DPR Kritik Tajam BPJS Kesehatan: Tak Hanya Iuran, Data Kepesertaan Juga Carut-Marut
Rahmad Handoyo mengatakan, justru yang menjadi persoalan besarnya adalah carut marut data kepesertaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan di RS
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya masalah sederhana.
Rahmad Handoyo mengatakan, justru yang menjadi persoalan besarnya adalah carut marut data kepesertaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan di rumah-rumah sakit.
"Kita jangan terjebak pada setuju dan tidak setuju. Ada masalah lebih besar dalam BPJS Kesehatan ini," kata Rahmad kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).
Rahmad mengingatkan, peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh negara harus disisir lagi.
Karena di antara mereka ada masyarakat yang sebetulnya tidak layak masuk sebagai peserta tetapi biayanya ditanggung negara.
Peserta yang tidak layak ini kata Rahmad harus dikeluarkan dari daftar atau data peserta BPJS Kesehatan.
"Sangat banyak yang mestinya dikeluarkan dari data kepesertaan BPJS Kesehatan karena memang mereka mampu. Ini harus ditertibkan, karena memanfaatkan negara yang semestinya bukan untuk mereka," kata Rahmad.
Politisi PDI Perjuangan ini melihat, pelaksanaan BPJS Kesehatan bisa menjadi momentum bergotong royong, yaitu masyarakat yang mampu mensubsidi yang miskin dengan membayar iuran BPJS yang dinaikkan.
"Ini tugas pemerintah untuk membereskan data kepesertaan, dengan mensisir ulang kepesertaan itu," ujar Rahmad.
Kemudian, tambah dia, setelah iuran BPJS Kesehatan naik, maka pasien akan menuntut pelayanan yang semakin baik, seperti pelayanan cepat dan ketersediaan obat.
Karena itu kata Rahmad, silakan saja iuran BPJS Kesehatan dinaikkan, tetapi terlebih dulu membereskan data kepesertaan dan meningkatkan pelayanan.
Kepada masyarakat yang keberatan bahkan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, diminta untuk memberi solusinya.
Sebab jika sampai negara tekor, maka pemerintah bakal kesulitan dan terseok-seok untuk membiayai.
"Dari mana uang negara ? Maka harus ada solusinya, kita cari solusi dan tidak hanya sekedar menolak," katanya.
Ia menambahkan, jika tidak setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kemudian BPJS bangkrut, maka negara tidak bisa lagi melayani kesehatan masyarakatnya.
Seperti diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari besaran saat ini, berlaku mulai 1 Januari 2020.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.