Sempat Digugat Ke MK Karena Foto, Evi Apita Maya Kini Lega Usai Dilantik Jadi Anggota DPD RI
Evi Apita Maya akhirnya resmi menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Evi Apita Maya akhirnya resmi menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Setelah mengikuti pengambilan sumpah dan janji di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019), Evi mengungkap kelegaannya karena resmi menjabat sebagai anggota DPD RI.
"Lega, alhamdulillah semua sudah berjalan dengan lancar," ungkap Evi saat ditemui di Kompleks Parlemen.
Evi akan mengambil langkah awal untuk menjalankan tugas selaku senator mewakili NTB setelah dirinya dilantik.
Ia pun berharap, lewat struktur keanggotaan yang baru, DPD bisa mengarah terhadap kebijakan yang lebih baik dari sebelumnya.
Baca: Nyetir Mobil Sendiri, Kok Playlist Mobil Ganti ke Lagu Lingsir Wengi? Pria Ini Takut Sampai Nangis
Baca: Nasir Djamil Berharap Tetap Ditempatkan di Komisi yang Menaungi Bidang Polhukam
Baca: Diminta Komentarnya Soal Pelantikan Mulan Jameela, Dul Jaelani Malah Singgung John Lennon
"InsyaAllah saya akan menjalankan tugas dan kewajiban saya sebagai DPD RI, khususnya untuk dapil NTB. Semoga nanti DPD ke depannya akan lebih baik," ujar dia.
Saat disinggung soal kemungkinan ia terjun dalam perebutan kursi pimpinan DPD, Evi menilai masih banyak anggota DPD lain yang lebih senior dan berpengalaman.
"Untuk sementara belum kayanya masih ada beliau-beliau yang senior," katanya.
Sebelum resmi dilantik, Evi Apita Maya harus lebih dulu menempuh jalan panjang untuk bisa sampai ke titiknya saat ini.
Pasalnya, perolehan suara Evi sebesar 283.932 suara pada Pemilu 2019 kemarin, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh caleg DPD lainnya, Farouk Muhammad.
Salah satu tuduhannya, Evi dianggap mengedit pasfoto miliknya secara berlebihan di surat suara dan baliho kampanye.
Editan foto Evi tersebut dianggap Farouk cukup mempengaruhi hasil perolehan suara.
Baca: Ancam dan Tempelkan Sebilah Golok ke Leher Korban, Pria Bertato Ini Berurusan dengan Polisi
Baca: Sosok Pimpinan Baru DPR Periode 2019-2024: Ketua DPR Perempuan Pertama hingga Mantan Menteri Jokowi
Usai Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara sengketa hasil Pemilu yang dimohonkan Farouk, MK kemudian memutus menolak dalil permohonan sengketa hasil Pemilihan Umum DPD Nusa Tenggara Barat tersebut.
Mahkamah menolak perkara nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 untuk seluruhnya.
"Amar putusan mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi Termohon pihak terkait satu, pihak terkait dua. Dalam pokok permohonan Pemohon, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Farouk dalam pokok permohonannya mendalilkan Calon DPD NTB nomor urut 26 Evi Apita Maya selaku pihak terkait 1 melakukan pelanggaran administrasi dengan tuduhan melakukan pengeditan pasfoto di luar batas kewajaran.
Atas dalil Pemohon, mahkamah berpendapat bahwa pelanggaran tersebut seharusnya dilaporkan dan diselesaikan oleh Badan Pengawas Pemilu.
Mahkamah beranggapan bahwa setiap pemilih punya preferensi yang bervariasi menggunakan hak suaranya. Sekaligus, memiliki kerahasiannya atas pilihannya masing-masing yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
"Oleh karena itu dalil Pemohon a quo harus dikesampingkan dan karenanya harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," sebut Hakim MK Suhartoyo.
Untuk dalil Pemohon soal tindakan pengelabuan yang dilakukan Evi Apita Maya pada alat peraga kampanye, mahkamah berpendapat hal demikian termasuk jenis pelanggaran proses sengketa Pemilu yang seharusnya juga dilaporkan ke Bawaslu.
Masih berkutat soal tatib
Pemilihan Pimpinan DPD berlangsung alot.
Pemilihan pimpinan DPD masih berkutat pada polemik tata tertib.
Anggota Badan Kehormatan (BK) DPD RI, Haripinto Tanuwidjaja mengatakan meskipun sebagian anggota DPD menolak adanya pasal etik dalam tata tertib pemilihan pimpinan DPD baru, tetapi mayoritas Anggota DPD yang baru dilantik memahami adanya pasal tersebut.
"Mayoritas senator muda dan anggota DPD yang terpilih kembali menyatakan dukungannya terhadap Tatib baru DPD,” katanya, Selasa (30/9/2019).
Baca: Gerindra Masih Berharap Posisi Ketua MPR
Baca: NasDem Ajukan Rachmat Gobel Sebagai Wakil Ketua DPR dan Lestari Moerdijat Jadi Pimpinan MPR
Baca: Pilih DPR RI Ketimbang Menteri, Penghasilan Puan Maharani Bakal Turun Drastis, Ini Perbandingannya
Baca: Pilih DPR RI Ketimbang Menteri, Penghasilan Puan Maharani Bakal Turun Drastis, Ini Perbandingannya
Menurutnya polemik mengenai Tatib pemilihan pimpinan DPD tidak perlu diperpanjang.
Polemik mengenai Tatib DPD dapat mengganggu jalannya pemilihan pimpinan MPR.
Sebab, pemilihan pimpinan MPR baru bisa dilakukan jika pemilihan pimpinan DPD rampung.
"Otomatis, polemik itu juga bisa mengganggu pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, 20 Oktober mendatang," katanya.
Polemik tata tertib pemilihan pimpinan DPD muncul karena dinilai memupus peluang sejumlah bakal calon untuk maju dalam pemilihan pimpinan.
Terutama mereka yang pernah bermasalah dengan Badan Kehormatan DPD.
Namun, menurutnya Tatib baru DPD tersebut telah disepakati dalam rapat pembahasan beberapa waktu lalu.
Pembuatan Tatib juga menurutnya telah sesuai dengan mekanisme yang ada di DPD.
"Saya paham betul, mengapresiasi jika faktor kehadiran menjadi salah satu ukuran untuk memberi sanksi administrasi. Bahkan, sanksi moral kepada setiap anggota DPD sebagai bagian dari pelanggaran etik," katanya.
Sebelumnya dalam sidang Paripurna DPD di awal masa jabatan dihujani interupsi.
Dalam sidang yang beragendakan pengesahan jadwal sidang DPD, salah seorang senator menyampaikan interupsi soal Tatib DPD.
"Sampai detik ini kami belum menerima tata tertibnya. Diskors saja sementara," katanya.
Setelah sempat diskors, rapat kemudian dilanjutkan dengan pembagian Tatib oleh Sekjen DPD.
Namun usai tatib tersebut dibagikan, rapat kembali dihujani interupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.