Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Golkar Dukung Jokowi Tunda Pengesahan Revisi KUHP

"Tentu kami menyetujui untuk ditunda, ini akan dibahas dalam Bamus (Badan Musyawarah) dan ini ditunda ke masa sidang berikutnya," kata Airlangga

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Golkar Dukung Jokowi Tunda Pengesahan Revisi KUHP
Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Kepala Polit Biro Hubungan Internasional Partai Komunis China (Head of Internastional Department Communist Party of China) Song Tao saling bertukar cenderamata seusai melakukan pertemuan di Hotel Shangri-La, Jakarta. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda oleh anggota DPR pada periode ini. 

"Tentu kami menyetujui untuk ditunda, ini akan dibahas dalam Bamus (Badan Musyawarah) dan ini ditunda ke masa sidang berikutnya," tutur Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (21/9/2019). 

Baca: Peneliti LIPI Sebut Jokowi Dengarkan Suara Rakyat soal Revisi KUHP

Menurut Airlangga Hartarto, pasal-pasal yang saat ini menjadi polemik akan dibahas kembali di panitia khusus atau panitia kerja yang nanti ditentukan, untuk mengakomodir masukan dari kalangan masyarakat. 

"Kami akan mendengarjan dari publik apa yang dipersoalkan. Menurut saya ini suatu hal yang penting dilakukan karena ini kepentingan publik lebih luas dan perlu disosialisasi," papar Airlangga Hartarto

Sebelumnya, Presiden Jokowi melihat ada sekitar 14 pasal di dalam revisi KUHP yang perlu ditinjau kembali dengan seksama. 

"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal (perlu ditinjau kembali)," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9/2019).

Berita Rekomendasi

Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak. 

"Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi yang ada," tutur Jokowi. 

Baca: 5 Fakta Pria Tewas Diduga Dipukul Oknum Polisi: Berawal dari Ditilang hingga Minta Berhenti Dipukul

Melihat kondisi tersebut, Jokowi pun mengaku telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan ke DPR bahwa revisi KUHP tidak disahkan pada periode ini. 

"Pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahan tidak dilakukan DPR periode ini. Saya harap DPR punya sikap sama sehingga pembahasan RUU KUHP dilakukan dpr periode berikutnya," ucap Jokowi.

PKS tak setuju

Nasir Djamil.
Nasir Djamil. (Chaerul Umam/Tribunnews.com)

Anggota Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dari PKS, Nasir Djamil tidak setuju dengan permintaan Presiden Jokowi kepada DPR menunda pengesahan RKUHP.

Sebelumnya, presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP dalam sidang paripurna.

Baca: RKUHP : Jokowi Sebut Ada 14 Pasal Bermasalah, Minta Ditunda, Menhumkan Segera Jaring Masukan

"Sebaiknya jangan ditunda," ujar Nasir Djamil saat dihubungi, Jumat, (20/9/2019).

Menurutnya, jika presiden Jokowi tidak setuju dengan sejumlah pasal yang ada dalam RKUHP, masih bisa membahasnya dengan DPR.

14 pasal yang dipermasalahkan presiden menurutnya bisa dibahas, sebelum disahkan dalam rapat paripurna 24 September mendatang.

"Saya yakin dalam waktu singkat bisa diselesaikan yang belum sesuai itu," katanya.

Menurut Nasir Djamil, selama ini pemerintah telah sepakat dengan sejumlah pasal dalam RKUHP.

Kesepakatan tersebut terbukti dengan dilakukannya pengambilan keputusan tingkat 1 antara DPR dan pemerintah (Raker) yang menyetujui RKUHP akan disahkan dalam Rapat Paripurna.

"Sebab pengambilan putusan tingkat satu sudah dilakukan dan tidak ada sinyal bahwa presiden akan menunda pengesahan RUU KUHP," pungkasnya.

Dalam pembahasan RKUHP pemerintah tampak inkonsisten. ‎

Dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM, setuju dengan seluruh pasal revisi KUHP untuk disahkan dalam sidang Paripurna yang rencananya digelar pada 24 September mendatang.

Namun, pemerintah kemudian meminta penundaan pengesahan tersebut.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyampaikan ke DPR, agar tidak mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Sudah saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).

Jokowi mengaku terus mengikuti perkembangan pembahasan revisi KUHP yang dilakukan pemerintah dan DPR secara seksama.

"Setelah memcermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada beberapa materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," tutur Jokowi.

Menurut Jokowi, pemerintah dan DPR perlu meninjau kembali serta melakukan menerima masukan dari kalangan masyarakat sebagai upaya penyempurnaan RUU KUHP.

Baca: Isu RKUHP Mencuat, Ahli Temukan Hal Unik di Twitter, Khususnya Sikap Rocky Gerung dan Said Didu

"Tadi saya lihat materi yang ada, substansi yang ada ada, kurang lebih 14 pasal (harus ditinjau ulang)," ucap Jokowi.

"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama, sehingga pembahasm RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," sambung Jokowi.

Jokowi dengarkan suara rakyat

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko (kiri) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Warta Kota/henry lopulalan
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko (kiri) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Warta Kota/henry lopulalan (Warta Kota/henry lopulalan)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menunda mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hasil revisi.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menilai Presiden Jokowi mendengar suara rakyat.

Baca: Demi Menghemat Bujet, Keluarga Ini Rela Tidur di Jalanan Saat Liburan di Italia

"Semoga elite selalu mendengar suara rakyat," ujar Indria Samego kepada Tribunnews.com, Sabtu (21/9/2019).

Dia berharap stilah vox populi vox Dei (suara rakyat suara Tuhan) tidak sekedar pepatah yang tidak pernah diperhatikan para elite di negeri ini.

"Untuk apa istilah vox populi vox Dei (suara rakyat suara Tuhan) dipakai kalau gak diperhatikan. Jangan sekedar diomongkan," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas