Darwis Triadi: Saya tahu Pikiran Jokowi lagi Berat
Dan yang berikutnya adalah bagaimana memanfaatkan waktu yang sesingkat-singkatnya itu secara maksimal. Waktunya kan cuma setengah jam.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
Di sini memang sebetulnya seorang fotografer itu memang harus mempunyai suatu kapasitas kemampuan yang terintegrasi secara komplit. Bukan hanya masalah teknis saja bagaimana penguasaan dia, supaya semuanya terjadi dengan santai.
Baca: Jokowi: Baru Kali Ini Santai, Biasanya Rapat, Rapat dan Rapat
Yang berikutnya adalah bagaimana mengeluarkan karakter orang yang dipotret. Itu tidak mudah. Karena kadang-kadang, maklumlah antara fotografer dengan kepala negara pasti akan terjadi (gap). Saya juga sangat surprise dan yang saya utarakan apa adanya kepada Pak Jokowi, ternyata Pak Jokowi itu tidak ada batasan-batasan. Semuanya mengalir.
Adakah permintaan tertentu dari Presiden Jokowi saat pemotretan?
Sebelumnya, ya. Karena kami ada diskusi kecil saja sebelum pengambilan gambar. Beliau bilang, nanti saya menginginkan foto seperti ini, close up. Saya sudah paham, karena ada guidance waktu itu yakni minta tidak perlu sampai kaki.
Berikutnya adalah eksplorasi dalam saya memotret bapak itu saya lakukan setelah semuanya saya dapatkan. Misalnya, keperluan official hanya foto dari depan saja. Tapi saya melihat, Pak Jokowi dan Pak Kiai ini kalau diambil dari sisi samping, saya pindah lighting, dan banyak sekali, itu jadi sebuah foto yang mengeluarkan karakter bapak.
Dan itu biasanya, kita bisa melakukan itu harus secara spontanitas. Karena kalau tidak kan' waktu berjalan.
Jadi, itulah sebetulnya yang menarik. Menjalankan pekerjaan memotret, apalagi seorang kepala negara, di mana semuanya serba cepat dan harus melakukan secara prosedural.
Berapa lama prosesi pemotretan Jokowi dan Ma'ruf Amin?
Sekitar 30 menit. Tapi sebelumnya, saya sempat ngobrol sama bapak itu, 3 sampai 5 menit, di situ sebetulnya saya untuk menetralkan saja. Saya bicara yang rileks saja, tidak bicara yang berat-berat, saya bicara yang ringan-ringan. Saya utarakan hal-hal sederhana yang bisa buat bapak juga bisa senyum. Itu saja. Biar rileks saat difoto, intinya cuma itu.
Karena saya tahu pas saya motret, itu situasi pikiran bapak, lagi berat kan waktu itu. Kalau kita lihat tiga minggu lalu, situasinya seperti in itu. Ya itu lah. Buat saya itu adalah suatu momentum mukjizat yang luar biasa. Karena saya sudah khawatir, saya tidak dapat ekspresi yang baik.
Sebetulnya, kan harus rileks. Bapak terbebani begitu berat. Nah bagaimana pada saat memotret itu, supaya bisa hilang bebannya. Dan ternyata pada saat itu bapak luar biasa karena begitu saya mengarahkan sedikit, bapak lepas.
Baca: Dua Kapal Troli Senilai Rp86 Miliar Bakal Diserahkan ke TNI AL
Dan momentum itu terjadi hanya 1 sampai 2 menit. Depdepdep.... Sisanya bapak kembali ke pemikiran masalah-masalah yang begitu berat memang dia harus jalan kan'.
Itu yang saya salut sama beliau, dan rileks. Bisa dilihat kan behind the scene-nya. Buat saya behind the scene itu, saya memperlihatkan ini loh sosok kepala negara kita, sosok pemimpin kita pada saat situasi seperti itu, bisa menjalaninya dengan rileks.
Baca: Cerita Darwis Triadi Soal Ekspresi Presiden di Pemotretan Foto Resmi
Karena pada saat itu, jika saya gagal berkomunikasi, fotonya pasti tidak bagus. Kalau tidak bagus, jadinya foto yang dipajang tidak bagus dan jadi persoalan.
Apa yang Anda ingin sampaikan dalam foto resmi presiden dan wakil presiden itu?
Sebetulnya sederhana, yang mau saya sampaikan adalah bahwa saya sebagai fotografer memotret pemimpin negara Indonesia, saya membuat bukan hanya buat rakyat Indonesia saja, tapi buat negara luar. Nih, pemimpin gua tuh punya karakter, punya wajah yang tegas, cool, bijaksana. Itu pesan semua yang saya dapatkan.
Karena kadang-kadang saya melihat foto kepala negara luar kok keren banget. Kan kita juga tidak pengin, karena profile itu mempresentasikan bangsanya.
Apa yang membedakan memotret model dengan kepala negara?
Jauh. Sebab, memotret kepala negara itu punya sebuah tanggung jawab moral yang sangat besar. Karena hasil fotonya itu merepresentasikan bangsa dan negara kita, termasuk ke negara lain. Bukan hanya sekedar foto.
Kalau kita lihat fotonya Presiden Soekarno zaman dulu kan gila itu, sampai bisa dikoleksi.