Pendemo di KPK Mengaku Dibayar, Warga Miskin Dikhawatirkan Dimanfaatkan Ciptakan Kekacauan Politik
Menurutnya, fenomena pendemo bayaran tersebut adalah pembodohan demokrasi sekaligus kemunduran demokrasi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Utusan Open Government Partnership sekaligus Kordinator Nasional Lembaga Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah mengkhawatirkan fenomena pendemo pro revisi Undang-Undang KPK yang mengaku dibayar.
Ia juga mengaku merasa sedih karena ada kelompok masyarakat ekonomi lemah yang diperlakukan seperti itu.
Menurutnya, fenomena pendemo bayaran tersebut adalah pembodohan demokrasi sekaligus kemunduran demokrasi.
Tidak hanya itu, ia juga melihat fenomena itu adalah potret ekonomi di Indonesia yang menunjukan ketimpangan sosial yang masih tinggi.
Hal itu disampaikannya saat konferensi pers Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMUKK) di Jakarta Pusat pada Minggu (15/9/2019).
"Saya sedih kalau ada kelompok masyarakat yang dibegitukan.
Artinya kan mereka butuh pendapatan. Butuh uang makan harian dan sebagainya dan itu adalah potret ekonomi kita yang timpang dan itu ada di sekitar Jakarta artinya di Ibu Kota. Itu fenomena yang menurut saya semacam pembodohan demokrasi. Orang demonstrasi tapi dibayar.
Kemudian dia tidak paham substansinya dan itu benar-benar kemunduran," kata Maryati.
Ia sendiri mengaku tidak tahu siapa yang ada dibalik para pendemo yang mengaku dibayar tersebut.
Namun menurutnya, hal itu menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi dapat membuat kelompok-kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah akan percaya kepada uang dan kekuasaan.
"Dan dengan ekonomi yang timpang itu berbahaya, karena mereka akan percaya kepada uang, siapa yang bayar dan kedua kepada siapa yang punya power (kekuasaan). Power itu macam-macam bisa senjata, politik, dan sebaginya," kata Maryati.
Menurutnya, dalam hal ini kualitas masyarakat dalam berpartisipasi dalam demokrasi menjadi tidak bebas karena masyarakat tidak punya pikiran orisinil, tidak dilindungi, dan berada di bawah pengaruh atau tekanan uang dan kekuasaan tersebut.
"Dan nanti bisa jadi saya juga khawatir hal-hal seperti itu menyebabkan masalah-masalah lain, konflik, politisasi agama. Kan itu sudah muncul dari adanya "kebodohan", informasi asimetrik, uang, dan sebagainya," kata Maryati.
Baca: Video Aksi Tak Terpuji di Puncak Ritual Erau, Pengendara Motor Dilempar Air Jarak Dekat Sampai Jatuh
Baca: Tes Kepribadian: Pohon dan Burung atau Wajah? Jawabanmu Akan Ungkap Kisah Cintamu
Baca: Irish Bella Sempat Pendarahan, Ammar Zoni Ungkap Indikasi Infeksi yang Dialami Eks Giorgino Abraham
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.