YLBHI: Jokowi Tak Dengarkan Masukan Publik Soal Capim KPK
Sikap Jokowi tersebut merupakan bentuk melakukan pelemahan pemberantasan korupsi melalui pelemahan KPK dengan menunjuk pansel yang bermasalah
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Kemudian, kelima pimpinan baru KPK diperkenalkan kepada seluruh anggota DPR yang hadir.
4 poin dari Jokowi dianggap tak ada gunanya
Baca: Soal Masa Depan Nasib KPK, Begini Sikap UGM, Abraham Samad, Saut Situmorang hingga Mahfud MD
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak empat poin Revisi UU KPK.
Kepala Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, menilai sikap mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak ada artinya.
"Hal yang paling penting telah disetujui yaitu KPK bukan lagi lembaga independen," kata Isnur, kepada wartawan, Senin (16/9/2019).
Dia menjelaskan, revisi mengatur agar pegawai/pekerja di KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Jika, mengacu pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimaksud dengan ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
"Artinya KPK akan menjadi bagian dari pemerintah. Padahal fungsi penyidikan dan penuntutan KPK salah satunya untuk kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara” sebagaimana diatur pasal 11a UU 30/2002 (UU KPK,-red)" kata dia.
Selain itu, kata dia, ketidaksetujuan penuntutan KPK wajib koordinasi dengan Kejaksaan Agung hanya pemanis belaka karena apabila penyelidikan dan penyidikan sudah dilemahkan tidak akan pernah ada penuntutan.
Sehingga, dia menegaskan, penolakan terhadap penuntutan ini sebenarnya tidak berpengaruh apapun untuk penguatan fungsi pemberantasan korupsi KPK.
Ketidaksetujuan terhadap asal penyelidik dan penyidik tidak hanya dari Polri dan Kejaksaan bukan penguatan melainkan stagnansi. Jika ingin memperkuat seharusnya penyelidik dan penyidik seluruhnya independen dan tak menutup peluang penyidik Polri serta Kejaksaan tetapi mengundurkan diri dari tempat asal.
"Hal ini penting untuk menjaga adanya konflik kepentingan karena yang disidik kemungkinan salah satunya berasal dari Polri dan Kejaksaan. Anggota Polri dan Kejaksaan yang berintegritas dalam pemberantasan korupsi dapat melakukan reformasi dari dalam. Dengan cara ini maka penegak hukum yang bebas korupsi dan profesional terwujud dengan cepat," ujarnya.
Terakhir, mempertahankan pengelolaan LHKPN pada KPK dengan memperlemah fungsi penyidikan bukan suatu penguatan.
"Posisi ini sama dengan posisi sebagian capim KPK hasil Panitia Seleksi yang bermasalah dan dapat dilihat sebagai rencana mengubah fungsi KPK dari penegakan kepada pencegahan," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.