163 Pemda Telah Menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah Dengan Bawaslu
Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan 163 dari 270 Pemerintah Daerah telah melakukan penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Bawaslu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan 163 dari 270 Pemerintah Daerah telah melakukan penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Bawaslu.
Dengan demikian, masih ada 107 Pemda yang belum melakukan penandatangan NPHD dengan Bawaslu hingga saat ini.
Hal itu disampaikan Abhan saat Rakor Evaluasi Pendanaan Pilkada tahun 2020 di Sasana Bhakti Praja, Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Baca: Tiwi Ak Bawakan Lagu Hits Bernuansa Samba Saat Duet Bareng Rieka Roeslan
“Perlu kami sampaikan terkait dengan ada 163 daerah yang sudah (NPHD) dan 107 yang masih proses," kata Abhan.
Abhan mengungkap kendala yang menyebabkan sejumlah Pemda belum menandatangani NPHD dengan Bawaslu.
Kendala tersebut di antaranya belum ada kesepakatan besaran anggaran Pilkada dan terbentur standar biaya program.
Baca: Cita Citata Pulang Usai Diteriaki Music Director Saat Gladi Bersih
“Ada yang karena terbentur standar biaya program, padahal standar yang dibuat adalah standar yang sudah layak dan standar maksimal, yakni standar dari Kemendagri dan Kemenkeu. Ada juga yang belum ada kesepakatan besaran anggaran Pilkada,” ucapnya.
Dalam acara tersebut Abhan mengatakan penyelenggaraan Pilkada menjadi tugas dan tanggungjawab bersama.
“Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah ini adalah tugas kita bersama untuk bersama menyukseskan pemilihan kepala daerah. Tentu dari tahapan awal kami sampaikan bahwa dua duanya harus selesai, baik di (NPHD) di KPU, maupun (NPHD) dengan Bawaslu,” katanya.
Bukan aturan baru
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid menjelaskan revisi Peraturan KPU (PKPU) soal larangan pemabuk, pezina, pejudi, dan pelaku KDRT maju dalam Pilkada 2020 sebetulnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Itu kan sebenarnya sudah sejak lama ada. Itu ada di UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Tapi aturan itu ada dalam penjelasan Undang-Undang sehingga banyak pihak yang tidak membaca," kata Pramono di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Baca: Ekspresi Para Pemain Persib Atas Keputusan Wasit Faulur Rosy: Dari Tutup Wajah Hingga Geleng-geleng
Menurut dia, frasa "tindakan tercela" yang tertuang dalam aturan tentang syarat pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tersebut sebelumnya memang tidak didetailkan dalam PKPU, sehingga syarat tersebut hanya menjadi formalitas saja.
Kemudian, KPU mendetailkan frasa tersebut menjadi perbuatan spesifik, termasuk di dalamnya soal larangan pemabuk, pezina, dan pejudi.
Pramono berharap upaya KPU memperjelas dan menjabarkan frasa pada salah satu aturan tersebut, bisa menjadi pedoman pihak kepolisian untuk lebih hati-hati mengeluarkan SKCK bagi para bakal calon yang akan maju dalam Pilkada 2020.
"Kita berharap dengan mengeksplisitkan tindakan tercela atau asusila, kita berharap pihak kepolisian ketika mengeluarkan SKCK lebih hati-hati," jelas dia.
Baca: Gadis Cianjur Jadi Korban Penculikan, Penyekapan Hingga Rudapaksa, Begini Kronologinya
Lebih lanjut, KPU memiliki prinsip publik pasti menginginkan pemimpin atau kepala daerah yang punya integritas serta menjadi panutan bagi masyarakatnya.
Atas dasar itu, KPU sengaja mewujudkan prinsip tersebut sebagai upaya agar publik mendapatkan pemimpin yang benar-benar sesuai dengan harapan.
"Kan prinsipnya semua pihak kita ini masyarakat menginginkan kepala daerah yang bisa menjadi selain soal integritas, soal kinerja, tapi juga mereka itu sebaiknya menjadi panutan bagi warga masyarakatnya," ungkap Pramono.
Baca: Ninoy Karundeng Mengaku Diancam Kepalanya Akan Dibelah dan Mayatnya Akan Dibuang Di Lokasi Demo
Sekali lagi, Pramono menekankan aturan tersebut sesungguhnya bukan hal baru.
Aturan tersebut menurutnya sudah tertuang dalam UU Pilkada Tahun 2015.
"Perlu dijelaskan ini bukan aturan yang baru sama sekali. Ini adalah aturan yang sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang lebih kita eksplisitkan saja," katanya.
Koruptor tidak boleh maju Pilkada
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengapresiasi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang pezina, pemabuk, hingga pejudi maju dalam Pilkada 2020.
"Apresiasi KPU mengajukan pasal kesusilaan dalam syarat pencalonan di PKPU. Karena Kepala Daerah diharapkan jadi teladan masyarakat. Dalam masyarakat dengan sistem patron-klien, keberadaan Kepala Daerah laksana ayah dalam satu keluarga. Mendukung KPU untuk menerapkan peraruran itu," ujar mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini kepada Tribunnews.com, Kamis (3/10/2019).
Dia pun mendorong KPU mengajukan larangan untuk mantan narapidana kasus korupsi maju dalam Pilkada 2020.
Baca: 7 Pemain Baru Timnas Indonesia yang Dipanggil Simon McMenemy untuk Lawan UEA
Baca: BREAKING NEWS: Polisi Tangkap Artis Lenong Rifat Umar Terkait Narkoba
Baca: Film Bioskop TV Hari Ini Kamis 3 Oktober 2019: Empire State & The Eye di TransTV, Speed di GTV
Dia menilai, terpidana korupsi sudah mencederai amanah yang diberikan masyarakat.
"Untuk Pilkada 2020, jika memungkinkan revisi bisa diajukan larangan untuk mantan napi korupsi. Karena kepala daerah akan menjaga urusan publik, terpidana korupsi sudah mencederai amanah di ruang publik," kata Mardani Ali Sera.
KPU kini sedang merancang revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Dalam satu pasalnya, KPU melarang seseorang yang punya catatan melanggar kesusilaan mencalonkan diri sebagai gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.
Baca: Jokowi Disebut Tak Terbitkan Perppu KPK, ICW Sempat Ingatkan: Jangan Seolah di Bawah Ketiak Partai
Pelanggar kesusilaan yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, dan berzina.
Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 huruf j.
"Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang meliputi, satu, judi, kedua adalah mabuk, ketiga pemakai atau pengedar narkoba, keempat berzina dan/atau melanggar kesusilaan lain," kata komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, saat uji publik revisi PKPU Pilkada 2020 di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
Terancam tak bisa ikut Pilkada
KPU Wacanakan Melarang Pemabuk, Pejudi, dan Pezina Maju di Pilkada 2020, Ini Alasannya
Warga Negara Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 bakal memiliki syarat.
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Pemilihan Umum ( KPU) tengah merancang revisi Peraturan KPU ( PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Dalam salah satu pasalnya, KPU melarang seseorang yang punya catatan melanggar kesusilaan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali Kota-wakil wali kota.
Pelanggar kesusilaan yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, dan berzina.
Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 huruf j.
"Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang meliputi, satu, judi," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat uji publik revisi PKPU Pilkada 2020 di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
"Kedua adalah mabuk, ketiga pemakai atau pengedar narkoba, keempat berzina dan/atau melanggar kesusilaan lainnya," lanjutnya.
Larangan pencalonan seseorang dengan catatan perbuatan tercela sebenarnya telah diatur dalam PKPU sebelum revisi, yaitu PKPU Nomor 3 Tahun 2017.
Hanya saja, dalam PKPU tersebut, tidak disebutkan secara rinci perbuatan asusila yang dimaksud.
Pasal tersebut, menurut KPU, justru berpotensi menjadi multitafsir dan banyak disalah artikan.
Oleh karenanya, KPU ingin membuat penegasan melalui PKPU revisi.
"Karena ini ada dalam penjelasan Undang-undang, jadi kita penjelasan dalam Undang-undang 10 Tahun 2016 kita cantumkan langsung dalam PKPU sehingga nanti tidak ada multitafsir yang dimaksud dengan perbuatan tercela ini," ujar Evi.
Adapun seseorang bisa menyatakan dirinya tak punya catatan melanggar kesusilaan melalui SKCK dari polisi.
Dalam Pasal 42 ayat (1) huruf h rancangan PKPU revisi, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tak melakukan hal-hal itu dengan SKCK dari polisi.
Calon gubernur dan wakil gubernur harus meminta SKCK ke Polda.
Sementara calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota harus mendapat SKCK dari polres. Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia.
270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Adapun hari pemungutan suara Pilkada 2020 jatuh pada 23 September tahun depan.
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul KPU Wacanakan Melarang Pemabuk, Pejudi, dan Pezina Maju di Pilkada 2020, Ini Alasannya, https://sumsel.tribunnews.com/2019/10/02/kpu-wacanakan-melarang-pemabuk-pejudi-dan-pezina-maju-di-pilkada-2020-ini-alasannya?page=2.
Gelar Uji Publik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar uji publik rancangan PKPU tentang tahapan, program dan jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan atau walikota dan wakil walikota tahun 2020.
Uji publik digelar di ruang sidang utama, Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Uji publik PKPU ini dipimpin oleh komsioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.
Komisioner KPU Evi Novida mengatakan uji publik ini menjadi hal penting dalam penyusunan PKPU.
Evi menjelaskan, nantinya hasil dari uji publik ini akan disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPR.
"Ini menjadi tahapan yang sangat penting dalam rancangan dan penyusunan, untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari peserta pemilu dan berbagai pihak," kata Evi saat membuka uji publik PKPU.
Baca: Sodik Tegaskan Unjukrasa Depan MK Tidak Terkait BPN
"Hal ini tentu selanjutnya jadi rancangan KPU, yang akan disampaikan dalam RDP dengan DPR dan pemerintah," tambahnya.
Dalam acara, turut hadir Ketua KPU Arief Budiman, komisioner KPU Viryan Aziz, dan Ilham Saputra.
Selain itu, hadir Anggota Bawaslu Mochammad Afiffudin dan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Teguh Prasetyo.
Rancangan PKPU ini juga diikuti oleh masing-masing perwakilan peserta pemilu, serta beberapa perwakilan LSM.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.