Capim KPK Roby Arya Menilai Tindakan KPK Nangkepin Koruptor Salah, Hanya Bikin Pemerintahan Mandek
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roby Arya Brata menilai bahwa selama ini KPK keliru dan membuat pemerintahan mandek.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roby Arya Brata menilai bahwa selama ini KPK keliru dan membuat pemerintahan mandek.
Hal tersebut ia sampaikan melalui acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu (29/8/19).
Roby Arya Brata mengaku sudah menjadi PNS selama 25 tahun.
"Pernah di Komnas HAM, pernah di UKP3R, dan sekrang di sekretariat kabinet," ujar Roby.
Roby sudah 3 kali mendaftar sebagai calon pimpinan KPK.
Ia juga pernah mendaftar sebagai sekretaris Jendral (Sekjen) KPK.
Najwa Shihab selaku host Mata Najwa lantas menanyakan mengapa Roby bertahun-tahun mendaftar sebagai calon pimpinan KPK.
Roby lantas mengaku tidak tahu mengapa dirinya kerap tidak terpilih.
"Mengapa sampai bertahun-tahun mendaftar KPK, apakah ambisi?" tanya Najwa.
Roby lantas menilai bahwa sumber permasalahan di Indonesia bersumber dari korupsi.
"Ujung tombak negara ini adalah KPK, jadi diujung tombak negara ini KPK, semua permasalahan di negeri ini sumbernya adalah korupsi," ujar Roby.
Roby lantas mengaku bahwa visinya jika terpilih sebagai pimpinan KPK sejalan dengan visi Jokowi.
"Korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi,investasi dan eksport, sekarang nyambung nih, chemistry saya sama pak Jokowi nyambung, ekonomi,investasi dan eksport menjadi fokus pak Jokowi dan saat ini saya membantu beliau sekarang," ujarnya.
Roby mengatakan ia ingin lembaga KPK lebih bermanfaat tidak hanya sekedar menangkap orang.
"Di KPK nanti, saya ingin bersama beliau gimana caranya di KPK ini lebih bermanfaat lagi nggak cuma nangkep-nangkepin orang, membuat pemerintahan mandek ketakutan," ujarnya.
Najwa Shihab lantas melayangkan pertanyaan.
"Maksud anda KPK selama ini tidak cukup bermanfaat?"
Roby menilai bahwa banyak uang yang seharusnya bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat tetapi para pejabat tidak berani mengambil karena takut kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Saya kira iya, tidak cukup bermanfaat, buktinya 230 triliun tidak digunakan karena pejabat tidak berani mengambil kebijakan takut kena OTT, pejabat ambil aman, daripada ditangkap mending tidak melakukan apapun," ujar Roby.
Roby lantas menilai bahwa selama ini KPK keliru karena hanya memikirkan menangkap pelaku supaya target KPK berhasil.
"Roby mengatakan jika dirinya terpilih sebagai calon pimpinan KPK, indikatornya bukan IPK lagi, tapi government effectiveness, visi KPK itu keliru, itu kan bebas dari korupsi itu keliru, jadi penyidik nangkepin orang, itu sama saja orang nangkepin orang, nangkepin orang supaya targetnya tercapai," ujar Roby.
Sebelumnya, dari 20 nama, terdapat empat perwira Polri, tiga jaksa, dan seorang pensiunan jaksa. Adapun komisioner KPK 2015-2019 yang lolos hanya Alexander Marwata. Satu komisioner, yakni Laode M Syarif, tidak lolos.
Seorang pegawai KPK juga dinyatakan lolos. Sepuluh calon lain yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Temuan KPK
Temuan KPK Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, KPK masih menemukan calon pimpinan KPK periode 2019-2023 yang diduga bermasalah, namun masih lolos profile assessment.
Padahal, kata Febri, pihaknya sudah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak 40 peserta profile assessment ke Pansel Capim KPK.
"Misalnya, terkait ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, kemudian dugaan penerimaan gratifikasi, jadi kami menerima informasi adanya dugaan penerimaan gratifikasi terhadap yang bersangkutan," kata Febri, Jumat (23/8).
Febri juga mengungkap ada calon yang diduga pernah menghambat kerja KPK, terjerat dugaan pelanggaran etik saat bertugas di KPK, dan temuan lainnya yang sudah disampaikan ke Pansel.
"Jadi sebelum keputusan 20 nama itu, KPK sudah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak, tapi calon-calon itu (yang diduga bermasalah) masih lolos dan kita lihat namanya pada 20 nama saat ini," ujar dia.
Meski demikian, Febri enggan menyebutkan secara rinci nama-nama yang diduga memiliki catatan yang berisiko itu jika terpilih sebagai Pimpinan KPK.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meyakini, jika ada calon pimpinan KPK terpilih yang tidak memiliki integritas, maka yang bersangkutan tidak akan bertahan lama sebagai pimpinan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan tanggapan soal putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
KPK menyatakan akan melakukan upaya hukum biasa maupun luar biasa serta akan terus mengusut dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun dalam perkara BLBI.
"Jadi orang-orang di KPK yang integritasnya terganggu, ya enggak akan lama, percaya deh. Dia (capim KPK) enggak akan bisa bertahan lama," ujar Saut, Sabtu (24/8). Ia menambahkan, integritas adalah satu dari sembilan nilai yang menjadi prinsip pegawai KPK.
Tak pelak, pimpinan lembaga antirasuah pun juga tak luput mendapatkan kritikan dari bawahannya.
"Ya pasti pegawai KPK akan melakukan check and balance. Pimpinan yang tak memiliki integritas pasti dikritik, kalau ada capim yang tak memiliki integritas, lalu mau masuk ke dalam (pimpinan KPK), pasti dia mikir-mikir," paparnya kemudian.
Jika nantinya pimpinan KPK periode 2019-2023 terpilih tidak memiliki integritas, Saut juga meyakini, publik akan memberikan kritik terhadap yang bersangkutan.
Namun demikian, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pansel terkait capim yang diduga bermasalah.
"Kami sudah menyampaikan (hasil penelusuran rekam jejak capim), itu kan tanggung jawab kami. Kemudian ditindaklanjuti atau tidak, ya bukan urusan kami lagi," imbuhnya.
Menanggapi hal itu, anggota pansel Harkristuti Harkrisnowo menyatakan, temuan KPK sudah diterima pansel.
Pihaknya pun telah mempertimbangkan semua masukan dari berbagai lembaga dan masyarakat.
"Wawancara juga akan dimanfaatkan untuk klarifikasi rekam jejak," tutur Harkristusi.Anggota pansel lainnya, Hendardi, menyatakan, jika KPK menyampaikan tracking, hal itu belum tentu semuanya memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum.
"Bisa berupa indikasi yang dapat diperdalam dalam tahapan seleksi berikutnya," ujar Hendardi.
Sementara itu, Anggota pansel, Al Araf, menilai, Presiden Joko Widodo perlu mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil terkait seleksi capim KPK.
"Pansel dibentuk oleh Presiden dan bekerja secara independen. Namun, menurut saya Presiden perlu juga mendengarkan aspirasi masyarakat dalam konteks penyeleksian 20 capim KPK saat ini yang akan mengerucut menjadi 10 nama nantinya," ujar Al Araf di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).
Menurutnya, aspirasi dari masyarakat sipil terhadap rekam jejak 20 capim KPK perlu menjadi perhatian Jokowi agar arah pemberantasan korupsi menjadi lebih jelas. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Capim KPK Roby Arya Brata: Selama Ini KPK Keliru Cuma Nangkepin Orang Bikin Pemerintah Mandek, https://jateng.tribunnews.com/2019/08/29/capim-kpk-roby-arya-brata-selama-ini-kpk-keliru-cuma-nangkepin-orang-bikin-pemerintah-mandek?page=all.