Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perppu Batalkan UU KPK Belum Penuhi Syarat Diterbitkan, Simak Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Ini

Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menyarankan Presiden Jokowi menunggu putusan Mahkamah Konstituso atas uji materi UU KPK.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Willem Jonata
zoom-in Perppu Batalkan UU KPK Belum Penuhi Syarat Diterbitkan, Simak Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara Ini
Warta Kota/henry lopulalan
Sejumlah tokoh bangsa berfoto usai memberikan keterangan kepada wartawan tentang Menyikapi Rencana PERPPU KPK di Galeri Cemara, Jakarta, Jumat (4/10/2019). Mereka mendukung dan mendorong Presiden untuk segera mengeluarkan Perppu koreksi atas Revisi UU KPK sehingga menguatkan komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi dan mengingatkan elit politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden. Warta Kota/henry louplalan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menilai langkah paling tepat menyikapi terbitnya UU KPK adalah mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia menyarankan Presiden Jokowi menunggu putusan MK atas uji materi tersebut.

Menurut dia, upaya menunggu putusan itu lebih baik daripada presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Jika dikaitkan kondisi objektif bangsa dan negara saat ini, maka dapat disimpulkan langkah mengeluarkan Perppu adalah tidak memenuhi syarat materil konstitusional," kata Fahri, saat dihubungi, Minggu (6/10/2019).

Dia menjelaskan, presiden dapat menerbitkan Perppu apabila ada keadaan darurat atau 'state of emergency’. Secara konseptual, kata dia, keadaan darurat didasarkan doktrin ‘necessity’. 

Baca: Fakta-fakta Seorang Polisi Tembak Kepalanya Sendiri Setelah Bunuh Istrinya

Baca: Barbie Kumalasari Ngelantur Terbang ke AS Hanya 8 Jam, Mantan Suami Mengaku Malu. . .

Baca: Sebut Presiden Jokowi Tak Punya Alasan Tunda Terbitkan Perppu UU KPK, LIPI: Jangan Khawatir Ancaman

Baca: Nasib Sial Pegawai Bank Setelah Foto Syur-nya Viral Gara-gara Ulah Mantan Pacar

Doktrin itu mengakui hak setiap negara berdaulat mengambil langkah-langkah diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan integritas negara. 

BERITA REKOMENDASI

Disebutkan Fahri, hukum tata negara subjektif atau ‘staatsnoodrecht’ dalam arti subjektif adalah hak, yaitu hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang, dan bahkan apabila memang diperlukan, menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945.

Baca: Barbie Kumalasari Ngelantur Terbang ke AS Hanya 8 Jam, Mantan Suami Mengaku Malu. . .

“Secara doktrin hukum tata negara darurat dapat dikualifisir berdasarkan prinsip ‘actual threats’? ataukah sekurang-kurangnya bahaya yang secara potensial sungguh-sungguh mengancam komunitas kehidupan bersama ‘potential threats’? Hal yang demikian penting untuk diidentifisir sesuai kondisi objektif berdasarkan ajaran hukum/doktrin hukum tata negara darurat,” ujarnya.

Secara konstitusional, dia menjelaskan, pranata penetapan Perppu berdasarkan pada tahapan terjadinya keadaan yang genting. Keadaan yang genting tersebut, lanjut Fahri, memaksa presiden mengambil tindakan secepatnya atau adanya kebutuhan yang mengharuskan “reasonable neccesity”.

Sebab, jika peraturan yang diperlukan untuk menangani situasi genting seperti itu menunggu mekanisme lazim pada DPR memerlukan waktu panjang dan lama ‘limited time’, tindakan hukum yang diambil menyimpang dari prosedur baku di tertib penyusunan UU normal sesuai UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Mengacu pada pasal 22 UUD 1945, dia menegaskan, presiden diberi kewenangan konstitusional menerbitkan Perppu dalam situasi yang demikian. Namun, kata dia, ketentuan hanya menekankan pada anasir-anasir kegentingan yang memaksa.

Kegentingan yang memaksa, yaitu element ‘reasonable neccesity’ dan serta ‘limited time’ dan tidak menekankan pada sifat dan derajat bahayanya ancaman “dangerous threat”, dalam konteks keadaan darurat ‘legal reasoning’ untuk membuat rezim regeling yang bersifat khusus adalah harus adanya sifat bahaya “dangerous threat” sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 12 UUD NRI Tahun 1945, dan disertai oleh kebutuhan “reasonable neccesity” serta kegentingan waktu “limid time”sebagaimana diatur dalam pasal 22.

Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan elemen massa lain melakukan aksi unjuk rasa menentang revisi UU KPK dan pengesahan RKUHP di depan Gedung DPRD Jawa Timur, di Jalan Indrapura, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (26/9/2019). Surya/Ahmad Zaimul Haq
Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan elemen massa lain melakukan aksi unjuk rasa menentang revisi UU KPK dan pengesahan RKUHP di depan Gedung DPRD Jawa Timur, di Jalan Indrapura, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (26/9/2019). Surya/Ahmad Zaimul Haq (Surya/Ahmad Zaimul Haq)

“Dikaitkan tuntutan berbagai elemen masyarakat agar presiden mengambil kebijakan mengeluarkan Perppu, tidak sejalan prinsip-prinsip konstitusionalisme, dan berpotensi membahayakan lembaga-lembaga demokrasi serta mengancam kewibawaan presiden sebagai “The Sovereing Power”atau presiden selaku “The Sovereing Executif” berdasarkan logika hukum tata negara darurat,” kata dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas