Judicial Review UU KPK Dinilai Sebagai Cara Terbaik Dibandingkan Menerbitkan Perppu
Karyono Wibowo menilai menempuh judicial review (JR) menjadi jalan terbaik bagi kelompok yang menolak UU KPK hasil revisi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai menempuh judicial review (JR) menjadi jalan terbaik bagi kelompok yang menolak UU KPK hasil revisi.
Meskipun ada cara lain yang bisa dilakukan seperti legislatif review, tetapi prosesnya terlalu lama.
Berbeda dengan jalur judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama.
Terlebih MK merupakan lembaga sah untuk menguji sebuah UU, sehingga prosesnya berlangsung secara konstitusional.
Baca: Inul Daratista Curhat Kekhawatirannya Saat Hamil dan Bentuk Tubuhnya Berubah
Baca: PPP Dukung Bambang Soesatyo Jadi Ketua MPR
Baca: Telat Dandani Krisdayanti di Pelantikan DPR, Bubah Alfian Ungkap Reaksi Tak Diduga Adik Yuni Shara
"Yang terbaik untuk UU KPK ini saya rasa lebih baik menunggu hasil judicial review, kalau kita mau menghormati MK, kalau kita ingin memang menghormati hukum," ujar Karyono Wibowo saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
Lanjut Karyono, jika Presiden Jokowi menerbitkan Perppu UU KPK dikhawatirkan akan menimbulkan persepsi buruk kepada pemerintah karena dianggap tidak konsisten.
Padahal, seharusnya penolakan RUU KPK dilakukan sejak awal dibahas.
"Ini kan tidak, pemerintah setuju berarti ada persetujuan antara DPR dengan eksekutif akhirnya disahkan. Kalau seandainya presiden mengeluarkan perpu ini akan dianggap tidak konsisten," ucap Karyono.
Lebih lanjut, Karyono berpendapat, apabila ada kelompok masyarakat yang tidak senang dengan sebuah keputusan pemerintah maka akan terjadi unjuk rasa yang terus menerus.
Tujuannya memaksa presiden mengeluarkan Perppu maupun pembatalan kebijakan lainnya.
Terlebih, penerbitan Perppu juga salah satu syaratnya ada keadaan darurat.
Karyono menyebut Jokowi memiliki subjektifitas dalam menentukan hal itu.
Jika dianggap tidak darurat atau membahayakan, Perppu tidak perlu dikeluarkan.