Kapolri Sebut Rusuh di Wamena Gara-gara Salah Paham, Guru Bilang 'Keras', Murid Dengarnya 'Kera'
"Tone logat Papua kan sedikit berbeda dengan yang lainnya. Dalam konteks ini, kedengaran (huruf) 'S'-nya agak lemah," ujar Tito.
Editor: Hasanudin Aco
![Kapolri Sebut Rusuh di Wamena Gara-gara Salah Paham, Guru Bilang 'Keras', Murid Dengarnya 'Kera'](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kapolri-tito-karnavian-da.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengakui, kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) kemarin, salah satunya disulut oleh isu rasisme guru terhadap muridnya di salah satu sekolah di Wamena.
"Di SMA PGRI, ada isu seorang guru yang sedang mengajar menyampaikan kepada muridnya, 'kalau berbicara, keras'," ujar Tito dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Politik Hukum Keamanan Jakarta, Selasa (24/9/2019).
"Tapi terdengar oleh sang muridnya 'kera' sehingga muncul lagi (isu), si pelajar itu bilang ke orang lain 'saya dikatakan', mohon maaf, 'kera'. Padahal, yang dimaksud (guru) adalah 'jangan bicara keras'," lanjut Tito seperti dikutip dari artikel Kompas.com berjudul "Kapolri Akui Rusuh Wamena Disulut Salah Paham, "Keras" Jadi "Kera".
Baca: Kabar Terkini Kerusuhan di Wamena: Korban Tewas jadi 26 Orang
Tito yang pernah menjabat Kepala Polda Papua mengakui, logat Papua memang unik. Ada kata-kata di mana huruf terakhir tidak terlalu menonjol dilafalkan.
"Tone logat Papua kan sedikit berbeda dengan yang lainnya. Dalam konteks ini, kedengaran (huruf) 'S'-nya agak lemah," ujar Tito.
Meski demikian, Tito memastikan, informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya dan masih dalam tataran isu yang merebak di tengah masyarakat.
Tito sekaligus menyampaikan bahwa kepolisian sudah mendeteksi kelompok yang menyebarkan isu ini ke tengah masyarakat.
"Kami yakin, yang mengembangkan (isu) itu adalah underbow (United Liberation Movement for West Papua /ULMWP) yang mengenakan seragam SMA. Merekalah yang menyebarkan isu ada guru rasisme dan menyatakan kata-kata tidak pantas yang melukai hati," ujar Tito.
"Padahal, sekali lagi, informasi ini belum tentu benar," lanjut dia.
Dalam kerusuhan itu sendiri, sebanyak 26 orang meninggal dunia.
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian.
Sementara, empat orang lain yang meninggal dunia adalah masyarakat asli Papua.
Tito menjelaskan, mereka meninggal dunia akibat kekerasan yang terjadi saat kerusuhan di Wamena. Ada juga yang meninggal karena tempat tinggalnya dibakar. "
Mereka meninggal akibat luka bacok dan akibat terbakar, di dalam rumahnya atau rukonya yang dibakar," ujar Kapolri.
Selain korban meninggal dunia, Tito juga menyebut bahwa ada 66 orang terluka akibat kerusuhan itu. Mereka yang terluka kemudian dibawa ke rumah sakit di Wamena.
Kronologis
Tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa terjadi aksi pembakaran berlangsung di kantor bupati, kantor PLN, dan sejumlah ruko.
"Jadi tadi kantor bagian keuangan di kantor bupati dibakar, PLN juga dibakar. Dan beberapa kios kecil di pinggir rumah jalan, itu dibakar," kata tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, melalui sambungan telepon kepada BBC Indonesia, Senin (23/09).
Jhon Djonga--sapaan Yohannes Djonga--mengatakan aksi ini dipicu oleh pernyataan rasial dari seorang guru kepada seorang siswa di SMA PGRI, Sabtu (21/09).
Karena tidak terima, siswa di SMA PGRI kemudian berencana untuk berunjuk rasa Senin (23/09).
"Tapi besoknya hari Minggu. Jadi belum bereaksi. Ternyata sudah beredar hari ini, mereka memang anak-anak mau demo ke polisi, lapor tentang ibu guru itu," tambah Jhon Djonga.
Baca: Wamena Rusuh, Ratusan Warga Mengungsi Ke Markas Polres dan Kodim
Baca: Sempat Rusuh, Aparat Berhasil Kendalikan Suasana di Wamena
Menurut keterangan Jhon Djonga, aksi ini juga melibatkan hampir seluruh siswa di SMA Wamena lantaran para siswa SMA PGRI mendatangi sekolah-sekolah lain dan mengajak seluruh pelajar untuk berdemonstrasi.
"Mereka (rencana awal) ke kantor polisi, ke polres, tapi kemudian karena tidak teroganisir ada yang ke polres ada yang ke kantor bupati," tambah Jhon Djonga.
Hingga informasi ini diturunkan, kata Jhon Djonga, seluruh jalan masuk ke dalam kota Wamena sudah dijaga ketat kepolisian. Siswa SMA yang berunjuk rasa kini berkumpul di depan kantor bupati.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan kepada wartawan bahwa situasi "sedang ditangani oleh aparat polri dan TNI untuk meredam dan mitigasi agar tidak meluas tindakan anarkis oleh massa."
Menurutnya, "saat ini masih dapat dikendalikan oleh aparat keamanan".
Beberapa saat sebelumnya, Kapolres Jayawijaya AKBP Toni Ananda yang dihubungi kantor berita Antara mengatakan, situasi keamanan saat ini belum terkendali. "Sabar, masih chaos," ujar Toni.
Kericuhan ini menyebabkan operasional Bandara Wamena, Senin (23/9) dihentikan sementara, kata Kepala Bandara Wamena Joko Harjani kepada Antara.
Penghentian operasional bandara dilakukan sekitar pukul 10.30 WIT dengan menerbangkan tiga pesawat cargo yang sebelumnya berada di Bandara Wamena.
"Saat ini sudah tidak ada pesawat di bandara," kata Joko seraya menambahkan, bandara akan dibuka bila ada permintaan dari pihak kepolisian atau militer.
Bandara Wamena yang terletak di Lembah Baliem setiap hari melayani 120 penerbangan dari dan ke Wamena.
Tingginya aktivitas penerbangan itu disebabkan Wamena menjadi pintu masuk ke beberapa kota dan kampung di Kawasan Pegunungan Tengah, kata Joko Harjani.
Penjelasan Kapolda Papua
Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar (hoaks).
"Wamena minggu lalu ada isu, ada guru yang mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas mereka melakukan aksi," ujarnya di Jayapura sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Rudolf mengklaim kepolisian sudah mengonfirmasi isu tersebut dan memastikannya tidak benar.
"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan tidak ada kalimat rasis, itu sudah kita pastikan. Jadi kami berharap masyarakat di Wamena dan di seluruh Papua tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum tentu kebenarannya," tuturnya.
Pagi ini, sambung Rudolf, Brimob dan Bupati Jayawijaya sudah mendekati massa agar massa tidak melakukan tindakan-tindakan anarkistis.
Namun ia mengakui bahwa massa telah melakukan tindakan anarkistis.