Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PB HMI Nilai Perppu KPK Belum Diperlukan

Selain UU KPK, HMI juga mengajak para mahasiswa untuk melakukan diskusi dan kajian terkait RUU lainnya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in PB HMI Nilai Perppu KPK Belum Diperlukan
Vincentius Jyestha
Ketua Umum PB HMI Saddam Al-Jihad (kedua kanan) dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, di Jakarta, Sabtu (28/9/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) belum diperlukan.

Pernyataan ini menanggapi permintaan protes mahasiswa yang mendesak pemerintah melakukan revisi pada Undang-Undang KPK, karena dipandang sebagai bentuk pelemahan lembaga antirasuah tersebut.

"Perppu ini ketika kondisi genting, ketika terjadi kekosongan instrumen hukum. Ini kan sudah ada instrumen hukum. Jadi yang paling tepat adalah judicial review," kata Ketua Umum PB HMI Saddam Al-Jihad dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, di Jakarta, Sabtu (28/9/2019).

Dengan judicial review, lanjut Saddam, mahasiswa dan masyarakat memiliki waktu untuk mengkaji poin-poin yang dianggap kontroversial dalam UU KPK.

Baca: PDIP Yakin Jokowi Bakal Bahas Penerbitan Perppu KPK Bersama DPR

Apalagi Perppu ini nantinya akan dibahas lagi di DPR untuk meminta pandangan DPR apakah menyetujui atau menolak Perppu KPK tersebut. 

"Jangan sampai ketika sudah sampai keluar Perppu, dibantah lagi Perppu ini. Kalau misalnya seperti itu, maka yang paling elegan itu judicial review. Lebih baik dituntaskan di sana," terang dia.

Selain UU KPK, HMI juga mengajak para mahasiswa untuk melakukan diskusi dan kajian terkait RUU lainnya.

Berita Rekomendasi

Dialektika semacam itu, menurut Saddam, lebih sehat secara demokrasi.

"Kalau misalnya ajakan ini dipelintir dan ditolak, ini berarti ada satu tolak ukur gerakan yang salah. Tolak ukur yang kemudian dieksekusi untuk target-target tertentu. Ini berbahaya," ujar dia.

Saddam menambahkan, gerakan mahasiswa yang terjadi pada 23-24 September 2019 lalu memang patut diapresiasi. Kendati demikian, aksi tersebut harus berumur panjang.

Dengan demikian, untuk menjaga gerakan mahasiswa tetap pada substansi, maka diperlukan kajian dan evaluasi, untuk aksi-aksi selanjutnya.

"Aksi sudah, sekarang kita kaji, lalu kita evaluasi, nanti aksinya model seperti apa, misalnya kita masuk audiensi dialog dua arah dengan pemerintah. Ini merupakan sintesis hubungan pemerintah dan rakyat, pemerintah dan mahasiswa. Ini yang harus kita rawat bersama-sama," tandas dia.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas