PUSAKA FH Undip: Sikap 3 Pimpinan KPK Kontra Produktif
Namun menurut dia, langkah tiga pimpinan KPK itu tidak menyelesaikan masalah. Bahkan kontra produktif, membuat sisa waktu pelaksanaan jabatan menjadi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono bisa memahami sikap tiga pimpinan KPK, yakni Saut Situmorang, Agus Rahardjo, Laode Syarief.
Ya, bentuk ketidakpuasan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya agenda pelemahan lembaga antirasuah, khususnya melalui revisi UU KPK.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono menggapi sikap tiga pimpinan KPK menyerakan mandat kepada Jokowi.
"Sikap tersebut menujukkan ketidakpuasan kepada presidan yang tidak responsif terhadap pelemahan KPK. Terkesan justru mengamini langkah DPR, yang dalam penilaian banyak kalangan sebagai langkah melemahkan KPK," ujar Pujiyono kepada Tribunnews.com, Senin (16/9/2019).
Namun menurut dia, langkah tiga pimpinan KPK itu tidak menyelesaikan masalah. Bahkan kontra produktif, membuat sisa waktu pelaksanaan jabatan menjadi timpang.
"Langkah tersebut tidak menyelesaikan masalah bahkan kontra produktif, membuat sisa waktu pelaksanaan jabatan menjadi timpang," tegasnya.
Langkah bergerak bersama dengan eleman kampus yakni guru besar, dosen, mahasiswa, tokoh masyarakat,dan segenap elemen masyarakat antikorupsi harus semakin diperkuat.
Hal itulah kata dia, yang seharusnya dilakukan bukan menyerahkan mandat kepada Jokowi.
Baca: Aksi Geruduk Gedung DPR Tolak RKUHP, Bentangkan Poster #HapusPasalNgawur
"Bila itu yang dilakukan maka sikap presiden Jokowi akan dialog dan mau bertemu. Artinya akan mendengar suara KPK," tegasnya.
Selain itu dia menjelaskan, kini bola sudah di DPR.
Sehingga mekanisme proses harus dikawal masyarakat agar seandainya terjadi perubahan UU KPK, tidak memperlemah lembaga antirasuah. Malah secara objektif akan memperkuat KPK.
Lebih jauh ia masih yakin presiden Jokowi masih memiliki posisi kuat secara politis untuk bisa memakai posisi tawarnya untuk menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi dalam pembahasan pemerintah bersama Presiden.
Dia berharap pencitraan antikorupsi oleh Jokowi tidak sebatas kebutuhan pilpres. Akan tetapi pada periode kedua justru semakin meningkat komitmen Jokowi terhadap antikorupsi dengan satu tekad melawan korupsi.
"Pilarnya adalah memperkuat KPK. Jika periode kedua ingin menciptakan SDM unggul dan ramah investasi, kata kuncinya ada pada keberhasilan pemberantasan korupsi. Kita yakin presiden kita masih Joko Widodo yang dulu, yang sejengkalpun tidak bergesar komitmen antikorupsinya," tegasnya.
Agus Rahardjo: Kami Hanya Kembalikan Mandat, Bukan Mundur
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama dua Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan Laode M Syarif mengembalikan mandat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (13/9/2019).
Pimpinan KPK menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Jokowi. Meski mengembalikan mandat, Agus Rahardjo cs tetap bekerja seperti biasa atau tidak mengundurkan diri.
Hal ini ditunjukkan Agus dengan melantik Cahya Hadianto Harefa sebagai Sekjen dan Fitroh Rohcahyanto sebagai Direktur Penuntutan KPK, Senin (16/9/2019). Agus nampak didampingi tiga Wakil Ketua KPK, yakni Laode M Syarif, Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata.
"Kita tetap bekerja seperti biasa. Kita menunggu. Buktinya hari ini saya masih melantik," kata Agus usai melantik Sekjen dan Direktur Penuntutan KPK di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Agus menekankan, pimpinan KPK saat ini dalam posisi menunggu sikap Presiden Jokowi. Terutama berkaitan dengan revisi UU nomor
30/2002 tentang KPK.
"Kita menunggu saja. Jadi enggak ada (mengundurkan diri)," katanya.
Agus mengatakan, sempat ada undangan untuk bertemu Presiden Jokowi. Namun, pertemuan itu ditunda karena kesibukan Jokowi. Agus mengaku belum mengetahui secara pasti kapan dapat bertemu dengan Jokowi untuk membahas revisi UU KPK.
