Seekor Macan Tutul dan Macan Kumbang Tertangkap Camera Trap di Balai TNGHS
Tim Pengendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menemukan seekor macan tutul jawa dan macan kumbang yang diyakini pop
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Tim Pengendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menemukan seekor macan tutul jawa dan macan kumbang yang diyakini populasinya meningkat.
Berdasarkan hasil pemantauan camera trap yang dipasang di Curug Macan dekat Cikaniki Research Station selama kurun tiga tahun terakhir, populasi satwa eksotis tersebut setiap tahunnya diketahui bertambah.
Cikaniki Research Station Balai TNGHS di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah salah satu jalur lintas atau wilayah teritori macan tutul dan macan kumbang.
Menurut Kepala Resort Stasiun Penelitian Cikaniki Muhammad Arsa, hewan karnivora tersebut memang dikenal mempunyai wilayah jelajah sendiri.
Proses pemantauan kamera sengaja ditempatkan di sejumlah lokasi meliputi hutan kawasan Kabupaten Bogor, Sukabumi sampai Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Tujuannya untuk mengetahui keberadaan satwa dilindungi itu beserta persebaran habitatnya.
Baca: Jadi Ekowisata, Hutan Hujan Tropis Terluas di Jawa,Balai TNGHS Dihuni 700 Flora dan 264 Jenis Burung
Baca: Pertempuran Laut Aru, Komodor Yos Sudarso Tenggelam Bersama KRI Macan Tutul
Baca: Lihat Aksi Spiderman Atasi Kebakaran Lahan di Pontianak, Ini Foto-foto dan Videonya
"Keberadaan mereka berada di sekitar Gunung Halimun Utara, untuk memantau jumlah mereka kita gunakan Camera Trap, tahun 2016 terakhir kita cek ada sebanyak 68 individu macan tutul. Hewan itu punya cakupan teritori 600 hektar sampai 700 hektar termasuk area Cikaniki," ujar Arsa di Cikaniki Research Station, Bogor, Sabtu (21/9/2019).
Camera trap saat itu selain merekam macan tutul dan macan kumbang, juga memotret satwa lainnya yang dilindungi yakni owa jawa dan elang jawa.
"Ciri khas kotoran macan tutul adalah dari ditemukannya bulu hewan yang mereka mangsa, salah satunya di lokasi Curug Macan. Hewan itu sering berjemur di batu besar dekat dengan lokasi curug," kata Arsa.
Kepada Tribunnews.com, Arsa menunjukan lokasi batu besar tempat macan tutul biasa berjemur, batu itu berada di tengah-tengah sungai berdekatan dengan curug setinggi 7 meter. Air curug tumpah langsung ke Sungai Cikaniki yang jernih memancing siapapun untuk menceburkan diri.
Menurut Arsa, bukan hal yang aneh ketika hewan itu berpapasan dengan para pendaki atau warga sekitar. Tips untuk menghindari interaksi adalah dengan memilih untuk menghindar atau sesekali berjalan sambil melihat ke arah belakang.
"Ketika melihat hewan itu lebih baik menghindar, ketika berjalan beriringan sesekali yang berada di posisi terakhir selalu melihat ke belakang untuk mengawasi. Namun sejauh ini aman, kita juga memberikan tanda peringatan di beberapa tempat yang memang lintasan macan tutul," kata Arsa.
Arsa mengakui, ada beberapa kejadian di mana macan tutul bersentuhan langsung dengan pemukiman warga bahkan menyantap peliharaan milik warga. Namun keberadaan macan di area penyangga tersebut bukan karena kehabisan mangsa.
"Terkadang mereka mengejar hewan buruan sampai ke pemukiman penduduk, karena posisinya seperti itu akhirnya mereka juga memangsa peliharaan milik warga. Sejauh ini mangsa mereka seperti Owa dan mencek (kijang) masih tersedia," katanya.
Selain itu, untuk mencegah aksi perburuan satwa dilindungi dan perusakan hutan, pihak Balai TNGHS terus melakukan sosialisasi ke masyarakat di kaki Gunung Salak hingga Gunung Halimun Salak. Termasuk melibatkan komunitas pecinta alam dan lainnya untuk terus mengkampanyekan kelestarian satwa maupun hutan.
"Jadi kalau ada perburuan untuk segera melapor ke kami. Jika ada kasus macan turun gunung jangan ditangkap menggunakan perangkap, sebaiknya dihalau saja dan laporkan supaya bisa melakukan penghalauan bersama-sama," ujar Arsa.
Selain itu, petugas juga aktif berpatroli dan memberikan akses kepada masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan ini. Sehingga masyarakat sekitar ikut berpartisipasi membantu menjaga kelestarian satwa maupun hutan di kawasan TNGHS.
"Alhamdulillah, selama kurun tiga tahun terakhir ini tidak ada kasus perburuan menggunakan perangkap. Ini berkat peran masyarakat yang kita libatkan menjadi pemandu, pemberi informasi dan penyediaan (menjual) makan dan minuman," kata Arsa.