Mahkamah Agung Potong Masa Hukuman Patrialis Akbar
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana, Patrialis Akbar.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana, Patrialis Akbar.
Sehingga, mantan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK) itu hanya akan menjalani hukuman pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Putusan perkara Nomor 156 PK/Pid.Sus/2019 itu dijatuhkan pada Selasa, 27 Agustus 2019 oleh majelis hakim PK yang diketuai Andi Samsan Nganro sebagai ketua majelis, Sri Murwahyuni dan Leopold L. Hutagalung masing-masing sebagai hakim anggota
"Menjatuhkan pidana kepada Pemohon PK/Terpidana dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, saat dihubungi, Jumat (30/8/2019).
Baca: Kesal Diblokir dari Pertemanan Facebook, Suami di Jakbar Bunuh Istri, Berdalih Kupas Mangga
Selain hukuman itu, MA menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah Rp 4.043.195 dan sejumlah US& 10.000 dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama empat bulan.
Dia menjelaskan, menurut majelis hakim PK, putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum Patrialis pidana penjara selama 8 tahun tidak didukung dengan pertimbangan hukum yang konkret dan cukup sebagai alasan yang mendasari penentuan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan tersebut.
Menurut dia, kendati dalam putusan a’quo telah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Pemohon PK, akan tetapi dari fakta hukum persidangan terungkap adanya keadaan yang relevan dan patut dipertimbangkan sebagai alasan yang dapat meringankan Pemohon PK namun tidak dipertimbangkan oleh judex factie/Pengadilan Tingkat Pertama.
Bahwa keadaan tersebut adalah Pemohon PK/Terpidana hanya menerima uang sejumlah US$ 10.000 yaitu separuh dari jumlah pemberian uang saksi Basuki Hariman sebesar Rp US$ 20.000 melalui saksi Kamaluddin dan sisanya US& 10.000 tidak diterima Pemohon PK melainkan digunakan untuk kepentingan sendiri saksi Kamaluddin.
"Jadi jumlah uang yang diperoleh Pemohon PK/Terpidana adalah US& 10.000. dan uang untuk kepentingan main golf bersama saksi Kamaluddin sebanyak Rp 4.043.195," kata dia.
Selain alasan tersebut, kata dia, juga terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Patrialis Akbar tidak terlepas dari peran serta orang lain yang juga turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahan terpidana akan mempengaruhi pula berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada terpidana.
"Bahwa sebagaimana fungsi lembaga peradilan termasuk MA dalam mengadili perkara tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum melainkan juga sebagai penegak keadilan, termasuk keadilan dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa," ungkap Andi Samsan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka alasan PK terpidana pada ad. 3 yaitu adanya suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan judex factie dapat dibenarkan.
Sedangkan alasan-alasan PK selebihnya mengenai adanya “novum” dan “adanya pertentangan antara satu putusan dan putusan lainnya” tidak dapat dibenarkan karena alasan-alasan ini tidak beralasan menurut hukum.
"Maka, atas dasar pertimbangan tersebut, majelis hakim PK membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian mengadili kembali dengan mengabulkan permohonan PK terpidana," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.