Klarifikasi Benny Wenda tentang Kerusuhan di Papua, Minta PM Australia Mengutuk Tindakan Indonesia
Simak klarifikasi Benny Wenda tentang kerusuhan yang terjadi di Papua. Dirinya meminta Perdana Menteri Australia mengutuk tindakan keras Indonesia.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Whiesa Daniswara
Simak klarifikasi Benny Wenda tentang kerusuhan yang terjadi di Papua. Dirinya meminta Perdana Menteri Australia mengutuk tindakan keras Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Benny Wenda akhirnya buka suara mengenai kerusuhan di Papua beberapa waktu silam, yang dikaitkan dengan dirinya.
Dia melontarkan klarifikasinya saat diwawancarai SBS News, sebuah media di Australia.
Dilansir SBS News, Ketua United Liberation Movement for West Papua tersebut meminta Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, untuk bertindak.
Benny Wenda berharap, PM Australia mengutuk tindakan keras Indonesia terhadap demonstran prokemerdekaaan.
Baca: Wiranto: Tidak Ada Referendum untuk Papua dan Papua Barat, Jangan Terkecoh Berita dari Benny Wenda
Baca: Dia Membela Siapa Saja: Benny Wenda Sesalkan Penetapan Veronica Koman Sebagai Tersangka
Baca: Terkait Rusuh di Papua, Polri Sebut Benny Wenda Sebar Konten Hoaks ke Koneksinya di Eropa dan Afrika
Jika diterukan, ia melanjutkan, Papua dan Papua Barat akan menjadi "Timor Timur berikutnya".
Dari Oxford, Inggris, Benny Wenda mengatakan kepada SBS News bahwa ia sempat melarikan diri pada 2003 silam.
Ia melarikan diri setelah lolos dari hukuman penjara 25 tahun karena keterlibatannya dalam protes.
Benny Wenda juga mengungkapkan, situasi di Papua Barat "sangat mirip" dengan perjuangan untuk merdeka yang pernah terjadi di Timor Leste, 20 tahun yang lalu.
"Itulah sebabnya saya menyerukan intervensi PBB karena saya tidak ingin ini berakhir seperti Timor Timur," kata Benny.
Benny Wenda juga berharap, PM Australia ikut bertindak sebagai respons atas situasi yang tengah terjadi di Indonesia.
"Saya berharap, Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kita perlu Australia untuk keluar dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat," ungkapnya.
Sementara itu, Benny Wenda juga mendesak para pengunjuk rasa di Papua Barat agar tetap menjaga diri atas kerusuhan yang terjadi.
Indonesia Tolak Referendum Papua dan Papua Barat
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menggelar konferensi pers terkait Papua, Selasa (3/9/2019), lalu.
Dalam konferensi pers tersebut, Wiranto menyatakan, tidak ada referendum untuk Papua dan Papua Barat.
Sementara itu, Wiranto juga berharap agar masyarakat tidak terkecoh dengan berita yang disampaikan tokoh separatis Papua yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Papua, Benny Wenda.
Melalui siaran langsung Breaking News Kompas TV, Wiranto mengklarifikasi tuduhan pihak-pihak yang menganggap pemerintah telah bersikap tidak adil terhadap Papua dan Papua Barat.
Selain itu, Wiranto juga mengklarifikasi wacana referendum Papua dan Papua Barat yang beberapa waktu ini digaungkan oleh warga Papua.
Wiranto menyebut, banyak informasi dan tuntutan tentang referendum atau keinginan untuk memisahkan diri dan merdeka dari Indonesia.
Menko Polhukam itu mengatakan, pihak-pihak yang menuntut referendum sebenarnya tidak menyadari apa yang terjadi selama ini.
"Kalau kita berbicara referendum, sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat untuk Papua dan Papua Barat disuarakan referendum," kata Wiranto.
Dalam hukum internasional, referendum bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tetapi wilayah Non-Self-Governing Territories.
Misalnya, Timor Timur yang merupakan provinsi seberang lautan dari Portugis.
Di PBB, Timor Timur memang bukan wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, di sana boleh mengajukan referendum.
Namun, Papua dan Papua Barat sudah pernah referendum pada 1969.
"Sesuai prinsip-prinsip Piagam PBB, sudah dilaksanakan satu jajak pendapat yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB. Muncul resolusi 2524 yang sah, Papua dan Papua Barat (waktu itu Irian Barat) sah sebagai wilayah NKRI," jelas Wiranto.
"Keputusan PBB tidak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, nggak bisa. Sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi," lanjutnya.
Kemudian, Wiranto juga berbicara mengenai hak-hak dasar masyarakat Papua.
Disebutnya, warga Papua merasa hak-hak dasarnya tidak dipenuhi, baik hak politik, ekonomi, sosial, budaya.
Mereka beranggapan, hak-hak mereka merasa dikebiri oleh pemerintah.
"Itu kan tidak benar. Karena UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus sebenarnya hak-hak dasar itu sudah diberikan, silakan diatur oleh pemerintah daerah di sana, dengan tetap mengacu pada undang-undang yang ada di Indonesia," terang Wiranto.
