Respon Maaf Jokowi Soal Susunan Kabinet, PBNU Akan Lebih Kritis Terhadap Kebijakan Pemerintah
Cucu Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari yang juga Ketua PBNU, Aizzudin Abdurrahman menyampaikan kekecewaannya dan kekecewaan para Kiai
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan maaf Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada sejumlah pihak yang tidak terakomodasi di dalam Kabinet Indonesia Maju direspon Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Jokowi menyampaikan Hanya ada 34 kementerian sehingga tidak mungkin membuat semua pihak senang. "Artinya, pasti yang kecewa lebih banyak dari yang senang dan mungkin juga sebagian dari yang hadir ada yang kecewa. Jadi saya mohon maaf tidak bisa mengakomodasi semuanya," kata Jokowi saat peresmian pembukaan Musyawarah Besar ke-10 Pemuda Pancasila (PP) di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
Merespon permintaan maaf presiden, Cucu Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari yang juga Ketua PBNU, Aizzudin Abdurrahman menyampaikan kekecewaannya dan kekecewaan para Kiai dan Masyayikh NU di berbagai daerah terkait pemilihan menteri agama dari kalangan militer
"Kekecewaan para Masyayikh dan Kiai NU sangat beralasan. Kementerian Agama dijabat oleh militer tidak lazim saat ini, karena terkesan setengah-setengah. Ada tanggung jawab keumatan yang diemban Kyai dan Masyayikh yang tidak ringan. Apalagi menilik sejarah perjuangan dan peran NU hingga saat ini sebagai ormas keagamaan yang konsisten melawan radikalisme, termasuk komitmen kebangsaan, NKRI dan Pancasila ." kata Ketua PBNU Aizzudin Abdurrahman, Senin (28/10/2019).
"Menghormati hak prerogratif Presiden satu hal, tapi jika yang dimaksudkan sebagai upaya rekonsiliasi ataupun akomodasi pasca pilpres seharusnya diretas dengan lebih bijak", sambung Aizzudin yang biasa disapa Gus Aiz
Selain itu, ekonomi keumatan yang digagas oleh Wakil Presiden, KH Ma'ruf Amin juga dapat dipastikan akan mengalami tantangan yang tidak mudah. Jika perannya dikebiri oleh kepentingan kelompok tertentu dan partai-partai.
"Dapat dipastikan sikap NU ke depan akan lebih kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Tidak bisa sekedar amar makruf tapi juga menekankan nahi mungkar," tegas Gus Aiz.
"Jangan su'udzon terhadap NU, tidak sederhana sekedar masalah jabatan, tapi tanggung jawab pemahaman dan pengambilan keputusan terkait keagamaan yang berdampak luas secara sosial kemasyarakatan", katanya.