Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada Dugaan Perusahaan Manipulasi Data Gaji Peserta BPJS, DPR Akan Bentuk Pansus

Komisi XI dan Komisi IX DPR RI berencana membentuk panitia khusus (Pansus) terkait persoalan defisit BPJS Kesehatan.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Sanusi
zoom-in Ada Dugaan Perusahaan Manipulasi Data Gaji Peserta BPJS, DPR Akan Bentuk Pansus
TRIBUNNEWS.COM/Fransiskus Adhiyuda
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memanggil sejumlah pihak untuk membahas defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan di ruang Komisi XI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XI dan Komisi IX DPR RI berencana membentuk panitia khusus (Pansus) terkait persoalan defisit BPJS Kesehatan.

Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Hatari mengatakan, rencana pembentukan pansus itu didasarkan adanya dugaan manipulasi data gaji karyawan yang dilakukan oleh ribuan perusahaan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Temuan ini diduga menjadi penyebab defisit BPJS yang diperkiran mencapai Rp 32,8 triliun di tahun 2019.

Selain itu, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut sebanyak 2.348 perusahaan memanipulasi data gaji karyawannya kepada BPJS Kesehatan.

Hal itu disampaikan Ahmad Hatari dalam rapat kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI dan pemerintah di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

"Jadi merujuk kepada data BPKP tadi bahwa kami akan rundingkan komisi IX dan komisi XI, perlu membentuk Pansus untuk mengkaji ini lebih dalam," kata Ahmad Hatari.

Lebih lanjut, Hatari juga menjelaskan bahwa masih ada 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah.

Berita Rekomendasi

Dari data itu, 17,7 juta jiwa mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa terdapat NIK ganda, dan kolom faskes yang kosong sekitar 21.000, dan sisanya sudah meninggal.

"Hasil audit BPKP juga menemukan bahwa 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 usaha dan 2.348 badan usaha tidak melaporkan gaji dengan benar," ungkapnya.

BPJS Kesehatan, lanjut Ahmad, juga memanfaatkan peraturan presiden (Perpres) nomor 82 Pasal 161 tahun 2018 tentang peninjauan besaran iuran dalam kurun waktu 2 tahun sekali.

BPJS Kesehatan, kata Hatari, menggunakan Perpres itu untuk menaikan iuran, sementara defisit BPJS Kesehatan belum terselesaikan hingga membengkaknya defisit menjadi Rp 32,8 triliun ditahun 2019.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris telah membenarkam hasil audit BPKP yang menyebut adanya dugaan manipulasi data oleh ribuan badan usaha.

Ia mengaku telah mengaudit data tersebut dan ditemukan 1.849 badan usaha yang data gaji karyawannya sesuai. Sementara sisanya, manipulatif.

Untuk itu, ia akan menindak tegas perusahaan yang melakukan manipulatif data.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas