Soal Menko pada Kabinet Baru, Jokowi Diminta Kaji Ulang
Terlebih posisi Menteri Koordinator hanya berdasar pada Pasal 14 Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar dan pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki kewajiban untuk mempertahankan Kementerian Koordinator.
Hal ini terkait dengan efektivitas kinerja Menteri Koordinator.
Terlebih posisi Menteri Koordinator hanya berdasar pada Pasal 14 Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Bunyi pasal itu yakni 'untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian Koordinasi'.
Pernyataan tersebut disampaikan Bivitri saat ditemui di sela Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 yang digelar di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).
Baca: Tiket Konser Dewa 19 Dianggap Mahal, Dul Jaelani Ungkap Berapa Honornya untuk Gantikan Ahmad Dhani
Baca: Mabesal Terima Kunjungan Angkatan Laut Australia dalam Forum 12th Navy to Navy Talk
Baca: ndonesia akan Miliki Pabrik Baterai, Menko Luhut: BPPT Kita Hubungkan pada Supply Chain
"Efektif atau tidaknya, tergantung Menko-nya, jadi waktu kemarin di diskusi berdebat jufa (tentang) ini. Misalnya Menko A kurang efektif, Menko B efektif betul, Menko C terlalu efektif," ujar Bivitri.
Sehingga kinerja Menteri Koordinator bisa menjadi barometer dalam mengukur seberapa penting keberadaan para Menko tersebut.
"Nah jadi yang kami lihat adalah ternyata dalam Undang-undang kementerian negara dibilangnya 'dapat, jadi sebenarnya (Menko) boleh ada, boleh nggak," kata Bivitri.
Perlu diketahui, ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam KNHTN ke-6 tersebut.
Hasil rekomendasi itu nantinya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan kabinet pada pemerintahannya yang baru.