Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Tancap Gas Sebelum Undang-Undang Hasil Revisi Berlaku 17 Oktober Besok

Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) memastikan pihaknya akan bekerja maksimal di hari terakhir berlakunya UU no 30 Tahun 2002

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Tancap Gas Sebelum Undang-Undang Hasil Revisi Berlaku 17 Oktober Besok
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Ketua WP KPK Yudi Purnomo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) memastikan pihaknya akan bekerja maksimal di hari terakhir berlakunya Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Alasannya, UU KPK hasil revisi akan berlaku pada Kamis (17/10/2019) besok.

UU tersebut otomatis berlaku 30 hari setelah disahkan DPR pada 17 September 2019, meski Presiden Jokowi tidak menandatanganinya.

Hal itu sesuai aturan dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Kami akan sangat giat bekerja hari ini, rajin, dan menunjukkan ke masyarakat bahwa UU nomor 30 tahun 2002 sudah ideal. Artinya sebenarnya tidak perlu upaya-upaya pelemahan terhadap UU KPK," ujar Ketua WP KPK Yudi Purnomo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Baca: Tengku Zulkarnain Heran Luka Tusuk Wiranto Awalnya Tiada Darah, Lalu Disebut Mengucur 3,5 Liter

Yudi menegaskan, UU KPK sudah ideal sehingga tidak perlu ada upaya pelemahan lewat revisi UU.

Berita Rekomendasi

Apalagi, kata dia, revisi UU tidak melibatkan KPK sebagai pelaksana UU yang mengetahui teknis penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

"Tentu teman-teman memahami bahwa nanti malam begitu hari berganti, kewenangan KPK yang dipreteli lewat revisi UU KPK akan berlangsung. Artinya bahwa segala tindakan dari penyelidik, penyidik dan penuntut umum di KPK harus berdasarkan UU baru," ujar dia.

Baca: Densus 88 Antiteror Ringkus Seorang Terduga Teroris di Kota Malang

Yudi kembali menyebutkan 26 poin dalam UU KPK baru yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.

"Karena belum ada peraturan di bawahnya, implementasi teknisnya, karena semuanya akan berubah, mungkin lebih dari 50 persen peraturan internal KPK bisa berubah," katanya.

Di sisi lain, Yudi melanjutkan, dalam dua hari terakhir ini, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali.

Baca: Dukung program Jargas ESDM, PGN Selesaikan 8.150 Sambungan Jargas di Probolinggo dan Pasuruan

Menurutnya hal itu sebagai fenomena para koruptor berpesta dengan segera berlakunya UU KPK baru.

"Artinya koruptor di luar sana bisa membaca KPK akan dilemahkan sehingga mereka melihat ini detik terakhir KPK," kata Yudi.

Untuk itu, Yudi meminta Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terhadap UU KPK hasil revisi guna menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Itulah sebabnya kami meminta kepada bapak presiden agar pemberantasan korupsi tetap lanjut, tidak dikebiri, tidak diamputasi, Perppu merupakan jalan agar KPK bisa tetap memberantas korupsi. Jika perppu tak keluar, tentu saja yang paling diuntungkan dari situasi yang tidak mengenakan ini koruptor," ujar Yudi.

Masih efektif berantas korupsi

Wadah Pegawai (WP) KPK menilai UU Nomor 30 Tahun 2002 masih sangat efektif untuk memberantas korupsi.

Terlebih, KPK belum lama ini melakukan sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat kepala daerah.

"Hal ini menandakan bahwa UU Nomor 30 Tahun 2002 masih sangat efektif untuk memberantas korupsi tanpa perlu direvisi," ujar Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap kepada wartawan, Selasa (15/10/2019).

Saat ini, sejumlah akademisi dari berbagai penjuru Indonesia juga menggulirkan gerakan pita hitam.

Cara ini sebagai solidaritas terhadap lima korban yang meninggal pada saat menolak berbagai legislasi bermasalah dalam gerakan #reformasidikorupsi termasuk revisi UU KPK yang dianggap bukannya memperkuat, malah memperlemah.

Baca: Download Lagu Nyaman - Andmesh, Lengkap dengan Chord Gitar, Videonya Ditonton 4,7 Juta Kali

Seperti diketahui, sesuai dengan ketentuan pembuatan peraturan perundangan, revisi UU KPK akan berlaku secara otomatis dalam waktu 30 hari atau pada 17 Oktober 2019, meskipun tidak disetujui dan ditandatangani Presiden Jokowi.

"Sehingga dalam 2 hari ke depan, KPK akan beroperasi dengan UU yang melemahkan KPK di mana tercatat ada 26 poin yang akan melemahkan KPK," kata Yudi.

Baca: Bamsoet Laporkan Hasil Rakor Persiapan Pelantikan Presiden ke Maruf Amin

Hal tersebut, sambung dia, tentu saja akan memunculkan berbagai kendala dan menyebabkan KPK tak dapat berfungsi sebagaimana seharusnya untuk memberantas korupsi sesuai keinginan rakyat Indonesia, seperti cita-cita reformasi 1998.

"Bahwa solusi paling efektif, cepat dan efisien saat ini, yaitu Presiden menerbitkan Perppu untuk membatalkan Revisi UU KPK secara keseluruhan," ujarnya.

Untuk diketahui, pada Senin (14/10/2019) dini hari tadi, tim penindakan KPK kembali melakukan serangkaian operasi tangkap tangan.

Kali ini, Bupati Indramayu, Supendi dan sejumlah pihak yang diamankan terkait kasus suap proyek di kabupaten setempat.

Terburu-buru

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut kesalahan penulisan atau typo dalam UU KPK hasil revisi terjadi lantaran dibuat dengan terburu-buru dan sangat tertutup.

"Karena itu, kami sekarang bertanya lagi apakah sekarang perbaikan 'typo' itu harus membutuhkan persetujuan antara parlemen dan pemerintah kembali. Apakah parlemen yang sekarang terikat dengan kesalahan yang dibuat sebelumnya sehingga ini semua membuat ketidakjelasan dan kerancuan," kata Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Menurut Laode M Syarif akibat kesalahan ketik dalam UU KPK hasil revisi menyebabkan KPK sangat ragu menjalankan UU tersebut.

Baca: Dengar Ariel Tatum Cerita Pengalaman Horornya di Mal, Tukul Arwana & Wika Salim Kesal: Ya Ampun!

"Itulah sebenarnya yang mengakibatkan KPK sangat ragu bagaimana mau menjalankan tugasnya, sedangkan dasar hukumnya sendiri banyak sekali kesalahan-kesalahan dan kesalahannya itu bukan kesalahan minor. Ini kesalahan-kesalahan fatal," ujar Laode M Syarif.

Seharusnya, menurut Laode M Syarif, proses pembahasan revisi UU KPK dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa memberikan masukan.

Baca: Hakim Bacakan Vonis Bebas, Terdakwa Kasus Video Ancam Penggal Jokowi langsung Tersungkur

"Kami sih berharap ada proses yang terbuka, ada proses yang tidak ditutupi sehingga masyarakat itu bisa paham. KPK juga bisa paham, bisa mempersiapkan diri bagaimana untuk memberikan masukan," kata Laoden M Syarif.

Dia mencontohkan, KPK tidak alergi dengan dibentuknya dewan pengawas hasil revisi UU KPK tersebut.

Hanya saja, ia berharap agar dewan pengawas yang dimaksud bisa menjalankan tugas sebagaimana fungsinya.

Baca: Sempat Curhat Sebelum Dikabarkan Meninggal, Sulli Eks f(x) Sebut Kehidupan Aslinya Lebih Gelap

"Fungsi dewan pengawasnya ya sebagai dewan pengawas, bukan sebagai bagian dari yang harus menyetujui, menandatangani. (Kalau begitu), itu bukan mengawasi. Nanti orang bertanya lagi, nanti yang mengawasi dewan pengawas ini siapa," ujar Laode M Syarif.

Basaria anggap wajar

residen Joko Widodo (Jokowi) belum meneken Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru karena ada kesalahan penulisan atau typo.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan juga mengaku belum membaca keseluruhan UU KPK yang baru.

"Saya kurang tahu. Kalau boleh jujur saya belum baca seluruhnya. Saya pikir adik-adik sudah lihat jawaban mereka bicara juga ada yang typo, ada yang segala macam, saya pikir kita manusiawi saja," ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam.

Basaria mengatakan, KPK sebagai pelaksana UU berharap yang terbaik.

Namun dia menekankan KPK tetap menjalankan tugas pemberantasan korupsi meskipun nantinya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) itu diterbitkan atau tidak.

Baca: Bupatinya Ditangkap KPK, Warga Lampung Utara Syukuran Potong Kambing di Halaman Pemda

"KPK itu sifatnya kita pelaksana walau penuh harapan. Kan kita tidak mungkin berhenti juga walaupun perppu keluar atau tidak, kita tidak mungkin berhenti, kita harus jalan. Segala kemungkinan kita sudah disiapkan," kata Basaria.

Baca: Naik Motor, Turis Perancis Nyelonong Masuk Tol Malang-Pandaan Setelah Ikuti Panduan Google Map

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sebelumnya menyebut UU KPK sudah dikirim DPR ke Istana.

UU belum ditandatangani Jokowi karena masih ada kesalahan penulisan atau typo.

Baca: Google Maps Tak Selamanya Bisa Diandalkan, Ini 5 Kisah Konyol Tersesat Jalan karena Panduannya

"Sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kita minta klarifikasi. Jadi mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Baleg," kata Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Kata-kata yang disebut typo atau salah ketik ada di bagian penulisan Pasal 29. Pimpinan KPK ditulis harus memenuhi persyaratan paling rendah 50 tahun (tertulis dalam angka).

Namun angka dan keterangan di dalam kurung tidak ditulis sama. Keterangan dalam bentuk tulisan menyebutkan 'empat puluh tahun'.

Sementara itu, Ketua Baleg DPR periode 2014-2019 Supratman Andi Agtas menilai salah ketik dalam undang-undang adalah hal biasa.

Supratman menyebut pembahasan soal salah ketik itu tidak bisa dilakukan secara sepihak.

"Jadi typo itu sesuatu hal yang biasa ya, biasa. Itu kan cuma satu aja typo-nya, menyangkut soal angka dan huruf."

"Cuma, mekanismenya walaupun saya sudah tahu apa yang menjadi isi yang sebenarnya, tapi kan tidak boleh saya mengambil keputusan tindakan sepihak sebagai Ketua Baleg atau Ketua Panja," kata Supratman di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

"Saya harus kumpulkan semua pengusul dan minimal anggota panja bersama pemerintah untuk membuatkan berita acara soal perbaikan tadi. Tapi sebenarnya tidak ada masalah, karena itu memang yang kami maksudkan 50 tahun (usia minimal pimpinan KPK)," ujar Supratman.

Mensesneg sebut ada typo

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjelaskan memang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi sudah dikirim oleh DPR ke Presiden Jokowi.

Tapi, lanjut Pratikno, ada kesalahan penulisan atau typo dalam UU KPK yang baru itu.

Namun, Pratikno tidak menyebut berapa jumlah typo dalam UU KPK tersebut.

"Sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi mereka (DPR) sudah proses mengirim (lagi) katanya, sudah di Baleg," tegas Pratikno, Kamis (3/10/2019) di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.

Baca: Kemlu Pastikan Kawal Insiden Jurnalis WNI yang Tertembak di Hong Kong

Pratikno juga menyebut pihaknya sudah meminta klarifikasi atas typo dalam UU KPK.

Dia tidak ingin nantinya ada perbedaan interpretasi terhadap payung hukum baru bagi KPK.

‎"Ya typo-typo yang perlu klarifikasi, yang nanti bisa menimbulkan interpretasi," ucapnya.

Untuk diketahui, ‎Presiden Jokowi juga belum meneken UU KPK hasil revisi tersebut. UU itu sebelumnya telah disahkan oleh DPR pada 17 September lalu.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang sudah disepakati bersama DPR dan pemerintah dikirim ke presiden untuk disahkan.

Kemudian presiden, dalam waktu paling lama 30 hari dari waktu RUU itu disetujui DPR dan pemerintah, mengesahkan RUU tersebut.

Jika dalam jangka waktu itu tidak kunjung ditandatangani presiden, maka RUU tersebut tetap berlaku.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas