Laode M Syarif: Komisioner KPK Tak Bisa Lagi Memerintahkan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai Undang Undang KPK hasil revisi yang baru disahkan DPR RI tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan Jokowi
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai Undang Undang KPK hasil revisi yang baru disahkan DPR RI tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan Presiden Jokowi.
Menurut Laode M Syarif, Undang Undang KPK hasil revisi bukan membuat KPK semakin kuat seperti yang dikatakan Jokowi.
"Apa yang kami khawatirkan akhirnya menjadi kenyataan karena betul-betul UU yang ada sekarang itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Presiden dalam konferensi pers yang disampaikan beliau, bersama Menseseg dan KSP," ujar Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Baca: Jelang Pilkada Solo: Kandidatnya Bersaing Kuat dengan PDIP di Periode Sebelumnya, Ini Tanggapan PKS
Baca: Kami Sangat Terpukul, Rasanya Jauh dari Prilaku Beliau kata Salah Satu Pejabat Kemenpora
Baca: 15 Foto Obib Nahrawi, Istri Imam Nahrawi yang jadi Sorotan: Desainer yang Doyan Plesir
Menurut dia, UU KPK hasil revisi justru mempreteli kewenangan komisioner KPK.
Bahkan, menurutnya, dalam UU KPK hasil revisi, kewenangan komisioner KPK dikebiri.
"Beliau (Jokowi) mengatakan bahwa (KPK) akan diperkuat tetapi kenyataannya komisioner KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum sekarang. Jadi kewenangan komisioner seperti saya, saya tidak bisa lagi memerintahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. (kewenangan) ini hilang," ujar Syarif.
Minta KPK dibubarkan
Kepada Tribunnews.com, Ray Rangkuti menilai sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditiadakan setelah Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (17/9/2019).
Karena tujuh poin perubahan dalam UU KPK hasil revisi itu tidak ada yang lebih mendorong penguatan lembaga antirasuah.
"Dengan desain seperti saat ini, sebaiknya KPK ditiadakan. Tujuh poin hasil UU ini, tak ada yang lebih mendorong KPK untuk lebih kuat dalam menegakan hukum bagi para koruptor," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Rabu (18/9/2019).
Memang kata dia, semua kewenangan istimewa KPK tidak dicabut. Tapi dibuat rumit, penuh birokrasi dan tumpang tindih.
Batasan kasus dua tahun dan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) juga membuat kesinambungan untuk melakukan penyidikan atas satu kasus bisa terhenti.
Dalam UU KPK hasil revisi, seseorang yang kasusnya telah ditangani sampai dua tahun tapi tak jua naik kepenuntutan punya dasar yang kuat untuk meminta kasusnya dihentikan.