang sah juga sudah dibatalkan dengan putusan MK No. 6/PUUV/2007.
Erasmus mengatakan, ketentuan pidana yang ada dalam pasal ini dikenal sebagai haatzaai artikelen atau pasal-pasal yang melarang orang mengemukakan rasa kebencian dan perasaan tidak senang terhadap penguasa.
Menurut dia, pasal ini diberlakukan terhadap bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah oleh Belanda.
"Dengan demikian pasal ini merupakan pasal kolonial yang tidak sesuai lagi dengan negara demokratis yang merdeka," tutur Erasmus.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang.
Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).
Baca: Istana Harap RKUHP Disahkan September 2019
Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, saat ini draf RKUHP telah memasuki tahap finalisasi sebelum pengesahan di Rapat Paripurna.
"RKUHP itu malah sudah difinalisasi nanti di tanggal 24 september itu salah satu (RUU) yang sudah bisa diketok," ujar Indra saat ditemui di ruang kerjanya, gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Penulis: Kristian Erdianto
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Pasal Penghinaan Presiden pada RKUHP Dianggap Bersifat Kolonial dan Tak Demokratis