Kapolri Siap Copot Kapolda yang Gagal Tangkap Pelaku Karhutla
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengemukakan, tidak melihat ada yang terbakar baik kebun sawit maupun Hutan Tanaman Industri
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan hasil pantauan dari udara dengan Panglima TNI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengemukakan, tidak melihat ada yang terbakar baik kebun sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).
Namun, yang terbakar adalah hutan atau semak.
“Artinya, ini ada indikasi kuat terjadinya pembakaran, kesengajaan. Sebagian sudah ditangkap, itu juga membuktikan bahwa peristiwa itu ada,” kata Tito dalam keterangan pers usai mengikuti Ratas tentang Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan, di Hotel Novotel, Pekanbaru, Riau, Senin (16/9) dilansir dari laman Setkab.
Oleh karena itu, Kapolri menegaskan akan mengintensifkan upaya untuk melakukan penegakan hukum.
Ia mengaku sudah melaksanakan video conference dengan seluruh kapolda, dengan seluruh kapolres seluruh Indonesia, dengan penekanan kepada enam polda yang paling utama, yaitu Polda Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalsel, dan Kalteng.
Tapi juga ada yang level tier duanya, yaitu Sumatra Utara, kemudian Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, termasuk Jawa dan NTT. Kapolri mengaku sudah menyampaikan, namanya mengintensifkan itu harus ada pulling and pushing factor.
Jadi bagaimana agar mereka tertarik untuk melakukan aktivitasnya maksimal dan bagaimana mereka terpacu.
Menurut Kapolri, dirinya akan membentuk tim dari Mabes Polri, dari Irwasum dan jajaran Irwasum dan Propam yang akan mengecek ke semua wilayah. Targetnya adalah Polres, Polsek dan Polda.
“Jadi kalau seandainya di polda itu penilaian kita ada yang tidak terkendali dan tidak ada upaya maksimal, apalagi penangkapan enggak ada, out. Mau Kapolda, mau Kapolres, Kapolsek out,” tegas Kapolri seraya menambahkan, tim itu sudah dibentuk dan akan diturunkan ke semua polda terutama yang utama tadi.
Kalau seandainya mereka berhasil (Polres, Polsek, dan Polda) melakukan penangkapan, tertangkap tangan dan lain-lain, sesuai dengan gradenya beda-beda tiap Polda, Kapolri Jenderal Tito Karnavian berjanji akan memberikan reward.
“Mau sekolah, promosi, termasuk KPLB, itu akan kita berikan,” ujarnya.
Sehingga dengan adanya reward and punishment ini, Kapolri berharap jajaran kepolisian akan terpacu. “Nanti kita akan buktikan betul, 1-2 kita beri contoh, gitu,” ucapnya meyakini.
Ditambahkan Kapolri, untuk tim dari Mabes Polri yaitu Bareskrim akan fokus ke masalah korporasi bukan perorangan.
“Jadi kalau ada korporasi melakukan, kerjakan dan kemudian koordinasi tentunya kalau korporasi dengan stakeholder terkait termasuk Kementerian KLH,” tegasnya.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Kapolri Jenderal Tito siap copot Kapolda yang gagal tangkap pelaku karhutla
Diselimuti Asap
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Kalimantan Timur belum bisa teratasi hingga saat ini. Titik api masih menyebar di semua kabupaten dan kota.
Dua kabupaten yang digadang-gadang sebagai lokasi pemindahan ibu kota negara pun terdampak api, yakni Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor memerintahkan tim gabungan dari dinas terkait dibantu TNI/Polri berusaha memadamkan api di beberapa lokasi.
“Hingga kini tim sedang melakukan pemadaman dan menghalau api biar tidak meluas,” ungkap Isran di Kantor Gubernur Kaltim Samarinda, Senin (16/9/2019).
Berdasarkan laporan yang ia terima, kata Isran, titik api di Kaltim tidak sebanyak di provinsi lain di Pulau Kalimantan seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat ataupun Kalimantan Selatan.
