Gerakan Buruh dan Rakyat Desak Polisi Bebaskan Dandhy Dwi Laksono
Mereka menilai bahwa penangkapan tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan berpendapat
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penangkapan Jurnalis Dandhy Dwi Laksono menuai kecaman banyak pihak.
Salah satunya Gerakan Buruh bersama Rakyat (GEBRAK).
Baca: Angga Dwimas Sasongko, Ernest Prakasa Protes Keras Penangkapan Ananda Badudu dan Dandhy Laksono
Mereka menilai bahwa penangkapan tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan berpendapat.
"Ini juga akan menciptakan preseden buruk bagi Indonesia yang mendapatkan buah demokrasi dari perjuangan reformasi. Untuk itu, kami mendesak Polda Metro Jaya membebaskan Dandhy Dwi Laksono," ujar Juru Bicara GEBRAK Damar Panca, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, (27/9/2019).
Menurutnya, penangkapan ini sebagai upaya pembungkaman terhadap orang-orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Mereka yang kritis dibungkam dengan pasal karet UU ITE.
"Kami menganggap pasal-pasal karet dalam UU ITE ini menyasar orang seperti Dandhy yang memblejeti kebijakan pemerintah. Ia belakangan mengkritik kebijakan pemerintah terhadap Papua melalui sosial media dan debat terbuka dengan politikus PDIP Budiman Sudjatmiko. Ia juga menggunakan pengaruh di sosial media dengan pengikut 71 ribu di platform Twitter untuk mengemukakan gagasannya," katanya.
Menurutnya, penangkapan Dandhy Dwi Laksono merupakan preseden buruk terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang Isinya, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
"Kebebasan berpendapat merupakan hal vital yang menjaga demokrasi. Sebab, kelompok marjinal dan tertindas, seperti buruh, membutuhkan jaminan kebebasan berpendapat untuk melawan penindasan. Hak dasar ini juga mutlak wajib dijamin negara agar berbagai persoalan dapat diselesaikan secara damai dan tidak terkanalkan dalam kekerasan-kekerasan yang tidak diperlukan," katanya.
Baca: Hotman Paris Soroti RUU Pertanahan, Ajak Perusahaan Properti untuk Berjuang: Rakyat Akan Dirugikan!
Oleh karena itu pihaknya mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya membebaskan Dandhy Dwi Laksono.
Selain itu, buruh dan rakyat juga mendesak agar kepolisian tetap bersikap profesional dengan tetap objektif tanpa terpengaruh kepentingan politik.
Ditangkap Polisi
Baca: Soal Penangkapan Ananda Badudu, PAN: Orang Biayai Demo Itu Biasa
Sebelumnya, Dandhy Dwi Laksono, jurnalis dan juga sutradara film Sexy Killers, diamankan aparat kepolisian.
Dia dibawa ke Mapolda Metro Jaya atas dugaan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan AntarGolongan (SARA), melalui media sosial Twitter.
Penasihat Hukum Dandhy Laksono, Alghiffari Aqsa, mengatakan Dandhy Dwi Laksono diamankan aparat kepolisian dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya pada Kamis (26/9/2019) sekitar pukul 23.00 WIB.
"Dandhy ditangkap dan telah dijadikan tersangka dengan tuduhan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 A ayat (2) UU ITE dan/Atau Pasal 14 dan Pasal 15 KUH Pidana karena alasan status/posting di media twitter mengenai Papua," kata Alghiffari Aqsa, dalam keterangannya, Jumat (27/9/2019).
Dia menjelaskan, selama ini Dandhy Dwi Laksono kerap membela dan menyuarakan berita-berita tentang Papua.
Baca: Profil Dandhy Laksono Tersangka Ujaran Kebencian soal Papua, Sexy Killers hingga Opini soal Megawati
Menurut dia, apa yang dilakukan Dandhy Dwi Laksono adalah bentuk upaya memperbaiki kondisi HAM, dan demokrasi, serta merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa masyarakat dan publik luas dapat informasi yang berimbang.
"Malam ini Dandhy diperiksa dan didampingi oleh Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, KontraS, Imparsial, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Partai Hijau Indonesia, Amnesty Internasional Indonesia, AMAR Lawfirm," kata dia.