Proses Revisi UU KPK hingga Kemudian Resmi Disahkan Selasa Ini, Berlangsung Cepat dalam 12 Hari
Meski diwarnai penolakan, DPR akhirnya mengesahkan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi, Selasa (17/9/2019).
Penulis: Daryono
Editor: Sri Juliati
Proses Revisi UU KPK hingga Kemudian Resmi Disahkan Selasa Ini, Berlangsung Cepat dalam 12 Hari
TRIBUNNEWS.COM - DPR akhirnya mengesahkan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi meski diwarnai penolakan, Selasa (17/9/2019).
Pengesahan UU KPK hasil revisi dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI hari ini.
Dalam rapat paripurna itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly menyampaikan pandangan akhir Presiden.
Baca: Hanya 102 Anggota Dewan yang Hadir Dalam Revisi UU KPK
Dalam pandangan akhirnya, Presiden menyetujui UU KPK hasil revisi untuk ditetapkan sebagai UU.
"Presiden menyatakan setuju rancangan undang undang tentang perubahan kedua atas UU No 30 Tahun 2020 tentang KPK untuk disahkan menjadi UU," kata Yosanna saat menyampaikan pandangan akhir sebagaimana dikutip dari tayangan live Kompas.com.
Pengesahan UU KPK hasil revisi diputuskan dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi undang-undang?," tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Baca: Fahri Hamzah: Pak Jokowi Merasa KPK Adalah Gangguan
Proses revisi UU KPK hingga kemudian pengesahan UU KPK hasil revisi ini terbilang berlangsung singkat dan maraton karena hanya berlangsung dalam waktu 12 hari sejak RUU KPK disahkan sebagai inisiatif DPR pada 5 September 2019 lalu.
Berikut kilas balik pengesahan UU KPK hasil revisi hingga kemudian disahkan oleh DPR hari ini:
5 September, Badan Legislasi DPR Setujui RUU KPK menjadi RUU inisiatif
Pada Kamis (5/9/2019), DPR menggelar rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU KPK menjadi inisiatif DPR.
"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui menjadi usul DPR?" tanya Wakil Ketua DPR, Utut Adianto selaku pimpinan rapat.
Saat itu, seluruh anggota DPR yang hadir pun kompak menyatakan setuju.
Tak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi.
Tak ada juga perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan parpol oposisi.
6 September 2019, Muncul Penolakan RUU KPK
Pasca RUU KPK resmi menjadi RUU inisiatif, kalangan masyarakat sipil pun mulai menyampaikan penolakan.
Sejumlah pihak menyampaikan penolakan mulai dari ICW hingga KPK sendiri.
Sebagaimana dimuat dalam website resmi KPK pada 6 September 2019, KPK menganggap terdapat 10 persoalan dalam draf RUU KPK yakni:
- Independensi KPK terancam
- Penyadapan dipersulit dan dibatasi
- Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
- Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
- Sumber penyelidik dan penyidik dibatas
- Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
- Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
- Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
- KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
- Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
11 September 2019, Presiden Kirim Supres Revisi UU KPK
Presiden mengirim Surat Presiden (Surpres) agar Menteri Hukum dan HAM membahas revisi UU KPK bersama DPR.
"Surpres RUU KPK sudah diteken presiden dan sudah dikirim ke DPR ini tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Rabu (11/9/2019).
Baca: BREAKING NEWS - DPR Sahkan UU KPK Hasil Revisi
Surpres yang dikirimkan ke DPR berisi penjelasan dari Presiden bahwa ia telah menugaskan menteri untuk membahas UU KPK bersama dewan.
Bersama surpres itu, dikirim daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU KPK yang telah disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM.
13 September, Jokowi Beri Pernyataan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan terkait revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam pernyataannya saat jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019), Jokowi mengaku menolak sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
Secara jelas, Jokowi menyebutkan ada empat poin yang ia tolak.
Pertama, Jokowi tidak setuju jika KPK harus mendapatkan izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.
Kedua, ia tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan keajsaan saja.
Ketiga, Jokowi tidak setuju KPk harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan.
Terakhir, ia tidak setuju pengelolaan LHKPN dikeluarkan dari KPK dan diberikan kepada kementerian/lembaga lain
13 September, Tiga Pimpinan KP Serahkan Mandat
Kecewa dengan bergulirnya revisi UU KPK, Pimpinan KPK menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua Saut Situmorang dan La Ode pada Jumat (13/9/2019).
"Dengan berat hati ini Jumat 13 Desember kami menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK ke bapak Presiden."
"Kami menunggu perintah apakah kemudian kami masih akan dipercaya sampai Desember."
"Kami menunggu perintah itu, mudah-mudahan kami diajak bicara Presiden," ujar dia.
16 September, DPR dan Pemerintah Sepakati 7 Poin Perubahan dalam RUU KPK
DPR dan Pemerintah menyepakati tujuh perubahan dalam revisi UU KPK.
Kesepakatan diambil dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan tingkat I antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (16/9/2019).
Mengutip Kompas.com, Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto mengatakan terdapat tujuh poin perubahan yang disepakati dalam revisi UU KPK.
Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.
Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.
Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.
Baca: KPK Panggil 5 Saksi untuk Mantan Dirut Garuda Indonesia
Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.
Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
17 September, DPR Sahkan UU KPK Hasil Revisi
Sehari setelah terjadi kesepatan antara DPR dan Pemerintah, DPR langsung mengesahkan UU KPK.
Pengesahan UU KPK hasil revisi dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI hari ini.
Pengesahan UU KPK hasil revisi diputuskan dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Daryono)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.