Sehingga dampak kabut asap yang ditimbulkan pun belum menunjukkan memburuk atau masih kategori aman.
“Justru lebih banyak kita menerima kiriman asap. Di beberapa kabupaten yang katanya asap menebal mulai menurun. Kemudian, di beberapa daerah justru tidak terlalu tebal,” jelas Isran.
Tebalnya kabut asap di Kaltim dipicu arah angin dari tenggara dan barat daya menuju Kaltim.
Saat ini Isran masih menunggu laporan perkembangan penanganan di lapangan.
Tim gabungan masih bergerak mendeteksi timbul titik api seiring cuaca panas sekaligus upaya pemadaman.
“Kita evaluasi terus. Apakah nanti ditetapkan gawat darurat atau nggak, kita masih menunggu,” tutur Isran.
Sejauh ini, kata Isran, karhutla di Kaltim belum meluas dan masif sehingga tergolong aman dan bisa dikendalikan.
Kendati demikian, di beberapa kabupaten, sekolah dasar (SD) sudah meliburkan siswanya karena kabut asap seperti di Kabupaten Berau.
Dinas pendidikan Berau meliburkan SD hingga tiga hari sejak Senin hingga Rabu (18/9/2019).
Baca: Gelar Rapat Terbatas Karhutla di Riau, Jokowi Soroti Kinerja Pemerintah Daerah
Baca: Tujuh Poin Perubahan dalam Revisi UU KPK Disepakati DPR dan Pemerintah, Ini Rinciannya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Calon Ibu Kota Negara Tepapar Kabut Asap, Ini Tanggapan Gubernur Kaltim"
Kematian Bayi Elsa
Kematian Bayi Elsa diduga mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menjadi viral di media sosial, Senin (16/9/2019).
Bayi berusia empat bulan ini tinggal di Desa Talang Buluh, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Mendengar adanya korban diduga ISPA, Dinkes Banyuasin langsung mengecek ke RS Ar Rasyid Palembang.
"Dari hasil kunjungan tim kesehatan Banyuasin, memang benar ada pasien bayi umur 4 bulan berobat ke UGD dengan diagnosa Pneumonia, dan meninggal. Pasien sudah di bawa pulang ke rumah," katanya.
Hakim mengatakan sebelumnya kondisi darurat kabur asap yang tebal pihaknya telah memghimbau melakukan sosialisasi akan bahaya kabur asap dan pembagian masker secara gratis kepada masyarkat baik melalui puskesmas serta membagikan masker secara langsung kepada warga.
"Kalau penyebab kematian bayi pasti, sampai sekarang rumah sakit belum mengeluarkan. Tapi kita sudah ada perkiraan dari hasil wawancara petugas yang menangani. Gangguan pernafasan akibat ISPA," tegas Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin Dr H Masagus Hakim.
Menurutnya, belum bisa kematian bayi ini dikaitkan dengan kabut asap.
Baca: Karhutla: Kabut Asap Semakin Parah, BNPB Mengaku Kewalahan, Pemerintah Tak Usah Malu Minta Bantuan
Pasalnya dari data BLH beberapa hari lalu mengeluarkan informasi kondisi udara di Kabupaten Banyuasin belum mengkhawatirkan.
"Itu kan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel dalam kategori sedang. Begitu juga untuk kondisi rumah korban, kalau laporan staf kami tadi rumahnya permanen."
"Untuk kemungkinan dari lingkungan juga belum ada. Hanya saja Balita itu kan rentan. Nah kalau dikatakan keluarga tersebut pakai racun nyamuk bakar, bisa saja. Hendaknya ini dikurangai supaya diganti kelambu," kata Masagus Hakim.
•Dinkes Banyuasin sendiri sudah berupaya membagikan masker kepada masyarakat. Untuk obat-obatan penanganan ISPA juga masih cukup.
