Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pernyataan Sikap Alumni FHUI Lintas Angkatan: Berbagai Pihak Harus Jadikan Hukum Sebagai Panglima

Para alumni FHUI yang mendukung pernyataan sikap ini berlatar belakang dari beragam profesi seperti akademisi, pejabat publik, advokat, notaris

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pernyataan Sikap Alumni FHUI Lintas Angkatan: Berbagai Pihak Harus Jadikan Hukum Sebagai Panglima
Tribunnews/JEPRIMA
Massa pengunjuk rasa berkumpul di Jalan Pejompongan Raya saat kericuhan terjadi di Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019) malam. Unjuk rasa gabungan pelajar dan mahasiswa yang menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP tersebut berakhir ricuh. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dari berbagai angkatan memberikan pernyataan sikap atas perkembangan terkini mengenai situasi hukum dan politik di Indonesia.

Dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (2/10/2019), ada 5 (lima) pernyataan sikap untuk meminta semua pihak menjaga dan menjadikan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi baru-baru ini.

Baca: Pengamat Komunikasi UI Apresiasi Demo Buruh yang Berlangsung Damai

Pernyataan sikap tersebut didukung lebih dari 190 alumni FHUI lintas generasi mulai angkatan 1969 sampai 2016, baik dari strata S-1, S-2, Magister Kenotariatan, hingga tingkat Doktoral.

Para alumni FHUI yang mendukung pernyataan sikap ini memiliki latar belakang dari beragam profesi seperti akademisi, pejabat publik, advokat, notaris, pengusaha, dan lainnya.

Jumlah dukungan ini masih terus bertambah dari para alumni FHUI yang menyatakan kepedulian mereka terhadap situasi yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

Mereka menilai bahwa aksi demonstrasi yang berujung pada tindakan anarkis dari pengunjuk rasa serta tindakan represif dari pihak kepolisian harusnya tidak perlu terjadi bila dilakukan sesuai hukum yang berlaku.

Melli Darsa, koordinator dari gerakan pernyataan sikap alumni FHUI yang adalah alumni FHUI angkatan 1985, menuturkan bahwa hukum harus dijadikan sebagai panglima tertinggi yang harus dihormati agar penyampaian aspirasi dapat berjalan lebih baik lagi.

BERITA REKOMENDASI

Melli menjelaskan alumni sebuah universitas adalah bagian dari yang tidak terpisahkan dari civil society.

Hanya saja seringkali birokrasi yang mengikat asosiasi resmi membuat sejumlah anggotanya tidak selalu dapat menyalurkan pendapat mereka.

“Pernyataan sikap bersama saya fasilitasi agar keprihatinan dan keresahan yang mungkin dirasakan sebagian besar dari “silent majority” dari keluarga alumni bisa disuarakan,” jelas Melli

Selanjutnya Melli mengatakan bahwa proses finalisasi pernyataan sikap ini dilakukan bersama para alumni dengan demokratis, tanpa paksaan, dan transparan.

“Perbedaan sikap dan pandangan serta penyampaian aspirasi memang merupakan hak asasi setiap orang dan dilindungi oleh hukum serta peraturan yang berlaku. Saya pribadi sangat senang pernyataan sikap ini memperoleh dukungan dari berbagai kalangan, mulai dari guru besar UI, pejabat publik, hingga advokat, notaris, dan para pengusaha ternama. Kami ingin mengajak semua pihak agar menempatkan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal,” pungkas Melli.


Hal senada diungkapkan oleh Timbul Thomas Lubis, alumni FHUI angkatan 1969 yang menjadi praktisi hukum.

Kericuhan yang terjadi pada aksi demonstrasi baru-baru ini karena berbagai pihak belum menjalankan proses demokrasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Pengunjuk rasa menyampaikan aspirasi adalah hal yang wajar tetapi ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Unjuk rasa adalah salah satu hak asasi yang dijamin oleh undang-undang, pelaksanaannya pun dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu dan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku,” ujar Timbul.

Nadia Nasoetion, alumni FHUI angkatan 1993 yang juga praktisi hukum, turut menambahkan bahwa menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara dan patut diapresiasi sepanjang dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku atau mengganggu ketenangan umum.

Unjuk rasa apalagi yang dilakukan oleh mahasiswa, perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi agar tidak menjadi ajang yang dapat disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan menjadi kontra produktif.

“Melihat aksi unjuk rasa mahasiswa yang baru terjadi, Pemerintah diharapkan dapat lebih responsif serta komunikatif dan nampaknya perlu menyediakan wadah yang lebih efektif sehingga aspirasi mahasiswa dapat disampaikan dengan baik tanpa perlunya aksi unjuk rasa di jalanan” tutup Nadia.

Kadri Mohammad dari angkatan 1982 pun menilai bahwa unjuk rasa kemarin merupakan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, dalam hal ini masyarakat diwakili oleh mahasiswa.

“Jangan pandang remeh mahasiswa. Komunikasi diharapkan sudah sama-sama dalam tataran kedewasaan berpolitik. Saling tepa selira agar dapat memberikan kontribusi perbaikan negeri ini. Karenanya, jika dirasa ada yang melenceng, maka segera kembali pada koridor hukum yang ada. Jangan teruskan jika dirasa banyak tumpangan kepentingan, karena jika diteruskan akan menjadi ajang self-destruction. Kita harus sayangi negeri ini,” ucap Kadri yang berprofesi sebagai advokat dan musisi.

Baca: Melaney Ricardo Hargai Keputusan KPI Hentikan Sementara Penayangan Hotman Paris Show

Selain itu, sejumlah tokoh masyarakat yang juga adalah alumni FHUI turut mendukung penyataan sikap ini, antara lain: Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, Dr. Yunus Husen, Dr. Luhut MP Pangaribuan, Dr. Mas Achmad Santosa, Dr. Yozua Makes, Prof. Dr. Anna Erliyana, Prof. Dr. Rosa Agustina, Once Mekel, Dini Shanti Purwono, dan Rian Ernest Tanudjaja, Sri Patriawati T. Soetjipto  FHUI 1993.

Adapun, pernyataan sikap Alumni FHUI Lintas Angkatan adalah sebagai berikut:

“JAGA HUKUM SEBAGAI PANGLIMA”

Terkait perkembangan terbaru bangsa Indonesia akhir-akhir ini, kami kumpulan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dari berbagai angkatan ingin menyatakan sikap sebagai berikut:

SATU
Kami mengajak semua pihak untuk menjunjung tinggi Pancasila, tatanan hukum dan demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menjadikan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal.

DUA:
Ketika hukum ditempatkan sebagai panglima, maka berbagai penyampaian aspirasi harus dihormati dan dilindungi, selama dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Perbedaan pendapat, pemikiran, dan sikap, harus tetap dijalankan dan dihormati dalam norma dan prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

TIGA:
Kami menentang berbagai tindakan yang melawan hukum dalam aksi penyampaian aspirasi. Terlebih, kami menentang aksi yang sejak awal memang ditujukan untuk menimbulkan keresahan serta provokasi dan yang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum. Meskipun mereka berdalih sedang menggunakan hak bicaranya atau hak berpendapatnya, sejatinya mereka sedang merusak tatanan hukum dan demokrasi di NKRI. Sebaliknya, seandainya pelanggaran HAM terhadap berbagai aksi penyampaian aspirasi telah terjadi, agar dilakukan tindak lanjut dan investigasi sesuai ketentuan hukum demi menjaga rasa keadilan masyarakat dan bagi para korban.

EMPAT:
Kami mengecam pihak-pihak yang “memancing di air keruh" untuk kepentingan politik kelompoknya masing-masing, karena mereka justru mengotori penyuaraan aspirasi yang murni dari masyarakat.

LIMA:
Kami meminta para pembuat hukum, baik Pemerintah maupun DPR, untuk mendengarkan suara Rakyat serta meningkatkan transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan RUU. Aspirasi rakyat harus didengar dan diperhatikan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas