Posting Meme Anies Berwajah Joker, Ade Armando Heran Kenapa Fahira Idris yang Tersinggung
Selain itu Ade juga mempertanyakan alasan Fahira merasa tersinggung sehingga perlu melayangkan gugatan padanya.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando mengaku heran atas gugatan yang dilayangkan Fahira Idris kepadanya karena mempostingan meme Anies Baswedan menyerupai Joker.
Ade Armando heran lantaran Fahira Idris, yang menyeretnya ke polisi, tidak memiliki urusan hukum dengannya yang memposting meme tentang Anies.
Selain itu Ade juga mempertanyakan alasan Fahira merasa tersinggung sehingga perlu melayangkan gugatan padanya.
"Isunya memang soal ini, tapi saya heran kenapa Fahira Idris yang tersinggung? Kan harusnya Anies yang tersinggung. Memang Fahira itu siapanya Anies? Jadi tidak jelas, dia itu urusannya apa secara hukum bisa menggugat saya," ujar Ade saat dihubungi, Sabtu (2/11/2019).
Baca: Ade Armando Pernah Dilaporkan ke Polisi karena 3 Hal Ini, Selain Meme Anies Baswedan Mirip Joker
Baca: Anies Baswedan Dijadwalkan Buka Kongres Partai NasDem Pekan Ini
Menurutnya apa yang dilakukan Fahira berlebihan jika ingin mewakili kegelisahan warga Jakarta atas perbuatan Ade.
Meski menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jakarta, bukan berarti Fahira bisa bertindak semena-mena terhadap Ade.
"Siapa dia kok dia mewakili kegelisahan warga Jakarta mentang-mentang dia anggota DPD, siapa yang gelisah, dia aja kali yang gelisah," tandas Ade.
Sebelumnya Ade juga menyebut gugatan yang dilayangkan Fahira padanya salah alamat.
Hal itu lantaran Ade Armando menilai dirinya tidak melanggar apa yang tertuang dalam pasal 32 ayat (1) junto 48 ayat (1) UU ITE yang ditujukan padanya.
"Menurut saya sih pasal tuduhan dia itu salah alamat karena pasal yang dikenakan itu mengubah gambar informasi elektronik," ujar Ade Armando.
//
// >>0),ba=0,ca=Date.now||function(){return+new Date};function p(a){p[" "](a);return a}p[" "]=function(){};var da=(a,b)=>"&adurl="==a.substring(a.length-7)?a.substring(0,a.length-7)+b+"&adurl=":a+b;let u=m.dicnf||{};function v(a,b,c){a.addEventListener&&a.addEventListener(b,c,!1)};function ea(a){const b=a.length;let c=0;return new w(d=>{if(0==b)d([]);else{const e=[];for(let g=0;g{e[g]=f;++c==b&&d(e)})}})}function fa(a,b){if(!a.b)if(b instanceof w)b.then(c=>{fa(a,c)});else{a.b=!0;a.c=b;for(b=0;b
//
Berikut TribunPalu.com merangkum beberapa kasus dan tuduhan yang pernah menyeret Ade Armando dari laman Kompas.com dan Tribunnews.com.
1. Dugaan penodaan agama.
Pada Mei 2015, Ade Armando menuliskan status "Allah kan bukan Orang Arab Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, Hiphop, Blues." di akun Facebooknya.
"Itu status di FB saya 20 Mei 2015 itu saya mengatakan Tuhan bukan orang Arab, Tuhan pasti senang kalau ayat-ayatnya dibaca dengan langgam Minang, Sumatera, dan seterusnya," kata Ade saat menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya pada Juni 2016 silam.
"Itu kaitannya dengan rencana Menag Lukman Hakim. Saat itu, dia berniat membacakan festival dengan langgam Nusantara. Waktu itu sudah ada contoh," kata Ade.
Sementara, pada Sabtu, 23 Mei 2015 lalu, pengguna Twitter bernama Johan Khan (@CepJohan) melaporkan Ade ke Polda Metro Jaya atas unggahan ini.
Johan memutuskan untuk membawa masalah ini ke polisi karena Ade tidak mau minta maaf terkait pernyataannya dalam waktu 1 x 24 jam.
Ade pun dilaporkan atas dugaan penistaan agama.
Atas laporan dugaan penistaan agama tersebut, Ade terancam dijerat Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama dan atau Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ade Armando sempat ditetapkan sebagai tersangka pada 2017.
Namun, akhirnya pada 2017 pihak kepolisian mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) atas kasus Ade Armando ini karena tidak ditemukan unsur pidana.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat.
"Itu (keluar SP3) karena kita telah memeriksa beberapa saksi. Saksi bahasa, pidana, dan ITE, dari hasil itu para ahli tidak menemukan unsur pidana," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Selasa (20/2/2017).
Wahyu mengatakan, meskipun Ade sudah menyandang status tersangka, pihaknya bisa saja mengeluarkan SP3.
Ade diketahui telah dipanggil dua kali, salah satunya pada 2015 sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun SP3 terbit pada Januari 2017.
"Ya kalau memang tidak temukan pidana bisa saja," kata Wahyu.
Namun, pada September 2017, pelapor Johan Khan mengajukan permohonan praperadilan atas tuduhan pendoaan agama Ade Armando.
Johan memohon agar kasus ini dibuka kembali setelah dihentikan penyidikannya.
Permohonan ini dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan tidak sah surat permohonan penghentian penyidikan bernomor SPPP/22/II/2017 yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya," kata Hakim Tunggal Aris Bawono Langgeng, Senin (4/9/2017).
Dalam pertimbangannya, Aris menyebut penghentian penyidikan tidak sah lantaran ada bukti-bukti yang dilampirkan Johan Khan yang belum diperiksa oleh penyidik.
Bukti itu yakni unggahan di media sosial Ade lainnya yang dianggap menista agama tertentu.
"Menurut hakim agar bukti-bukti itu diuji lagi oleh ahli," ujar Aris.
Selain itu, ada perubahan pendapat ahli dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Ahli awalnya menyebut ada unsur pidana dalam postingan Ade Armando pada Mei 2015. Ade pun ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2017.
Polisi kemudian melakukan gelar perkara tengah, dan kembali memeriksa ahli.
Dalam pemeriksaan, ahli kemudian menyatakan tidak ada tindak pidana.
"Ahli menyatakan konteks tulisan untuk menanggapi event yang dilakukan oleh Kementerian Agama, bukan untuk penistaan agama," kata Aris.
Ahli yang dilibatkan dalam proses penyelidikan dan penyidikan yakni ahli agama dari Kementerian Agama dan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE) Taruli, serta ahli bahasa Krisanjaya.
2. Dugaan penistaan hadis.
Ade Armando kembali dilaporkan ke pihak kepolisian pada 2018.
Kali ini, Ade Armando dilaporkan atas dugaan penistaan hadis oleh Majelis Taklim Nahdlatul Fatah.
Ade dilaporkan karena unggahan di Facebooknya dianggap penistaan terhadap hadis.
"Salah satunya dia katakan bahwa hadis tidak sesuai dengan apa yang diucapkan dan dilakukan oleh Rasulullah," ujar Pimpinan Majelis Ta'lim Nahdlatul Fatah Salman Al Farisi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (8/1/2018).
Misalnya, kata Salman, ada hadis yang melarang menyambut tahun baru dengan cara berlebihan karena tidak dibenarkan oleh syariat.
Sementara itu, dalam postingannya, Ade menganggap larangan itu menyusahkan hidup.
Padahal, kata dia, hadis tersebut menekankan bahwa jika umat berpegang teguh pada Al Quran dan hadis, maka tak akan tersesat.
"Jadi kan terkesan bahwa hadis ini dan Al Quran ini membuat susah umat Islam," kata Salman.
Selain itu, Ade juga mengunggah tulisan terkait pemahaman ulama soal meminum air seni onta.
Ade menuliskan bahwa Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir menyebarkan video anjurannya untuk minum kencing unta.
Ia kemudian membandingkannya dengan imbauan World Health Organization (WHO), agar masyarakat berhenti meminum air kencing onta karena salah satu sumber penyakit MERS (Middle East Respiratoty Syndrome).
Penyakit ini menyerang pernapasan dan bisa berujung pada kematian.
"Yang berhak membicarakan persoalan ini tentunya ulama-ulama yamg menguasai bidang hadis. Ade Armando ini siapa?" kata Salman.
"Jadi terkesan mengkonfrontasi antara hadis dengan pendapat WHO," lanjut dia.
Salman membawa sejumlah bukti berupa satu bundel dokumen berisi enam halaman tangkapan layar unggahan Ade Armando di Facebook.
Ade Armando diduga melanggar pasal 128 UU ITE dan jucto pasal 56 ayat 1 KUHP.
Salman selaku pelapor menerima laporan polisi Nomor LP/16/I/2018/Bareskrim tertanggal 8 Januari 2018.