"Penanganannya harus ada oksigen yang masuk. Harus ditangani dokter spesialis anak."
"Untuk itu kita akan pantau bayi di Banyuasin. Ibu ibu juga harus jaga lingkungan untuk anaknya.Tidak membawa keluar rumah jika tidak perlu. Minum minuman hangat dan makanan bergizi," pungkasnya.
Perangkat Desa BPD Desa Talang Buluh, Agus Darwanto mengatakan, dirinya mendampingi orang tua Elsa, Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) ke RSUD Pratama Sukajadi Banyuasin.
Baca: Wanita Banyuasin Ini Melahirkan 4 Bayi Kembar Secara Normal
Petugas medis RSUD Pratama Sukajadi tidak sangguh merawat Elsa karena tidak memiliki peralatan pembantu pernapasan sehingga dirujuk ke RS Ar-Rasyid Palembang.
“Sekitar 11.30 hari Minggu Elsa dibawa ke Ar-Rasyid, dilarikan ke IGD, dikasih bantuan sementara. Di IGD dicek dokter katanya kemungkinan kena ISPA,” ujar Agus.
Usai diperiksa, dokter kembali merujuk Elsa ke RSUP Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang karena RS Ar-Rasyid tidak memiliki alat pompa pernapasan.
Namun setelah mengontak RSMH, kata dia, kamar rawat inap sedang penuh sehingga Elsa disuruh untuk menunggu.
“Selagi menunggu itu Elsa dirawat dulu di IGD Ar-Rasyid sambil dikasih perawatan alat oksigen. Saat malam, keluarga dapat kabar kalau Elsa sudah bisa dirujuk ke RSMH,"
"Akhirnya keluarga persiapan, urus administrasi. Namun sedang bersiap, Elsa nge-drop, kata dokter gagal pernapasan sampai meninggal sebelum dirujuk ke RSMH,” katanya.
Ia menuturkan, pihak keluarga tidak mengetahui penyebab pasti meninggalnya Elsa karena belum ada alat yang memeriksa Elsa.
Baca: Tienuk Riefki, Perias Andalan Keluarga Cendana dan Artis Meninggal Dunia, Derita Infeksi Paru-paru
Namun sesak napas yang dialami bayi 4 bulan tersebut tidak kunjung membaik hingga Elsa mengembuskan napas terakhir.
“Dokter bilang kemungkinan ISPA, bisa bakteri, tapi tidak tahu pasti karena belum ada pemeriksaan medis pakai alat. Elsa lahir dalam keadaan normal dan sehat, tidak ada kelainan apa-apa sampai sesak napas itu benar-benar tiba-tiba,” kata dia.
Agus menuturkan, Desa Talang Buluh tempat tinggal Elsa memang dilanda kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan semenjak memasuki musim kemarau tersebut.
Dirinya berujar, terdapat sekitar 800 kepala keluarga yang tinggal di desa tersebut dan seluruhnya terpapar kabut asap.
“Kita enggak tahu akibat asap atau bukan, hanya memang terasa asapnya. Musim kemarau memang selalu seperti ini, sekarang juga masih terasa. Warga lain di sini kita belum tahu ada yang sakit pernapasan juga atau tidak,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, duka dirasakan pasangan Ita Septiana (27) dan Ngadirun (34), warga Desa Yang Buluh, RT 08 Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel).
Diduga akibat asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), anak kedua mereka, Elsa Fitaloka (4 bulan) meninggal dunia, Minggu (15/9/2019) pukul 18.35.
Bayi Elsa diduga terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) meninggal saat dirawat di RS Ar Rasyid Palembang.
Tribunsumsel.com merangkum fakta-fakta meninggalnya bayi Elsa :
1. Batuk dan Pilek Sebelum Meninggal
Sebelum meninggal Elsa sempat mengalami batuk-batuk dan juga disertai pilek.
