Pasal Penghinaan terhadap Presiden Diatur RUU KUHP
Arsul mengatakan, penyelesaian RUU KUHP itu dikebut dalam waktu dua hari di hotel Fairmont, Senayan, Jakarta.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) telah menyelesaikan pembahasan draf RUU KUHP.
RUU KUHP ini nantinya akan menggantikan KUHP warisan Belanda.
Anggota Komisi III DPR RI f-PPP, Arsul Sani mengatakan, draf itu kini tinggal dirapikan ahli bahasa dan disahkan pekan depan.
Dalam aturan yang tertuang di RUU KUHP, pasal penghinaan terhadap presiden turut disertakan.
"Urusan soal penghinaan presiden, semua sudah selesai. Artinya secara politik hukum, kita semua sudah sepakat itu harus ada," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Arsul mengatakan, penyelesaian RUU KUHP itu dikebut dalam waktu dua hari di hotel Fairmont, Senayan, Jakarta.
Ia mengatakan finalisasi bersifat tertutup.
"Ini kan rapat perumusan. Kalau rapat yang harus terbuka itu kan kalau rapat pembahasan, debat. Kalau merumuskan kan sudah selesai. Ini kan cuma merumuskan. Yang kedua, ini akhir pekan, tidak bisa di sini rapatnya (Gedung DPR)," ujar Arsul.
Baca: Jokowi Baca Sinyal Bahlil Ingin Jadi Menterinya
Untuk diketahui, pasal penghinaan terhadap Presiden berada di Bagian Kedua dari Bab II (Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden) yakni Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 218 ayat (1) berbunyi "Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Pasal 212 ayat (2) berbunyi "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".
Hukuman tersebut bisa diperberat bagi yang menyiarkan hinaan itu.
Ancaman hukumannya pidana penjara 4 tahun 6 bulan.
Baca: Novel Baswedan: Ada Persekongkolan Para Pejabat Hancurkan KPK
"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV," bunyi Pasal 219.
Baca: Masinton Pasaribu: Agus Rahardjo Cs Tak Taat Pada Sumpah Jabatan Pimpinan KPK
Kemudian, tindak pidana tersebut bisa berlaku berdasarkan aduan dari Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 220 ayat (1) berbunyi "Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan".
Pasal 220 ayat (2) : "Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh kuasa Presiden atau Wakil Presiden".