"Jadi, tidak ada berita yang seperti disampaikan Benny Wenda di luar negeri, Indonesia itu mengebiri hak-hak Papua, Papua Barat," tegasnya.
Wiranto melanjutkan, selama ini banyak berita dari luar negeri maupun dalam negeri yang memberitakan adanya pembunuhan, pelanggaran HAM, dan tidak adanya pembangunan di Papua dan Papua Barat.
"(Warga Papua dan Papua Barat) merasa dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan kita terkecoh dengan hal seperti itu," ujar Wiranto.
Wiranto kembali menegaskan, wacana self determination atau referendum telah ditutup oleh hukum internasional.
"Hukum nasional kita juga sudah final. Tidak ada pembicaraan seperti itu," kata Wiranto.
Sosok Benny Wenda
Berikut profil Benny Wenda, dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber :
1. Jadi Ketua United Liberation Movement for West Papua
Benny Wenda adalah pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP).
Benny Wenda juga Ketua dari United Liberation Movement for West Papua.
Organisasi tersebut difokuskan untuk menggalang bantuan bagi kemerdekaan Papua.
Saat rezim Orde Baru Soeharto tumbang, ia semakin gigih memperjuangkan hak-haknya lewat berbagai program yang disusunnya.
Salah satunya, melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka).
Gerakan referendum dari rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri semakin menguat di era Benny Wenda.
Ia terlibat dalam lobi-lobi politik kepada para pemimpin Indonesia.
Hingga puncaknya terjadi di era Presiden Megawati Soekarnoputri, di mana Papua akhirnya diberi status sebagai daerah Otonomi Khusus.
2. Sempat Mendekam 25 Tahun di Penjara
Akitivitas Benny Wenda tersebut membuatnya harus meringkuk di terali besi dan dihukum 25 tahun penjara.
Benny Wenda berhasil melarikan diri dari ketatnya penjara Indonesia pada 27 Oktober 2002.
Pelariannya dibantu oleh aktivis kemerdekaan Papua Barat.
Ia kemudian diselundupkan melintasi perbatasan menuju Papua Nugini.
3. Bermukim di Inggris
Gerakannya semakin leluasa saat Benny Wenda dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris.
Di Negeri Ratu Elizabeth itulah dirinya kini bermukim.
Benny Wenda masuk ke Inggris sejak tahun 2002, setelah mendapat suaka dari Pemerintah Inggris.
Kemudian, Benny Wenda aktif mengampanyekan kemerdekaan Papua dari Indonesia dari jarak jauh.
4. Aktif Membangun Aliansi
Perjuangan Benny Wenda dalam menggalang kemerdekaan Papua termasuk sangat gigih.
Sejumlah dukungan mengalir dari sejumlah negara yang tergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
Di Indonesia, Benny Wenda juga berhasil membangun aliansi dengan sejumlah tokoh OPM seperti Buchtar Tabuni, Goliath Tabuni, dan lainnya.
Benny Wenda cenderung memilih pendekatan lewat jalur lobi, diplomasi, dan anti-kekerasan.
Ia sempat mengirimkan surat terbuka kepada pemimpin Polri yang kala itu dijabat oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
5. Buat Kampanye Free West Papua
Kampanye Free West Papua diluncurkan pada 2004 di Oxford, Inggris.
Free West Papua kemudian berkembang menjadi organisasi sukarela dan memiliki kantor di Oxford.
Selain di Inggris, Free West Papua juga memiliki markas di Den Haag (Belanda), Port Moresby (Papua Nugini), dan Perth (Australia).
Mengutip dari freewestpapua.org, tujuan dari kampanye tersebut adalah memberikan rakyat Papua Barat kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri melalui referendum.
6. Pernah Jadi Pembicara di TedxSidney
Benny Wenda pernah menjadi pembicara bersama rekan sekaligus pengacaranya, Jennifer Robinson, di TEDxSydney, 2013 silam.
Jennifer Robinson adalah seorang pengacara hak asasi manusia dan Direktur Advokasi Hukum di Bertha Philanthropies di London.
Dia menciptakan program global untuk menginspirasi dan mendukung pengacara muda ke dalam hukum kepentingan umum.
Dalam TEDx Talks tersebut, Jennifer dan Benny Wenda menceritakan kisah hidup lelaki tersebut.
Mereka juga membicarakan tentang perjuangan Benny Wenda sebagai pemimpin kelompok Pembebasan Papua Barat.
7. Dapat Penghargaan dari Oxford
Benny Wenda mendapat penghargaan sebagai peaceful campaigner for democracy alias pengampanye perdamaian untuk demokrasi.
Penghargaan Oxford Freedom of the City Award itu diberikan pada tanggal 17 Juli 2019.
Hal tersebut disampaikan oleh Benny Wenda melalui cuitan akun Twitter-nya, @BennyWenda, pada 18 Juli 2019 lalu.
Sementara itu, pemerintah Indonesia mengecam penghargaan yang diberikan Dewan Kota Oxford kepada Benny Wenda.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.