KPK Jerat Direktur PT HTK Taufik Agustono Sebagai Tersangka
Taufik diduga terlibat kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK)
Penulis: Ilham F Maulana
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia Taufik Agustono sebagai tersangka.
Taufik diduga terlibat perkara dugaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan satu orang sebagai tersangka, yaitu TAG (Taufik Agustono)," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Dalam kasus ini, Taufik diduga menyuap Bowo Sidik Pangarso selaku anggota Komisi VI DPR.
Perkara yang melibatkan Taufik itu bermula ketika PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama lima tahun, yakni sejak tahun 2013 hingga 2018.
Baca: KPK Kembali Kuak Kasus Korupsi di Lapas Sukamiskin, 5 Orang Dijerat Jadi Tersangka
Pada tahun 2015, kontrak tersebut dihentikan karena Petrokimia membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.
PT HTK pun memutar otak agar kapalnya dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikannya, pihak PT HTK meminta bantuan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
PT HTK mengutus Asty Winasti selaku Marketing Manager untuk bertemu Bowo. Dalam pertemuan itu, Asty meminta agar Bowo mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal.
Baca: Diragukan Pimpin KPK, Alexander Marwata: Kita Tunjukkan dengan Kinerja
Taufik bersama Asty dan Bowo kembali bertemu untuk menyepakati kelanjutan kerja sama penyewaan kapal yang sempat terhenti pada 2015. Atas hal tersebut, Bowo meminta sejumlah fee. Hal tersebut disetujui Taufik.
Hasil dari pertemuan itu pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT PILOG dengan PT HTK terkait penggunaan kapal.
Setelah MoU terwujud kemudian disepakati pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo dengan dibuatkannya satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran PT HTK.
Lalu Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka sebesar Rp1 miliar atas ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT PILOG, yang mana permintaan itu disanggupi Taufik melalui beberapa termin pembayaran
Pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019 PT HTK mulai mencicil fee kepada Bowo dengan rincian, USD59.587 pada 1 November 2018, USD21.327 pada 20 Desember 2018, USD7.819 pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019.
Baca: KPK Kembali Kuak Kasus Korupsi di Lapas Sukamiskin, 5 Orang Dijerat Jadi Tersangka
"Uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama BSP (Bowo Sidik Pangarso)," kata Alex.
Atas perbuatannya, Taufik diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Perkara ini merupakan hasil dari pengembangan penyidikan perkara sebelumnya yang menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Ketiga orang itu yakni anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso; Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti; serta orang kepercayaan Bowo bernama Indung.
Untuk ketiga tersangka perkaranya kini telah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.