3. Dilaporkan oleh anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Pada awal 2019, Ade Armando dilaporkan ke polisi oleh anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (Dewas BPJS TA), Syafri Adnan Badarudin, atas dugaan pencemaran nama baik melalu media elektronik.
Ade Armando dilaporkan ke polisi bersama Tenaga Kontrak Asisten Ahli Dewan Pengawas BPJS TA, Rizky Amelia.
Saat itu, Rizky Amelia mengaku diperkosa dan dilecehkan secara seksual oleh anggota Dewan Pengawas BPJS TA, Syafri Adnan Baharuddin, dari April 2016 hingga November 2018.
Sementara, Ade Armando merupakan aktivis sekaligus pembela korban pelecehan seksual.
Rizky Amelia dan Ade Armando dilaporkan karena unggahannya di media sosial yang berkaitan dengan tuduhan tindak pelecehan seksual yang dialamatkan kepada Syafri Adnan Badarudin.
Hal ini disebutkan oleh kuasa hukum Syafri, Memed Adiwinata.
Ia menyebutkan, terlapor AA telah mengunggah di Facebook pada 27 Desember 2018, sementara RA mengunggah pada 28 November 2018.
“Muatannya kurang lebih hampir sama, tapi lebih menjurus AA,” kata Memed.
Dalam laporannya, Memed juga membawa barang bukti berupa unggahan status Whatsapp dan Facebook.
Laporan tersebut diterima oleh Bareskrim Polri untuk terlapor Rizki Amelia, dengan nomor LP/B/0026/I/2019/BARESKRIM.
Sedangkan untuk terlapor Ade Armando, dengan nomor LP/B/0027/I/2019/BARESKRIM tertanggal 7 Januari 2019.
Keduanya dilaporkan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Informasi Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 36 dan Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 5.
"Ancaman salah satunya ada yang empat tahun dan 12 tahun,” kata Memed.
Menanggapi laporan pencemaran nama baik Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ini, Ade menilai itu tidaklah tepat.
“Pencemaran nama baik itu artinya saya memfitnah orang yang punya reputasi baik. Yang saya lakukan adalah melaporkan dugaan adanya kejahatan seks di sebuah lembaga terhormat. Masak itu mencemarkan nama baik?” ujar Ade saat dihubungi, Senin (7/1/2019).
Meski demikian, Ade menghormati dan menerima laporan dirinya ke polisi.
Menurut Ade, laporan itu menjadi jalan untuk membongkar kasus tersebut menjadi lebih terang.
“Saya sudah menduga mereka akan menuntut balik. Ini justru membuat kami lebih bersemangat membongkar dugaan kejahatan Dewas (Dewan Pengawas) BPJS Ketenagakerjaan. Data kami banyak, bukan cuma soal seks,” tutur Ade.
Namun, Ade belum membeberkan di mana dan apa saja 'kebobrokan' Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu.
“Jadi kasus Amel ini menguak ada begitu banyak hal terkait kebobrokan Dewas. Amel bisa memberikan clue tentang kebobrokan itu,” tutur Ade.
Ade mengatakan, pihaknya akan menyampaikan kepada publik tentang indikasi kebobrokan Dewas itu.
“Ini tidak cuma terkait SAB, tapi juga keseluruhan Dewas. Belum bisa dipaparkan sekarang,” kata Ade.
Sebelumnya, Ade Armando menyatakan awalnya ingin menyelesaikan kasus dugaan pelecehan seksual anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan secara musyawarah.
Lelaki kelahiran Jakarta, 24 September 1961 tersebut mengungkapkan, sebenarnya tak mau membawa kasus pelecehan ini ke ranah hukum.
Hal tersebut dinyatakan Ade Armando dalam jumpa pers yang digelar di sebuah kantor partai politik, Jalan K.H. Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).
Meski begitu, menurut Ade, pihak Dewas BPJS TA bersikap tak kooperatif dan malah melaporkan balik dirinya dan korban, Rizky Amelia, ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
"Tadinya nggak ada urusan pidana, nggak ingin memenjarakan (terduga pelaku). Tapi kalau sekarang diperlakukan seperti itu, kami mendukung (penyelesaian jalur hukum)," kata Ade Armando.
Ade mengaku, telah mengajak pihak Dewas BPJS TA untuk bertemu dan bermusyawarah.
Namun, tujuh anggota Dewas BPJS TA maupun perwakilan mereka tak kunjung menemui Ade.
(Tribunnews.com/Lendy Ramadhan), (Kompas.com/Nibras Nada Nailufar, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Reza Jurnaliston)