DPR: Kalau Iuran BPJS Naik, Harus Hilangkan Diskriminasi dan Antrean Pasien
Putih Sari juga mengatakan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan di fasilitas kesehatan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Putih Sari meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali terkait kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan.
Jika nantinya usulan itu dilaksanakan, ia meminta pemerintah agar kenaikan premi BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap.
"Kalau kenaikan dilakukan secara drastis akan memberatkan masyarakat kita yang sebagian besar masih hidup pas-pasan sehingga dikhawatirkan tidak melanjutkan sebagai peserta BPJS Kesehatan," kata Putih kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (31/8/2019).
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini beralasan, pendapatan masyarakat belum cukup secara umum.
Menurutnya, jangan sampai peningkatan premi yang terlalu tinggi justru akan menyebabkan drop out peserta lebih besar.
Putih Sari juga mengatakan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan di fasilitas kesehatan.
Baca: Jusuf Kalla dan Istri Melayat ke Puri Cikeas
Selain itu pasien BPJS juga tidak boleh dipersulit lagi dalam mendapatkan hak pengobatan atau pelayanan yang memadai di semua jenjang fasilitas kesehatan.
"Harus linear dengan peningkatan layanan, jangan sempai ada lagi pasien antri, mendapat perlakuan diskriminasi, apalagi ditolak dengan alasan rumah sakit penuh," tegas wakil rakyat dari daerah pemilihan Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta ini.
Dalam kaitan ini, Putih Sari juga mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan anggaran 2019 untuk menutup defisit tahun 2019.
Kemudian, pemerintah diminta untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara BPJS Kesehatan terkait rendahnya kolektibilitas peserta.
Karena sejauh ini, masih ada sekitar 20 persen lebih masyarakat yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Selain itu, sinkronisasi regulasi terkait BPJS Kesehatan, juga harus dilakukan.
"Jangan sampai pemerintah justru mencederai hati rakyat dengan aturan terkait peningkatan tunjangan Direksi BPJS Kesehatan, padahal kondisi keuangannya defisit yang mana salah satu penyebabnya kerena kinerja BPJS Kesehatan yg belum optimal," katanya.
Diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah ditentukan. Penetapan besaran iuran baru tinggal menunggu penerbitan peraturan presiden (perpres) yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Besaran iuran BPJS Kesehatan sama seperti yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat gabungan antara Komisi IX DPR RI dengan Komisi XI DPR RI.
Iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan Menteri Keuangan adalah untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan per jiwa.
Sedangkan kelas 2 sebesar Rp 110.000 per bulan per jiwa, dan kelas 1 sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa.
Kebijakan kenaikan iuran diharapkan bisa menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan yang berpotensi sampai Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019.