Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peneliti Sebut Disahkannya UU KPK Hasil Revisi Sebagai Contoh Sempurnanya Praktik Oligarki

Erwin Natosmal Oemar menjelaskan dilihat dari proses awal sampai akhir, revisi UU KPK hanya memakan waktu kurang dari dua minggu.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Peneliti Sebut Disahkannya UU KPK Hasil Revisi Sebagai Contoh Sempurnanya Praktik Oligarki
TRIBUNNEWS.COM/Edwin Firdaus
Erwin Natosmal Oemar di gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu(25/2/2015). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mengatakan disahkannya Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi menjadi contoh sempurnanya praktik oligarki di Indonesia.

Erwin Natosmal Oemar menjelaskan dilihat dari proses awal sampai akhir, revisi UU KPK hanya memakan waktu kurang dari dua minggu.

KPK yang menjadi pihak paling terdampak dari kebijakan tersebut tidak pernah diikutsertakan.

"Apalagi banyak sekali prosedur formal pembentukan yang dilanggar. Jadi Revisi UU KPK ini contoh sempurnanya praktik oligarki di Indonesia," kata pegiat antikorupsi tersebut kepada Tribunnews.com, Selasa (17/9/2019).

Baca: Jumlah Lansia Jepang Terbanyak Dalam Sejarah Mencapai Lebih dari 35 Juta Jiwa

Tujuh poin perubahan dalam UU KPK yang ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah juga menurut dia, tidak punya landasan emperik dan teoritis yang jelas dan kuat.

Adapun tujuh poin perubahan tersebut, pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Berita Rekomendasi

Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas. ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Baca: VIDEO VIRAL Emak-emak Berantem Rebutkan Rendang Diduga Settingan: 2 Emak Itu Pernah Main Film

Keempat, mekanisme penerbitan SP3 oleh KPK. Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan. Dan ketujuh, sistem kepegawaian KPK.

"Poin-poin perubahan itu tidak punya landasan empirik dan teoritis yang jelas dan kuat," katanya.

Bahkan pada soal poin pertama yakni KPK yang berada di bawah eksekutif itu melanggar Putusan MK.

"Karena MK menyatakan KPK adalah bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka. Bukan bagian eksekutif sebagaimana yang dinyatakan dalam UU perubahan itu," katanya.

7 poin penting

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas