Seruan Unjuk Rasa di Gedung Sate Hari Ini Disebar di Medsos, Polisi Belum Terima Surat Pemberitahuan
Seruan untuk berunjuk rasa di Gedung Sate pada Senin (30/9/2019) hari ini kembali ditemukan di media sosial Instagram pada Minggu (30/9/2019) kemarin.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Seruan untuk berunjuk rasa di Gedung Sate pada Senin (30/9/2019) hari ini kembali ditemukan di media sosial Instagram pada Minggu (30/9/2019) kemarin.
Akun yang menyebarkan di antaranya, kolektifa, pembebasanbandung, aliansirakyatantipenggusuran hingga aliansipelajarbandung.
Seruan itu agar semua pihak kembali turun ke jalan menuntut pembatalan UU KPK, menolak pengesahan RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, RUU Pertanahan, Pemasyarakatan hingga batalkan pimpinan KPK bermasalah.
Dalam postingannya, mereka memilih diksi'Rakyat Gugat Negara' dan 'Aliansi Rakyat Menggugat (Alarm)'.
"Tanpa pemimpin, tanpa penokohan, tanpa kompromi, Aliansi Rakyat Menggugat adalah semua dari kita yang sepakat memperjuangkan 7+1 dari tuntutan kita," bunyi seruan unjuk rasa sepeerti dikutip dari akun Instagram pembebasanbandung.
Saat dikonfirmasi soal rencana aksi itu, pihak kepolisian belum menerima surat pemberitahuan aksi dari kelompok tersebut.
Pemberitahuan aksi itu sudah diamanatkan di Pasal 11 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Di pasal itu, diatur mengenai surat pemberitahuan menyampaikan pendapat. Yakni, maksud dan tujuan, tempat lokasi dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab serta nama dan alamat organisasi kelompok atau perseorangan hingga jumlah peserta.
Baca: Sales Motor Dianiaya Hingga Tewas karena Tak Bisa Menunjukkan Alamat Perempuan Bernama Ayu
"Tapi sejauh ini kami belum menerima pemberitahuan aksi unjuk rasa dari kelompok tersebut. Seharusnya ada pemberitahuan ke pihak kepolisian dengan mencantumkan nama penanggung jawabnya siapa, kelompoknya apa sebagaimana diatur di Undang-undang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," ujar Kapolrestabes Bandung, Kombes Irman Sugema via ponselnya, Minggu (30/9/2019).
Akun-akun itu juga menyebarkan seruan unjuk rasa pada Selasa (24/9/2019) di Gedung Sate.
Kelompok tersebut saat berunjuk rasa, berakhir dengan ricuh sekitar pukul 16.00 dan pukul 20.00 WIB. Saat itu, massa pelajar juga hadir.
Berkaca pada aksi kelompok tersebut pada aksi 24 September di Gedung DPRD Jabar, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menegaskan kelompok tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan aksi.
"Di Undang-undang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, harus jelas siapa yang berunjuk rasa dan siapa penanggung jawabnya. Kelompok tersebut tidak ada pemberitahuan, berarti sudah ada pelanggaran terhadap undang-undang," ujar Trunoyudo.
Berkaca pada kejadian unjuk rasa 24 September lagi, soal kehadiran massa pelajar di bawah umur.
"Itu juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 15 huruf a menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik," kata Trunoyudo.
Polda Jabar sudah berkoordinasi dengan seluruh kepala sekolah SMA/SMK di Jabar sudah mendatangi mereka.
Baca: Putu Eka Terbujur Kaku di Kamar Hotel, Headset Masih Melekat di Telinganya
"Bahwa seruan ajakan unjuk rasa pada anak-anak itu namanya eksploitasi anak dan kami meminta sekolah jangan terkecoh," ujar Trunoyudo.
Penyekatan Sejumlah Jalan
Pada Senin (30/9/2019), polisi akan melakukan penyekatan di sejumlah jalan menuju Gedung Sate, mengantisipasi ada pelajar yang akan berunjuk rasa.
"Kami akan lakukan yang sifatnya pencegahan, bukan represif. Selamatkan anak-anak yang berangkat ke Gedung Sate untuk dikembalikan ke sekolah atau rumahnya masing-masing. Kami juga berharap KPAI turut serta mencegah anak-anak terlibat bentrok," katanya.
Dia menambahkan, Subdit V Ditreskrimsus Polda Jabar tengah menyelidiki siapa dibalik akun-akun yang menyebarkan seruan unjuk rasa pada pelajar.
"Ya, kami lakukan penyelidikan lewat Subdit V Ditreskrimsus Polda Jabar," katanya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait mengatakan pelibatan anak untuk dimobilisasi ikut serta demonstrasi, berbuat anarkis merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar hak anak.
"Oleh karena itu, siapapun dan pihak manapun yang mengeksploitasi anak untuk kegiatan politik dan menanamkan paham-paham radikalisme, ujaran kebencian kepada anak harus segera dihentikan," ujar Arist, dalam keterangan tertulisnya.
Baca: Juru Bicara Komite Nawacita: Jokowi Harus Batalkan Pengesahan Revisi KUHP
Sementara itu, massa mahasiswa di Kota Bandung kembali akan berunjuk rasa di Gedung Sate pada Senin (30/9/2019). Sejumlah perwakilan perguruan tinggi akan keluar kampus dan berbondong-bondong ke kantor Pemprov Jabar itu.
Hanya saja, isu yang disuarakan tidak lagi menyangkut soal keseluruhan tuntutan seperti yang disuarakan pada pekan lalu.
Seperti misalnya tuntutan membatalkan UU KPK yang sudah disahkan, menolak pengesahan RKUHP, RUU Pertanahan hingga Minerba.
"Untuk aksi besok kami mengusung tuntutan agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK dan mengusut tuntas penyelidikan kasus tewasnya dua mahasiswa dan satu pelajar dalam unjuk rasa sepekan kemarin," ujar Ketua BEM Telkom University, Yusuf Sugiarto via ponselnya, Minggu (29/9/2019).
Yusuf berpendapat, tuntutan agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK lebih urgent. Apalagi, tuntutan soal RKUHP sudah dikabulkan Joko Widodo dengan menunda pengesahan RKUHP.
"Kami tetap fokus untuk agar Presiden mengeluarkan Perppu KPK. Soal RKUHP itu ditunda, sekalipun itu bahasanya politis. Yang pasti ini momentum tepat karena DPR akan menggelar paripurna terakhir," ujar dia.
Baca: Mengintip Aktivitas Eva Kusuma Sundari dan Fahri Hamzah Berbenah Siap Tinggalkan Gedung DPR RI
Berkaca pada aksi Senin (23/9/2019), massa mahasiswa dari Telkom University terbilang banyak dibanding dari kampus lain.
Aksi mereka juga hingga malam hari namun berakhir dengan ricuh setelah mereka pertama kali agresif terhadap aparat kepolisian.
Sikap mereka kemudian dibalas dengan semprotan water canon serta gas air mata.
"Untuk besok kami masih akan total. Meminta agar pemerintah mengabulkan tuntutan kami, jika tidak kami akan duduki Gedung Sate," ujar Yusuf.
Yusuf mengakui kericuhan pekan lalu tidak lepas dari kelompok tak dikenal yang menyusup kemudian melakukan pelemparan batu ke arah polisi.
"Untuk aksi besok kami akan lebih solid, lebih total lagi," ujar Yusuf.
Disinggung soal seruan aksi di media sosial Instagram yang banyak beredar sepanjang Minggu (29/9/2019) dan masih dengan isu yang sama seperti pekan lalu, Yusuf mengatakan pihaknya tidak menyebarkan seruan tersebut.
"Dari kami tidak menyebarkan seruan untuk unjuk rasa di media sosial. Hingga kini kami masih terus konsolidasi penguatan massa mahasiswa," ujar dia.