Jokowi Pertimbangkan Terbitkan Perppu KPK, Margarito Kamis: Apa yang Genting ?
Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengingatkan Presiden Joko Widodo tidak terburu-buru menerbitkan Perppu KPK
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengingatkan Presiden Joko Widodo tidak terburu-buru menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terhadap Undang-Undang tentang KPK hasil revisi.
Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan Dalam hal ihwal kegantingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Dia menjelaskan, pasal tersebut menjadi syarat mutlak penerbitan Perppu.
Namun, kata dia, presiden tidak bisa secara serampangan menentukan pada saat ini situasi negara sedang genting.
Baca: Bamsoet Beberkan Hasil Kesepakatannya Dengan Airlangga Hartarto
Baca: Rektor Paramadina: Tax Amnesty Jilid II Perlu Dipertimbangkan
Baca: Tukang Ojek Motor di Tegal Bisa Jadi Kenakan Tarif Termahal, 1 Kilometer Rp 60 Ribu
"Saya tidak setuju (penerbitan perppu,-red). UUD 1945 kasih syarat, keadaan itu mesti genting. Apa yang genting? Tidak ada, menurut saya," kata Margarito, saat dihubungi, Senin (30/9/2019).
Lantas, apa yang dimaksud kalimat "dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa"
Margarito mempertanyakan, apakah pada saat ini ada yang mengakibatkan negara tidak dapat menunaikan kewajiban.
Selain itu, kata dia, KPK juga masih dapat menjalankan tugas di bidang penegakan hukum.
"Mari lihat di KPK ini (UU KPK hasil revisi,-red) dianggap melemahkan. Tidakkah sampai saat ini, KPK tetap bekerja. Biasa saja," ujarnya.
Apabila memaksakan penerbitan Perppu itu, dia menilai, presiden dinilai telah menjalankan kekuasaan secara otoriter. Sebab, kata dia, presiden membuat produk hukum untuk kepentingannya.
"Hukum seperti ini jembatan terbaik menuju otoritarian. Hanya dalam rezim otoritarian, tindak tanduk rezim didasarkan pada hukum. Perppu itu bisa menjadi instrumen perluasan kekuasaan presiden. Itu bahaya. Kriteria keadaan genting itu mesti objektif dapat dicek dan terukur," kata dia.
Dia menyarankan kepada presiden atau dalam hal ini pemerintah untuk melakukan diskusi-diskusi mengenai produk perundang-undangan yang akan dibuat.
"Orang-orang demonstrasi sangat intelektual. Jadi kalau dikasih diajak bicara didialogkan hal bersifat rasional masih bisa dimengerti. Jangan lupa membuka diskusi masuk ke lapangan dengan argumen kredibel yang rasional. Itu yang mesti mereka bawa," tambahnya.