Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Eksklusif dengan Polisi 'Spiderman': Cabut Laporan demi Kemanusiaan

Kalau ini tidak menjadi masalah besar, saya selesaikan hari ini. Saya tutup kasus hari ini juga. Tapi tetap ada prosedur hukum, jadi kita harus...

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Wawancara Eksklusif dengan Polisi 'Spiderman': Cabut Laporan demi Kemanusiaan
instagram.com @makrumpita (tangkap layar) - Kompas.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR
Bripka Eka Setiawan, polisi yang nekat lompat ke kap mobil pengendara yang hendak kabur 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Brigadir Kepala Eka Setiawan sedang mengobrol bersama Kanit Lantas Polsek Pasar Minggu Kompol Ida Bagus Putra dan seorang rekannya di Polsek Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Mereka mengobrol soal peristiwa yang dialami oleh Eka saat bertugas di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (16/9).

Saat itu Bripka Eka Setiawan hendak menilang Tavipuddin, pengendara Honda Mobilio. Tavipuddin memarkir kendaraannya di trotoar.

Tavipuddin tidak terima karena menilai tidak ada rambu dilarang parkir di sekitar lokasi. Eka dan Tavipuddin kemudian adu argumen hingga Tavipuddin berusaha melarikan diri.

Apa yang terjadi kemudian menjadi viral di media sosial. Eka melompat ke bagian depan mobil yang dikendarai Tavipuddin. Dia menempelkan badannya di kaca depan sambil memegang dua pilar mobil.

Baca: Hasil Lengkap Liga Champions Dini Hari Tadi - Juara Bertahan Keok

Baca: Pernah Dikecam karena Dinilai Kampanye LGBT, ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ Melenggang ke Oscar

Baca: Misteri Tewasnya Pasangan Kakek & Nenek di Bogor Terungkap, Pembunuhnya Ternyata Tetangga

Tavipuddin tetap melajukan kendaraannya meski Eka masih menempel di mobilnya. Eka menempel di mobil tersebut sejauh 200 meter.

Kasus ini kemudian berakhir damai. Bripka Eka Setiawan memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus ini. Eka mengungkapkan alasannya dilandasi kemanusiaan.

BERITA TERKAIT

Bripka Eka Setiawan menceritakan pengalamannya dalam insiden ini dan alasannya untuk tidak melanjutkan kasus ini kepada wartawan Tribun Network Dennis Destryawan. Berikut ini petikan wawancara khusus dengan Bripka Eka Setiawan.   

Bagaimana jejak karier Anda di Polri?

Saya lahir di Jakarta dan besar di Jakarta. Tahun 2000 saya mendaftar sebagai anggota Polri. Karena ada dorongan dari orangtua saya, akhirnya saya lulus. Menjalani pendidikan dan menjadi anggota Polri.

Di awal dinas saya bertugas di Polda Metro Jaya. Kemudian selama delapan bulan bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam, termasuk anggota operasi pemulihan keamanan pada 2001-2002 sampai dengan bulan April.

Balik dari Nanggroe Aceh Darussalam, kami satu kompi diarahkan dimasukkan ke Unit Lantas Polda Metro Jaya. Saya bertugas di Sat Gatur sampai dengan 2008, kemudian dimutasikan di Sat Gatur Jakarta Selatan dan saya dipindahkan di Unit Lantas Pasar Minggu.

Bagaimana awal Anda berkeinginan menjadi anggota kepolisian?

Jadi diarahkan orangtua, "Mas, kamu mau tidak jadi anggota Polri?""Ya saya sih mau saja, Pak." "Ya sudah kamu siapkan fisik segala macam." Alhamdulillah saya daftar dan saya lulus. Dulu saya daftar pakai baju SMA (lalu tertawa, -red). Saat kelas 3 SMA. Dalam hati saya, selama itu tidak berbarengan dengan ujian saya, Insyaallah saya akan lulus. Alhamdulillah lulus.

Bagaimana Anda bisa terseret hingga terjadi peristiwa 'Spiderman'?

Kejadiannya saat itu kita sedang patroli rutin bersama Dinas Perhubungan. Saat kita patroli ditemukan satu kendaraan yang parkir di atas trotoar.

Saya menghampiri, berusaha untuk memeriksa kendaraan tersebut dan pengemudinya. Saya tanyakan, "Bapak mohon izin, Bapak melakukan pelanggaran karena kendaraan Bapak berada di atas trotoar. Saya ditunjukan surat-suratnya."

"Saya tidak melanggar. Di sini tidak ada rambunya." Saya bilang, "Di sini memang tidak ada rambunya, tapi fungsi trotoar untuk pejalan kaki, bukan untuk kendaraan parkir. Kalau bapak ingin belanja di dekat sini, di sana ada tempat parkir." Saya sampaikan seperti itu. Mungkin karena bapaknya terlanjur emosi.

Saya sudah sampaikan juga, "Bapak keluarkan saja suratnya. Kendaraan bapak tidak diderek, tapi saya buatkan surat tilang."

Itu saja. Tapi bapaknya tidak kooperatif dengan kita. Beliau masuk ke kendaraan. Sebetulnya, penumpang di samping bapak itu, ibunya, sudah teriak juga.

"Sudah, kasih saja suratnya. Kasih." Lalu, dia tetap mengemudikan ke depan. Saya bilang, "Pak tenang. Bapak keluarkan saja suratnya." Saya sudah berusaha menenangkan. Sampai ada ojek yang bilang, "Pak, itu polisi, kasih saja suratnya." Dia masih memaksa (kabur, -red). Maju lagi kendaraannya.

Saya bilang, "Pak, bapak tenang, saya keluarkan suratnya." Tapi masih saja bapak itu memaksa, menghindari kendaraan derek yang sudah memalang. Dia ambil kiri, saya tahan dan bilang, "Pak saya minta tolong, keluarkan suratnya. Bapak tenang."

Tapi bapaknya tidak mau, dia tambah gas, lalu terjadilah penyeretan itu, yang saya berada di kap mobil, hingga saya terbawa sampai 200 meter ke depan.

Dan di atas kap itu, saya bilang, "Pak berhenti, Pak." Ibunya juga sudah mengingatkan, "Pak, Bapak berhenti, Bapak minggir. Sudah saya saja yang turun. Bapak berhenti atau saya loncat. Lebih baik saya yang mati, Pak." Terus bapak itu bilang, "Jangan, Ma."

Akhirnya kendaraan itu menabrak kendaraan lain. Saya menenangkan diri dan saya tetap menghampiri. "Bapak mohon izin, boleh saya lihat surat-suratnya?" Baru dikasih.

"Ini surat-suratnya." Akhirnya saya ambil. Karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, karena massa sudah banyak, takut tidak terkendali, akhirnya kendaraan itu saya bawa ke Polsek Pasar Minggu. "Bapak kita ke Polsek Pasar Minggu."

Apa yang ada dalam pikiran Anda hingga nekad melakukan aksi 'Spiderman'?

Saya tidak terbesit apa-apa. Saat berada di atas kap mobil itu, saya mohon dan saya pasrahkan sama Yang Di Atas apa yang terjadi. Apapun yang terjadi saya terima.

Peristiwa ini menjadi sorotan warga net, hingga viral di media sosia. Bagaimana Anda melihatnya?

Ya, Alhamdulillah kalau responsnya banyak yang positif. Siapapun, dalam profesi apapun, harus jernih berpikir positif.

Saya berharap tidak ada lagi pengendara yang melanggar lalu lintas. Jangan melawan arus. Kalau memang salah, ya kooperatif dengan petugasnya. Sanksinya ya ditilang. Daripada memaksakan tindakan yang lain, saya rasa tidak baik juga.

Kasus Ini berujung damai. Apa latar belakangnya? Apa yang membuat Anda menarik laporan?

Dalam kasus ini, saya urungkan ego saya. Daripada saya melanjutkan dan saya harus kehilangan salah satu orang tua, bapak itu, apalagi Ibunya...(sambil lirih, -red) Masyaallah. Sudah sangat kuat.

Tadi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, saya bilang sama bapak, "Pak, Bapak tolong jaga Ibu. Berkali-kali saya sampaikan Bapak tolong jaga Ibu. Apalagi bapaknya lagi sakit."

Dalam hati kecil saya, kalau ini tidak menjadi masalah besar, saya selesaikan hari ini. Saya tutup kasus hari ini juga. Tapi tetap ada prosedur hukum, jadi kita harus menjalani.

Rasa kemanusiaan saya yang membuat saya akhirnya mencabut laporan. Saya hilangkan ego saya demi orang lain, untuk kebaikan.

Baru saja saya WhatsApp, "Bu mohon izin, mohon maaf sebelumnya. Mudah-mudahan Bapak tidak apa-apa karena kejadian ini." Saya sampaikan seperti itu. Responsnya, "Alhamdulillah Pak Eka, tidak apa-apa. Terima kasih." Ya namanya orang tua ya. Walaupun saya harus seperti apa, saya maafkan, saya ikhlas. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas