Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Novel Baswedan Sebut Ada Pembentukan Opini agar KPK Dicap Jelek

KPK sedang diserang dari berbagai penjuru. Upaya itu dilakukan dengan cara menjelek-jelekkan citra komisi anti rasuah tersebut

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
zoom-in Novel Baswedan Sebut Ada Pembentukan Opini agar KPK Dicap Jelek
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kedua kanan) bersama Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (kedua kiri) dan pegawai KPK lainnya menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang diserang dari berbagai penjuru. Upaya itu dilakukan dengan cara menjelek-jelekkan citra komisi anti rasuah tersebut.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengatakan bentuk serangan itu berupa penyebaran informasi-informasi hoaks mengenai lembaga penegak hukum tersebut.

Salah satu bentuk penyebaran hoaks adalah menyebut adanya kelompok taliban di KPK.

"(Taliban,-red) hoaks keterlaluan. Konyol, saya kira. Saya kira pola itu sengaja membuat persepsi seolah KPK jelek," kata Novel, ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Setelah berhasil membentuk opini mengenai citra KPK, kata dia, sejumlah pihak mengambil kesempatan untuk menerbitkan Undang-Undang tentang KPK hasil revisi.

"Sehingga, undang-undangnya diubah. Saya kira begitu," tuturnya.

Dia menilai, adanya revisi UU KPK itu membuatnya kesulitan bekerja.

Berita Rekomendasi

Hal ini, karena sejumlah upaya proses hukum mulai dari penyelidikan hingga penuntutan yang dimiliki lembaga itu diperlemah.

Dia mengharapkan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang diterbitkan presiden.

"Semoga keluarlah (Perppu,-red). Kalau tidak keluar bagaimana kita melakukan kegiatan dengan UU yang seperti itu. (Perppu,-red) Sangat diperlukan," tambahnya.

KPK Pasrah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah terhadap keputusan yang akan diambil Presiden Joko Widodo ‎(Jokowi) terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut revisi Undang-Undang KPK.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan saat ini pihaknya hanya bisa bekerja semaksimal mungkin untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Sekarang yang kami upayakan, KPK bekerja sebaik-baiknya dengan kewenangan yang ada. Menjalankan amanat ini sekuat-kuatnya. Dan juga meminimalisir efek kerusakan yang mungkin terjadi jika RUU baru berlaku," kata Febri kepada wartawan, Rabu (9/10/2019).

Di sisi lain, Lembaga Survei Indonesia (LSI) telah merilis hasil penelitiannya yang menunjukkan mayoritas publik tidak sepakat dengan revisi UU KPK yang telah disahkan DPR.

Hasilnya, mayoritas responden Jokowi menerbitkan Perppu UU KPK yang bertujuan untuk membatalkan UU KPK.

Menurut Febri, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi terkait penerbitan Perppu.

Kendati demikian, Febri mengingatkan terdapat poin-poin di revisi UU KPK yang justru berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.

"Secara objektif, berbagai suara masyarakat sudah didengar langsung melalui masifnya demonstrasi mahasiswa, pelajar dan masyarakat di Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia. Survei LSI kemarin juga menunjukkan angka yang signifikan tentang pelemahan KPK dan demonstrasi yang memang bicara tentang UU KPK salah satunya," kata dia.

Febri menambahkan, KPK telah melakukan analisis poin-poin di dalam revisi UU yang baru.

KPK, sambungnya, mengkhawatirkan 26 poin dalam revisi UU tersebut yang berpotensi melemahkan KPK.

Namun, Febri menggarisbawahi, semuanya kembali lagi kepada kewenangan Jokowi apakah akan membatalkan revisi UU KPK yang baru dengan mengeluarkan Perppu atau justru melanjutkan revisi UU tersebut.

"Apakah semua hal tersebut akan didengar dan membuat Presiden lebih yakin melakukan penyelamatan KPK, semua tergantung Presiden," kata dia.

Buah Simalakama

‎Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii mengibaratkan UU KPK hasil revisi layaknya makan buah simalakama.

"Ini tidak mudah, saya katakan ini seperti buah simalakama. Kalau dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati. Tapi harus ada keputusan," tutur Buya Syafii, ‎saat ditemui usai acara ‎peluncuran buku Pengayaan Pengawas Sekolah, di Kemendikbud, Jakarta Selatan, Rabu (9/10/2019).

Pendiri Maarif Institute ini berharap dalam waktu dekat ini, Jokowi sebagai kepala negara bisa membuat keputusan. Dia berpesan keputusan itu harus tegas dan arif.

"Harus ada keputusan. Saya harap presiden akan mengambil keputusan yang tegas tapi arif‎," tegasnya.

Buya Syafii ‎melanjutkan ada pihak yang berkehendak kembali ke UU lama KPK dan ada pihak yang berkehendak revisi UU KPK.

Secara pribadi, Buya Syafii ‎menyatakan tidak keberatan dengan revisi dengan syarat jangan gegabah seperti saat ini.

"Perppu itu kan maunya ke UU lama. Saya tidak keberatan revisi itu. Tapi caranya gegabah seperti ini," tuturnya.

"Karena ini sudah menjadi isu politik antara partai politik, parlemen DPR dan massa sudah berbeda pendapat. Banyak yang menginginkan keluarnya Perppu," tambah Buya Syafii lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas