Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengungsi: Saya Lihat Pelaku Kerusuhan Wamena Tua-tua dan Berjenggot, Mana Ada Mahasiswa Begitu?

Para pengungsi mengakui bahwa dalam kerusuhan di Wamena, tidak semua warga Wamena terlibat dalam kerusuhan tersebut.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengungsi: Saya Lihat Pelaku Kerusuhan Wamena Tua-tua dan Berjenggot, Mana Ada Mahasiswa Begitu?
TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy
Rumah yang hangus dibakar saat kerusuhan di Wamena Papua. 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy

TRIBUNNEWS.COM, SENTANI - Para pengungsi mengakui bahwa dalam kerusuhan di Wamena, tidak semua warga Wamena terlibat dalam kerusuhan tersebut.

Sebagian para pengungsi di Sentani, Jayapura mengaku bahwa mereka justru bisa selamat karena ditolong oleh warga Wamena sendiri.

Seperti yang dialami oleh Amin (40), ia berhasil selamat setelah diajak bersembunyi di dalam rumah warga Wamena.

"Saya selamat dari karena ketika rumah saya di depan di bakar saya lari keluar lewat pintu belakang rumah. Sembunyi saya di rumah warga sana (Wamena)," kata Amin kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (2/10/2019).

Baca: Kesaksian Budiarto, Korban Kerusuhan Wamena

Baca: Polisi Tetapkan 7 Tersangka di Kasus Rusuh Wamena

Tidak sampai di sana, Amin juga mengaku bahwa dia juga diberi informasi oleh warga Wamena terkait adanya kerumunan aparat agar lebih aman.

"Di sana ada anggota, dia dibilang begitu. Jadi tidak semuanya (ikut rusuh), ada juga yang menyelamatkan kita," katanya.

Berita Rekomendasi

Dia mengatakan bahwa kerusuhan itu berawal dari demo mahasiswa di depan kantor bupati.

Namun, ketika kerusuhan terjadi, ia ragu bahwa para pelaku kerusuhan itu adalah para mahasiswa.

"Itu katanya (yang rusuh) mahasiswa. Itu semua tua-tua, berjenggot-jenggot itu, mana ada mahasiswa tua-tua, gak ada," katanya.

Baca: Majelis Nasional KAHMI Desak Jusuf Kalla ke Wamena

Hal yang sama juga dirasakan oleh pekerja di pabrik tahu, Sunam (33) yang mana dia juga diselamatkan warga lokal.

Sunam mengaku bahwa dia dan karyawan lain diusir oleh massa kemudian pabrik tahu tempat dia bekerja dihancurkan.

Saat hendak melarikan diri, Sunam dan kawan-kawannya sempat kebingungan karena sudah terkepung dan tak bisa lari kemana-mana.

"Kita semua karyawan diusir, kita itu lebih dari 50-an. Pabrik tahu tidak dibakar, tapi dirusak. Kita sempet dikepung, hari Senin itu," kata Sunam.

Akhirnya, saat itu sekitar pukul 09.00 WIT seorang warga asli Wamena memberinya pertolongan.

Dia dan 13 kawannya yang lain diajak bersembunyi di rumah warga asli Wamena tersebut sampai akhirnya Sunam diamankan aparat untuk dikirim ke pengungsian di Sentani.

"Jam 09.00 sampai jam 12.00 kita dibantu orang Wamena untuk bersembunyi di rumahnya," kata Sunam.

Dokter khawatir bertugas

Meski kondisi keamanan di Wamena dan sekitarnya berangsur pulih, layanan kesehatan untuk warga belum sepenuhnya dapat diakses.

Bahkan, ada puskesmas yang melayani masyarakat tanpa pasokan listrik.

Berdasarkan pantauan wartawan Jubi, Islami Adi Subrata, dari 27 puskesmas di Kabupaten Jayawijaya, baru empat yang buka melayani masyarakat dengan jam kunjung pasien yang masih dibatasi.

"Puskesmas Wamena Kota yang buka sehari setelah kejadian, kalau yang dari hari Selasa (01/10) kemarin yang sudah buka Puskesmas Hom-hom, Witawaya dan Asolokobal," kata Adi, kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/10/2019).

Baca: Personil TNI dan Polisi Mulai Bersihkan Puing Sisa Kerusuhan di Pasar Wouma, Wamena

Adi menambahkan, puskesmas Hom-hom, Witawaya, dan Asolokobal—di luar Kota Wamena, melayani masyarakat dengan kondisi tanpa aliran listrik.

"Tapi mereka tetap buka," katanya.

Dokter yang mengungsi khawatir akan keselamatan

Sementara itu, salah satu dokter di Puskesmas Wamena Kota, Lorina, mengatakan layanan kesehatan di tempatnya dibatasi sampai pukul 12 siang.

"Karena kalau jam 12 lebih, kan kita dokternya hanya ada dua di sini, saya pegang posko, saya harus ke posko, jadi cek pasien yang lain," katanya.

Meski demikian, kata dia, Puskesmas Wamena Kota memiliki obat-obatan yang cukup untuk pasien yang sakit.

Lebih lanjut, Lorina mengatakan kondisi pelayanan kesehatan di Kota Wamena berangsur pulih.

Dokter di puskemas bergantian berjaga.

"Kan ada yang pergi, ada yang pulang bawa anaknya. Diganti dengan dokter lainnya," tambahnya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Wamena, Antonius Manaor mengatakan saat ini sebagian besar puskesmas masih tutup lantaran tenaga medis masih khawatir dengan keselamatan mereka.

"Kalau RSUD itu kan di tengah kota. Kalau ada apa-apa aparatnya bisa cepat datang. Tapi di puskemas ini kan, apalagi yang di pinggir kota, agak pedalaman sedikit, kalau ada apa-apa dengan meraka, kita nggak tahu," kata dokter umum di RSUD Wamena itu melalui sambungan telepon, Kamis (03/10).

IDI Wamena mencatat, kemungkinan dokter yang keluar Wamena karena kerusuhan pekan lalu berjumlah 10 orang.

"Mungkin ada 10. Soalnya kan ada yang dari puskemas, ini dia pergi ada yang nggak lapor ke kita juga," tambah Antonius.

Antonius menambahkan, pihaknya akan memanggil kembali dokter-dokter yang sudah angkat koper dari Wamena. "Tapi itu yang sempat keluar itu, kita usaha untuk panggil lagi. Kan kondisinya sudah mulai tenang, walaupun tetap waspada."

Dalam konferensi pers Senin (30/09) lalu, Menteri Kesehatan Nina F. Moeloek (tengah) menyatakan tenaga medis yang bekerja di wilayah terdampak kerusuhan telah mendapat pendampingan pengamanan dari TNI dan Polri, serta akan ditambah jumlah petugas medis dari tim kesehatan gabungan sipil, Polri dan TNI ke Wamena, Ilaga, dan Tolikara

Saat ini pelayanan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya berpusat di RSUD Wamena. Sementara dokter yang bertahan di Jayawijaya berjumlah 35 orang.

"Makanya itu perlu sekali dukungan masyarakat, untuk melindungi para dokter, termasuk tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, di situ, di distrik-distrik, di puskesmas-puskesmas, di mana dokter bertugas," tambah Antonius.

Sebelumnya, sejumlah organisasi dokter mengancam bakal angkat kaki dari Wamena jika pemerintah tidak memberikan jaminan keselamatan.

Hal ini menyusul pembunuhan dr. Soeko Marsetiyo dalam kerusuhan di Wamena, 23 September lalu.

"Dokter yang telah mengabdikan dirinya puluhan tahun bagi masyarakat di daerah tanpa membedakan suku, agama, dan ras harus mengalami kejadian tragis yang menyebabkan kematian," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) Moh. Adib Khumaidi dalam keterangan persnya.

Adib bersama rekan-rekan di organisasinya meminta pemerintah memberi jaminan keselamatan bagi dokter yang bertugas di daerah rawan konflik. Ia juga meminta semua pihak memperlakukan tenaga kesehatan secara manusiawi, bukannya menyebabkan luka dan bahkan kematian.

"Jika hal tersebut tidak dapat diwujudkan, mendesak Kementerian Kesehatan untuk mengevakuasi seluruh tenaga kesehatan di daerah rawan," tambah Adib.

Tambahan dokter dari Jayapura dan Makassar

Ketua IDI Jayapura, Samuel M. Baso mengatakan tiap dua minggu akan ada dokter jaga bergantian dari Jayapura dan Makassar.

"Jadi dokter tetap bekerja. Jadi harus berikan kami jaminan keamanan dan keselamatan untuk para dokter bekerja dengan aman," kata Samuel.

Selain itu, untuk korban-korban yang tak bisa ditangani di RSUD Wamena akan dialihkan ke Jayapura, tambah Samuel.

"Jadi korban kebanyaan itu ada luka bakar, luka bacok, ada patah, semua dilayani dengan baik, dan kalau ada susah, dikirim ke Jayapura, karena Jayapura sudah banyak dokter ahli," katanya.

Sebelumnya, Kapolda Papua Paulus Waterpauw berjanji akan menjami kemanan di Wamena, termasuk bagi mereka yang tugasnya bersifat publik, seperti tenaga kesehatan.

"Kami menjamin keamanannya. Artinya kekuatan kami akan kami pertebal, membuat senyaman mungkin saudara kita di Wamena dan sekitarnya," kata Paulus kepada media, Selasa (01/10).

Seperti diketahui kerusuhan di Wamena, Papua pekan lalu membuat 33 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.

Topik terkait

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas