Jokowi Diminta Segera Bersikap Tolak Inisiatif DPR Revisi UU KPK
Karena dia menilai usulan revisi tidak berbeda jauh dari draf revisi UU KPK pada tahun 2017 lalu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera menolak inisiatif DPR RI untuk melakukan Revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Rasanya presiden dapat dengan segera mengambil posisi untuk menolak rencana revisi ini," ujar Pengamat politik Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2019).
Karena dia menilai usulan revisi tidak berbeda jauh dari draf revisi UU KPK pada tahun 2017 lalu.
"Jadi jika presiden keberatan pada draf revisi tahun 2017, maka alasan yang sama sejatinya masih bisa dipergunakan untuk menyatakan keberatan atas revisi UU KPK yang sekarang," tegas Ray Rangkuti.
Selain itu dia menjelaskan pula, ribuan akademisi telah menyatakan menolak usulan revisi ini. Mereka adalah akademisi yang datang dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Seruan ribuan akademisi itu menurut dia, jelas mempunyai dasar argumentasi yang kuat. Dengan sendirinya tidak bisa diabaikan.
Selain para akademisi ini, ratusan aktivis Antikorupsi dan tokoh-tokoh nasional juga sudah menyatakan penolakan yang sama.
"Jadi pikiran-pikiran mereka ya menolak revisi dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk tidak mengirimkan surpres," jelasnya.
Baca: Polri: 4 Korban Tol Cipularang Teridentifikasi Berjenis Kelamin Perempuan
Akademisi, aktivis dan tokoh nasional melihat bukan lagi merevisi tapi sudah pada tahap merombak UU KPK.
"Dan memang subtansi revisi UU KPK ini sampai pada perombakan keseluruhan bangunan dan desain KPK sebagai lembaga yang diharapkan untuk memberantas korupsi," ucapnya.
Dia menyebut diantaranya, pertama mengenai keberadaan Dewan Pengawas KPK.
Kedua, kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan penuntutan.
"Dua pasal ini jelas tidak dimaksudkan untuk menguatkan KPK, sebaliknya mempersempit ruang dan membatasi metode kerja KPK," jelasnya.
Tentu saja, yang namanya menyempitkan atau membatasi bukanlah menguatkan tapi mengecilkan atau melemahkan.
Lebih lanjut ia mengaku kurang paham desain Dewan Pengawas KPK ala DPR. Di satu segi, mereka mengakui KPK sebagai eksekutif yang sekaligus bisa diangket.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.