ILC, Irfan Idris: Makna Radikal Melenceng dari Positif ke Negatif
Profesor Irfan Idris mengatakan makna tentang radikal mulai melenceng dalam istilah radikalisme yang berasal dari kata radikal dan isme.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Deradikalisasi BNPT, Profesor Irfan Idris mengatakan makna tentang radikal mulai melenceng dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (5/11/2019) malam.
Hal tersebut dikatakan Irfan Idris ketika menjelaskan lima istilah di BNPT yang dielaborasi untuk mencerahkan masyarakat
Tujuannya adalah untuk tidak mudah memutuskan seseorang adalah radikal hanya karena simbol, bahasa, atau latar belakang pendidikan.
Irfan Idris menjelaskan lima istilah tersebut sebagai berikut:
1. Radikal
Radikal berasal dari kata radiks yang mempunyai arti berpikir hingga ke akarnya.
Irfan Idris mengatakan ciri orang yang berpikir radikal, ada tiga yaitu berpikir secara komprehensif, sistematis, dan universal.
"Radikal itu radiks, berpikir sampai akar-akar. Sampai tuntas. Holistik dari hulu ke hilir. Ciri orang yang berpikir radikal, radiks dalam arti positif ada tiga berpikir komprehensif, berpikir sistematis, dan berpikir universal," terang Irfan Idris.
"Jadi kalau berpikir obyektif, tidak subyektif. Tidak merasa diri benar, jadi kalau merasa diri benar, itu tidak radikal orang lain salah semua."
"Hanya bacanya yang benar, hanya gurunya yang benar, hanya mashabnya yang benar, hanya kitabnya yang benar, itu tidak obyektif namanya, itu subyektif. Keluar dari ciri radikal sebagai radiks, yang kita harapkan berpikir sampai tuntas ke akar-akarnya."
2. Radikalisasi
Irfan Idris menjelaskan jika Radikalisasi merupakan proses dari radikal.
3. Radikalisme
Irfan Idris mengatakan pada istilah inilah mulai melenceng makna radikal dari positif menjadi makna negatif.
Radikalisme terdiri dari dua kata, yaitu kata radikal dan isme.
Ia pun menjelaskan radikalisme terdapat empat makna.
Yaitu ingin merubah keadaan dengan radiks, secara cepat, memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan agama, dan menggunakan kekerasan.
Irfan Idris juga menuturkan untuk memahami secara radikal atau secara menyeluruh mengenai makna ini.
"Di sinilah mulai melenceng makna radikal dari positif menjadi negatif. Karena kenapa? Radikal dan isme. Dalam buku Ilusi Negara Islam, saya kira kita baca, radikalisme itu ada empat maknanya," ujar Irfan Idris.
"Yang pertama ingin merubah keadaan dengan radiks, dengan sampai tuntas ke akar-akarnya. Kemudian yang ke dua secara cepat, jangan lamban. Negri kita ini harus bergerak cepat."
"Yang ke tiga dan ke empat ini yang tidak benar karena memaksakan kehendak mengatasnamakan agama, dan menggunakan kekerasan."
"Di sinilah mulai melenceng makna radikal yang setiap orang menyebut radikal pasti negatif. Kita harus pahami secara radikal juga ini. Kita harus memahami secara radikal, jangan sepotong-potong."
4. Radikal Terorisme
Irfan Idris menjelaskan hal tersebut membahayakan yang mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
"Kemudian lahir istilah di kita (BNPT) ada namanya radikal terorisme. Karena ada radikal premanisme, ada radikal separatis, yang semuanya itu teroris," terang Irfan Idris.
"Kenapa? Karena ini berbahaya bagi keutuhan berbangsa secara geografis-demografis dan berbahaya bagi keutuhan berbangsa secara ideologi," tambahnya.
5. Deradikalisasi
Deradikalisasi merupakan tindakan pencegahan untuk mengembalikan paham yang dianggap membahayakan.
Polemik mengenai radikalisme ini mencuat setelah Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024, Fachrul Razi sering menyinggung soal radikalisme.
Fahcrul Razi akan mengeluarkan larangan penggunaan cadar dan juga celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintah. (*)
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)