"Sebelumnya, batuk, pilek dan perutnya sering kembung"
"Puncaknya semalam (Sabtu), seperti tidak bisa bernafas. Tetapi masih sadar dan mau minum ASI," ujar Ngadirun saat ditemui di rumah duka yang berada di Desa Yang Buluh RT 08 Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin, Senin (16/9/2019) dini hari.
Paginya (Minggu), kondisi Elsa kian tidak bagus.
Sehingga kedua orangtuanya memilih untuk membawa anaknya ke bidan desa untuk diperiksa.
Baca: Terpilih Jadi Ketua KPK, Irjen Firli Pulang Kampung dan Nyekar di Makam Orang Tua
Sampai di tempat bidan desa, sang bidan menyarankan agar Elsa segera dibawa ke rumah sakit agar bisa mendapatkan pengamanan lebih intensif.
Pihak keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa ke RS Sukajadi KM 14 Banyuasin.
Di sana, setelah sempat mendapatkan perawatan pihak rumah sakit menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatan medisnya.
Dari itulah, pihak keluarga memutuskan membawa Elsa ke rumah sakit yang ada di Palembang.
3. Tidak Dapat Kamar
Elsa, dibawa ke rumah sakit Ar Rasyid KM 7 Palembang.
Setelah sempat mendapatkan pemeriksaan, disarankan untuk dibawa ke RSMH Palembang untuk penanganan lebih serius.
"Dari pihak RS Ar Rasyid menelepon ke RSMH, tetapi disana katanya belum ada kamar. Jadi belum bisa dibawa ke sana, makanya jadi menunggu lagi"
"Di Ar Rasyid, terus dilakukan perawatan sambil menunggu ada kamar di RSMH. Beberapa kali ditelepon, tetapi dari RSMH katanya tetap tidak ada kamar," ujar Ngadirun yang didampingi keluarganya Agus Darwanto yang juga Wakil Ketua Badan Pemusyawarayan Desa.
Lantaran belum ada kamar, sehingga diputuskan Elsa untuk dirawat ke kamar kelas 3 yang ada di RS Ar Rasyid.
Penanganan sempat dilakukan, sampai dokter spesialis anak datang dan setelah diperiksa dokter memang menyarankan agar Elsa segera dibawa ke RSMH Palembang.
Menurut Ngadirun, dokter memerintahkan agar Elsa segera dipindahkan ke RSMH Palembang untuk cepat penanganan lebih serius.
Baca: Reaksi Tito Karnavian Lihat Kepungan Kabut Asap Karhutla di Riau: Yang Kebun, Kok Tidak Terbakar?
Karena, kondisinya sudah sangat lemah dan nafasnya juga harus dipacu dengan alat. Sedangkan, di RS Ar Rasyid alat yang dibutuhkan belum memadai.
"Kata dokter harus dibawa ke RSMH, untuk masalah kamar abaikan dulu. Bila sudah di RSMH, alatnya ada dan bila terjadi sesuatu bisa cepat dilakukan tindakan. Jadi saya mau, dan mengurus administrasinya agar bisa keluar dari RS Ar Rasyid," ungkapnya.
Namun, takdir berkata lain.
Ketika akan dibawa ke RSMH Palembang nyawa Elsa tidak dapat tertolong lagi.
Elsa menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 18.35.
4. Penjelasan Dokter
Pihak keluarga yang sudah berusaha, akhirnya hanya bisa pasrah dan memutuskan membawa jenazah Elsa ke rumah duka untuk disemayamkan.
Menurut Ngadirun, dari penjelasan dokter jaga di IGD ketika masuk kemungkinan awal karena ISPA.
Namun, dari keterangan dokter spesialis anak yang memeriksa Elsa, bila ada masalah di paru Elsa atau ada bakteri.
Meski sudah diberikan infus dan oksigen, tetap saja nyawa Elsa tidak dapat di tolong lagi.