"Kami belum tahu. Nyatanya Pak Pratikno (Mensesneg) masih jadwalkan longgarnya jadwal Pak Presiden kapan. Sempat ada undangan tadi malam, tapi kemudian, mungkin karena kesibukan Presiden undangan itu kemudian ditunda dulu," katanya.
Tak hanya kepada Presiden, pimpinan KPK pada hari ini melayangkan surat kepada DPR. Dalam surat itu, Pimpinan KPK meminta dilibatkan dalam pembahasan RUU KPK. Selain itu, Lembaga Antikorupsi juga meminta Presiden dan DPR tidak terburu-buru mengesahkan RUU KPK.
"Supaya kita tahu draf sesungguhnya itu seperti apa isinya. Itu saja. Kalau bisa jangan buru-buru supaya ada pembahasan yang lebih matang, lebih baik, dan lebih banyak melibatkan para pihak. Jadi kan di dalam banyak kesempatan perlu melibatkan para ahli baik ahli hukum yang di luar maupun di dalam. Perguruan tinggi maupun kalau bisa KPK dilibatkan. Hanya itu saja. Jangan buru-buru lah. Kita mengejar apa sih," katanya.
Saat pelantikan ini tidak terlihat Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang yang disebut telah mengundurkan diri. Agus meluruskan isu tersebut. Dikatakan, Saut saat ini dalam posisi cuti.
"Seminggu kalau tidak salah (cutinya)," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan lembaga antikorupsi akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya.
Meskipun tidak mudah, katanya, hal tersebut merupakan upaya KPK menjalankan amanat. Hal ini disampaikan Febri untuk merespon berbagai pertanyaan publik mengenai keputusan Pimpinan KPK mengembalikan mandat pada Presiden.
"KPK sangat memahami kekhawatiran banyak pihak jika KPK berhenti bekerja saat ini. KPK menerima banyak masukan baik secara langsung ataupun melalui pemberitaan di media. Di tengah berbagai serangan pada KPK akhir-akhir ini, kami akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya. Meskipun tidak mudah, tapi hal tersebut kami sadari sebagai amanat yang harus dijalankan," katanya.
Febri menjelaskan, penyerahan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden sebagaimana yang disampaikan Agus Rahardjo Cs pada Jumat (13/9/2019) lalu berangkat dari pemahaman bahwa Presiden adalah pemimpin tertinggi dalam bernegara, tentu termasuk pemb korupsi. Dikatakan salam posisi Presiden sbg Kepala Negara itulah KPK menyerahkan nasib lembaga ini ke depan pada Presiden.
"Seperti yang disampaikan Pimpinan kemarin, semua diserahkan pada Presiden. Jadi kami menunggu langkah signifikan lebih lanjut untuk menyelesaikan semua hal ini," katanya.
Menurutnya, pemahaman ini perlu dijaga karena dimanapun di dunia, tidak mungkin pemberantasan korupsi akan berhasil tanpa komitmen dan tanggungjawab kepala Negara. Untuk itu, KPK berharap, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tetap berjalan lurus. Hal ini hanya bisa dilakukan jika ada komitmen kuat kita semua.
"Oleh karena itulah, rasanya tidak berlebihan jika kita menggugah kembali Pemimpin dan menitipkan harapan penyelamatan pemberantasan korupsi ke depan. Dalam konteks itulah KPK menyerahkan nasib KPK pada Presiden selaku kepala Negara," katanya.
Meski demikian, KPK, kata Febri menyadari pelayanan pada masyarakat tetap harus berjalan. Pelaksanaan tugas KPK tidak boleh berhenti di saat para pelaku korupsi mungkin masih berkeliaran di luar sana.
Terkait dengan pelaksanaan tugas Pimpinan, Febri mengingatkan Pasal 32 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan pemberhentian Pimpinan KPK dilakukan dengan alasan-alasan yang terbatas dan baru efektif berlaku sejak Presiden menerbitkan Kepres.
"Oleh karena itu, sembari menunggu tindakan penyelamatan KPK dari Presiden, terutama terkait revisi UU KPK yang semakin mencemaskan, maka KPK terus menjalankan tugas dan amanat UU. KPK percaya Presiden akan mengambil tindakan penyelamatan dan tidak akan membiarkan KPK lumpuh apalagi mati," katanya.(*)