Hoaks! Kabar Ahok dan Antasari Azhar Telah Ditunjuk Jadi Dewan Pengawas KPK
Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di media sosial beredar dan pesan aplikasi WhatsApp beredar sebuah unggahan konten yang memuat foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, yang disebut telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK.
Foto itu disertai tulisan, "Selamat dan Sukses Kami Ucapkan atas Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama dan Antasari Azhar Sebagai Dewan Pengawas KPK. Musnahkan Kelompok Taliban di tubuh KPK Agar tidak dijadikan untuk kepentingan politik".
Baca: Pengesahan UU KPK Hasil Revisi Hanya Dihadiri 80 Orang, MAKI Bakal Ajukan Gugatan ke MK
Baca: Revisi UU KPK, Melihat Perundang-undangan dari Hukum Primer
Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.
Kurnia pun mengungkap sejumlah alasan kenapa informasi semacam itu patut disebut sebagai hoaks.
"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial. Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.
Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.
Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.
"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.
Kurnia juga mempertanyakan muatan konten tersebut bahwa ada kelompok Taliban di KPK.
Selama ini, Taliban dikenal sebagai kelompok berkuasa di Afghanistan yang memperlakukan ajaran radikal.
"Pihak yang menuding isu Taliban dan lain-lain itu harusnya yang bersangkutan bisa menjelaskan Taliban seperti apa? Buktinya apa? Tudingan itu apakah ada pembuktian yang dilakukan?" kata Kurnia.
Baca: Hasil Survei LSI: 76,3 Persen Publik Setuju Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Ia menilai, isu-isu semacam itu dihembuskan pihak tertentu yang tidak suka dengan perkembangan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Kurnia juga memandang, isu itu tidak sehat karena menggeser perdebatan dari persoalan penyelamatan KPK yang lebih penting ke persoalan yang tidak substansial.
"Ini kan tidak baik ya untuk pencerdasan masyarakat. Kami berharap masyarakat selalu cek beberapa pemberitaan terkait tudingan kepada KPK. Banyak sekali media kredibel yang dijadikan rujukan untuk menilai apakah informasi narasi itu benar atau salah," kata dia.
"Jangan sampai terjebak pada narasi pihak tertentu yang memang tidak senang dengan KPK yang mengeluarkan pendapat yang tidak ada obyektivitasnya, hanya pendapat yang subyektif sehingga masyarakat justru dikaburkan pandangannya," ujar Kurnia.
Ia meminta masyarakat tak terlibat dalam perdebatan isu yang tidak substansial dan validasinya diragukan.