Saat Suara Guru Mengubah Regulasi
Tidak bisa dimungkiri, para pemegang kebijakan di bidang pendidikan bisa menginstruksikan perubahan secara masif dalam satu wilayah.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Arah Pendidikan Nasional kerap kali dipasrahkan pada pemegang kebijakan, namun Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) membuktikan bahwa kemajuan bisa dimulai dari akar rumput, seperti yang diprakarsai oleh para guru di Sleman.
Tidak bisa dimungkiri, para pemegang kebijakan di bidang pendidikan bisa menginstruksikan perubahan secara masif dalam satu wilayah.
Mereka memiliki akses dan kuasa untuk menentukan peraturan di suatu daerah dan cara ini dipahami sebagai salah satu yang paling efektif di Indonesia.
Meski begitu, GSM membuktikan bahwa perubahan tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pejabat.
Baca: Pepsi Angkat Kaki dari Indonesia, KFC Cari Minuman Bersoda Merk Lain
Baca: Zah Rahan Terpantau Gabung Latihan Madura United
Baca: 7 Fakta Kasus Bocah Tewas Disiksa Pelaku LGBT: Kecurigaan, Kronologi, Ancaman Pelaku, hingga Bukti
GSM sudah lebih dulu menyebarkan perubahan di sekolah-sekolah pinggiran di Sleman sejak 2016. Sejak saat itu, perubahan ekosistem positif di sekolah mendorong para guru untuk menyuarakan kebutuhan.
Guru-guru inilah yang akhirnya menyuarakan kebutuhan akan kebijakan yang menjamin ekosistem positif di Sleman dan suara itu akan terejawantahkan dalam penandatanganan kesepakatan oleh Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Sri Wantini.
Muhammad Nur Rizal, pendiri GSM, mengatakan, gerakan akar rumput pendidikan seperti ini merupakan model paling relevan di era industri 4.0.
"Kebijakan tidak lagi bermula dari pejabat pendidikan, namun dari suara para guru. Sudah waktunya guru menyuarakan kebutuhannya, baru kemudian kebijakan yang dibuat untuk mengakomodasi kemajuan mereka. Kolaborasi antara guru dan pemegang kebijakan ini layak dicontoh di berbagai daerah,” kata Nur Rizal dalam keterangannya, Kamis (3/10/2019).
GSM sebagai gerakan akar rumput di bidang pendidikan telah dan akan terus mengubah paradigma pendidikan.
Dalam prosesnya, GSM berjuang untuk mengubah nalar standardisasi yang monoton, menjadi nalar personalized yang menghargai keunikan anak-anak. Hal ini hanya dapat dicapai dengan memberikan otonomi pada guru dalam proses mendidik.
“Dengan memberikan kebebasan bereksplorasi dan bereksperimen, tanpa takut dibatasi oleh kepentingan administrasi, guru-guru berpotensi menggali kapasitas unik dalam dirinya. Keunikan ini akan semakin matang dalam produksi pengetahuan jika disambung dengan kolaborasi antarguru.
Apa yang terjadi di Sleman, hingga akhirnya guru-guru GSM mampu mengajak Dinas Pendidikan untuk bekerja sama, adalah bukti pentingnya otonomi guru dan kolaborasi dalam pendidikan,” sambung Nur Rizal yang juga merupakan Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu.
Hal senada turut disampaikan oleh Sri Wantini, Kepala Dinas Pendidikan Sleman, yang mengutarakan adanya kebutuhan mendasar terhadap GSM di area yurisdiksinya.
GSM sudah melakukan perubahan nyata di sekolah-sekolah Sleman dan tuntutan besar dari masyarakat membuat Pemerintah setempat tergerak.
“Dinas Pendidikan menyambut tuntutan ini dengan positif dan kami berencana untuk menetapkan Peraturan Bupati terkait penerapan GSM,” tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.