UU KPK Hasil Revisi, Dewan Pengawas Berhak Tolak Permintaan Izin Penyadapan Dari Penyidik KPK
Mekanisme penyadapan menjadi satu poin penting dalam revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mekanisme penyadapan menjadi satu poin penting dalam undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Undang-undang KPK hasil revisi baru saja disahkan DPR RI dalam Sidang Paripurna, Selasa (17/9/2019) siang.
Dalam UU KPK hasil revisi, penyadapan yang dilakukan KPK kini harus melalui izin Dewan Pengawas.
Dalam pasal 12 ayat 1 UU KPK yang baru disahkan, penyadapan dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas.
Baca: Kecurigaan Warga Soal Penampakan Pocong saat Hajatan, MUI Tangerang Beri Penjelasan Ini
"Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas," bunyi pasal tersebut.
Adapun alur penyadapan diatur dalam pasal yang sama pada ayat 2.
Dalam melakukan penyadapan, penyidik melapor pada pimpinan KPK, lalu pimpinan mengajukan izin tertulis kepada Dewan Pengawas.
Baca: Jelang Pernikahan Jessica Iskandar Dinasehati Nia Ramadhani, Istri Ardi Bakrie Ngaku Sempat Ribut
"Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi," bunyi ayat 2.
Selanjutnya dewan pengawas harus mengeluarkan izin paling lama 1 X 24 jam.
Dewan pengawas berhak menolak permintaan izin penyadapan tersebut.
"Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan," bunyi ayat 3.
Baca: Jelang Pernikahan Jessica Iskandar Dinasehati Nia Ramadhani, Istri Ardi Bakrie Ngaku Sempat Ribut
Hasil penyadapan juga diatur dalam revisi UU KPK, pasal 12 C.
Penyadapan harus dilakukan paling lama 6 bulan sejak izin tertulis diterima penyidik.
Penyadapan bisa diperpanjang satu kali dengan jangka waktu 6 bulan.
"Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama," bunyi ayat 4.
Berdasarkan aturan yang ada sekarang penyidik juga juga wajib melaporkan penyadapan secara berkala kepada pimpinan KPK.
Apabila kasus telah rampung, hasil penyadapan harus dipertanggungjawabkan kepada Dewan pengawas.
Baca: 2 Warga Sumedang Jadi Sulit Bicara dan Kaki Lemas Usai Minum Kopi Penambah Stamina
"Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penyadapan selesai dilaksanakan"
Kewenangan Dewan Pengawas dalam memberikan izin penyadapan dipertegas dalam Revisi UU KPK pasal 37 b ayat 1 mengenai tugas Dewan pengawas.
"Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan," bunyi pasal tersebut.
Sebelum UU KPK direvisi, penyadapan yang dilakukan KPK hanya diatur dalam satu pasal, yakni pasal 12 ayat 1.
"Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan,"
7 poin penting
Meski mendapat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat, DPR RI akhirnya mengesahkan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Pengesahan revisi tersebut dilakukan dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Sebelum pengambilan keputusan pengesahan RUU KPK, Ketua badan Legislasi sekaligus ketua Panja RUU KPK Supratman Andi Agtas menyampaikan pemaparannya terkait pembahasan revisi antara Panitia Kerja (Panja) DPR dengan Panja Pemerintah.
"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya pimpinan sidang Fahri Hamzah, yang dijawab serempak setuju oleh peserta sidang.
Baca: Fahri Hamzah: Pak Jokowi Merasa KPK Adalah Gangguan
Terdapat empat interupsi dalam pengambilan keputusan RUU KPK.
Pertama yakni dari Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo, kemudian anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa, politikus PDIP Erma Suryani Ranik, serta anggota Baleg dari Fraksi PPP Arsul Sani.
DPR dan Pemerintah menyepakati tujuh perubahan dalam revisi UU KPK.
1. Tujuh Poin Disepakati
Kesepakatan antara DPR dan pemerintah soal tujuh poin revisi UU KPK dicapai dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (16/9/2019).
Mengutip Kompas.com, Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto mengatakan terdapat tujuh poin perubahan yang disepakati dalam revisi UU KPK.
Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.
Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.
Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.
Baca: Sejumlah Orang yang Sandang Status Tersangka di KPK Bertahun-tahun tapi Kasusnya Tak Kunjung Rampung
Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.
Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
2. Seluruh Fraksi Setuju Hasil Pembahasan Dibawa ke Rapat Paripurna DPR
Rapat Kerja Pengambilan Keputusan tingkat I itu, setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangannya terkait revisi UU KPK.
Dikutip dari Kompas.com, tujuh fraksi menyatakan setuju.
Sementara dua fraksi, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Parrtai Gerindra menyatakan setuju dengan memberikan catatan.
Sedangkan, Fraksi Partai Demokrat baru akan memberikan pandangan dalam rapat paripurna.
Baca: PKS Sarankan Dewan Pengawas KPK Diisi Bekas Politisi
Dengan demikian seluruh fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK ke pembicaraan tingkat II di rapat paripurna pengesahan undang-undang.
Menurut rencana, Pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi akan menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menjadwalkan Rapat Paripurna.
3. DPR Sahkan Pimpinan Baru KPK
Rapat paripurna DPR mengesahkan lima komisioner KPK periode 2019-2023, Senin (16/9/2019).
Rona wajah bahagia dan senyum lepas terpancar dari wajah Irjen Pol Firli Bahuri, Ketua KPK yang baru.
Dalam Rapat Paripurna itu, semua wakil rakyat yang hadir menyatakan menerima laporan Komisi III DPR RI atas uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Calon Pimpinan (Capim) KPK.
"Apakah laporan Ketua Komisi III tentang uji kelayakan dan kepatutan pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 dapat kita setujui?" kata pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah, Senin(16/9/2019).
Kelima orang yang terpilih yakni Alexander Marwata, Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.
Berdasarkan pantauan, Alexander Marwata, Firli Bahuri, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron kompak mengenakan kemeja putih dan jas hitam.
Sementara itu, Lili Pintauli Siregar mengenakan blazer berwarna biru muda. Tak hanya Firli, raut wajah bahagia juga ditunjukkan empat komisioner lembaga antirasuah. Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, memperkenalkan seluruh komisioner kepada anggota Dewan.
Kelima komisioner KPK periode 2019-2023 ini kemudian menuju meja pimpinan untuk diperkenalkan.
Baca: Penasihat KPK: Saya Tidak Seperti Pak Saut, Saya Berhenti ya Berhenti, Sudah Final
Fahri Hamzah turut menyalami kelima komisioner KPK.
Ia juga tampak memberikan semangat kepada Firli Bahuri yang mengemban tugas sebagai Ketua KPK dengan menepuk bahu anggota polisi aktif itu.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo yang turut hadir juga memberikan ucapan selamat kepada lima komisioner terpilih.
Sebelum pengesahan, Fahri mengungkapkan sebanyak 299 anggota Dewan yang tercatat hadir dan izin dari 560 anggota Dewan. Dengan demikian, 261 anggota Dewan tidak hadir.
"Berdasarkan catatan, anggota yang menandatangani daftar hadir adalah 187, izin 112. Karena itu 299 yang dicatat Setjen dari 560 anggota dengan kehadiran seluruh fraksi," kata Fahri.
Terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meminta seluruh pegawai dan pejabat KPK membantu lima pimpinan baru yang telah disahkan DPR dalam Rapat Paripurna.
(Tribun Network/fik/ham/mam/wly) (Kompas.com/Kristian Erdianto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.