Rencananya, jenazah Elsa Fitaloka akan dimakamkan di TPU Desa Talang Buluh Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin hari ini.
5. Rumah Banyak Celah Udara Masuk
Desa Talang Buluh RT 08 Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin tempat rumah duka Bayi Elsa Fitaloka (4 bulan) yang meninggal diduga karena terkena ISPA terbilang masih sedikit terpapar polusi udara.
Beberapa hari terakhir, kondisi asap juga kian menebal.
Hal ini, juga dapat dirasakan Tribunsumsel saat mendatangi rumah duka.
Asap putih pekat, menyelimuti semua lingkungan.
Kian malam, asap kian pekat dan juga membuat mata semakin perih.
Tribunsumsel yang mendatangi rumah duka, terlihat bagian jendela yang belum memiliki daun jendela.
Kusen jendela, hanya ditutupi papan.
Semua jendela sama, hanya ditutupi papan.
Sedangkan, lubang-lubang angin yang ada di daun pintu maupun jendela terlihat begitu besar dan memungkinkan bila asap dari karhutla bisa masuk ke dalam rumah.
Rumah Ngadirun yang dibangun dengan batako, belum semuanya selesai.
Rumah permanen ini belum di plester sehingga susunan batako bisa terlihat baik di luar maupun di dalam.
6. Rumah Dikepung Asap
Anak kedua Ngadirun dan Ita, akhirnya meninggal karena diduga terkena ISPA.
Kemungkinan, asap bisa masuk ke dalam rumah melalui pentilasi udara yang ada di kusen pintu dan jendela.
Lantaran, ventilasi kusen pintu dan jendela terlihat sangat besar dan tidak ditutupi.
Saat masuk ke dalam rumah, bau asap bekas bakaran juga sempat tercium.
Asap juga, terlihat berada di ruang depan dan di ruang tengah tempat jenazah Elsa disemayamkan.
7. Biaya Sendiri
Kesedihan, sangat terlihat di raut wajah istri Ngadirun yakni Ita Septiana.
Saat Tribunsumsel mendatangi rumah duka, Ita berada di bawah kaki jenazah anaknya.
Terlihat matanya sembab, karena terlalu banyak menangis. Ita tak kuasa menahan tangis, karena anak keduanya meninggal diduga terkena ISPA dari karhutla yang saat ini terjadi.
Sudah kehilangan anak, Ngadirun dan Ita juga harus mengeluarkan uang untuk biaya perawatan sang bayi Elsa Fitaloka. Karena, bayi Elsa tidak ditanggung BPJS Kesehatan atau KIS yang dikeluarkan Pemerintah.
" Yang dapat KIS hanya istri saya saja. Sedangkan saya dan anak saya Elsa tidak dapat, sebenarnya sudah beberapa kali diajukan ke Kecamatan tetapi tidak keluar- keluar," ujar Ngadirun.
Karena tidak memiliki jaminan kesehatan, mulai dari datang ke bidan desa, ke rumah sakit RS Sukajadi hingga ke RS Ar Rasyid, Ngadirun harus mengeluarkan biaya dari kantong sendiri.
Sebagai seorang buruh tani yang tidak memiliki penghasilan tetap, mau tidak mau Ngadirun mengeluarkan uang yang menjadi tabungannya untuk biaya berobat sang anak.
Namun, upaya untuk menolong anaknya juga tidak membuahkan hasil. Anak kedua pasangan ini akhirnya meninggal dunia di RS Ar Rasyid.
"Namanya demi anak, uang yang ada digunakan untuk biaya berobat. Tetapi takdir berkata lain," ungkap Ngadirun lirih.
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Bayi Elsa Meninggal Akibat ISPA, Dinkes Banyuasin : Belum Bisa Dikaitkan Asap
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul 7 Fakta Bayi di Palembang Meninggal Diduga Akibat Kabut Asap, Sulit Bernafas dan Batuk