Bawaslu Curhat Soal Ketidakpastian Regulasi, Komisi II DPR RI Diceramahi Saat Bedah Buku
Mantan ketua Badan pengawas pemilu itu mengakui adanya pandangan yang mengatakan undang-undang hanya mengatur yang bersifat umum.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Profesor Muhammad, saat acara bedah buku Keadilan Pemilu, memberikan nasihat kepada komisi II DPR RI lantaran dinilai membuat regulasi yang sifatnya tidak pasti, bahkan multitafsir bagi panitia pengawas pemilu (panwaslu) 2019.
"Kebetulan ada komisi II di sini. Ini pak, saya titipkan, dalam menyusun regulasi Pemilu tolong jangan diberikan PR (pekerjaan rumah) kepada KPU, Bawaslu, masyarakat, dan peserta pemilu, dalam menafsirkan regulasi itu," ujar Prof. Muhammad saat berbicara di hotel Acacia, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2019).
Mantan ketua Badan pengawas pemilu (Bawaslu) itu mengakui adanya pandangan yang mengatakan undang-undang hanya mengatur yang bersifat umum.
Baca: Terkait Penegakan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Serahkan Penerapan Fungsi kepada Pemerintah
Baca: Bawaslu Blak-blakan Soal Ketiadaan Sistem yang Mampu Merespons Keluhan Secara Efektif
Baca: Larangan Eks Koruptor Maju di Pilkada, KPU: Harus Sosok yang Sempurna
"Ada pandangan mengatakan UU hanya mengatur umumnya saja, nanti PKPU dan Bawaslu yang mengatur teknisnya. tolong selengkap mungkin UU itu bisa memberikan informasi, guide dan sebagainya kepada kita semua," ujar Prof. Muhammad.
"Tapi tolong selengkap mungkin undang-undang itu bisa memberikan informasi, guide dan sebagainya kepada kita semua," tambahnya.
Menurut Prof. Muhammad sifat hukum yang baik tercermin dari sistem dan ketentuan yang konsisten satu sama lain.
"Kita berharap tidak ada lagi pasal yang satu menohok pasal yang lain, ini dulu masih ada di UU pemilu. ini bagaimana pembuatannya," katanya.
Selain itu hukum tidak boleh multitafsir. Menurutnya hal itu membuat KPU dan Bawaslu mengembara di hutan belantara tanpa kompas.
Ketidakjelasan dan ketidaktegasan hukum berimbas pada KPU dan Bawaslu yang memberikan tafsir dan itu dinilainya dapat menimbulkan kegaduhan.
"Misalnya mantan napi, tolong dituntaskan apakah bisa nyalon atau tidak? mantan narkoba, mantan pelaku kekerasan seksual terhadap anak, tolong dituntaskan kalimat hukumnya. Harus tegas dan jelas serta dapat dilaksanakan," ujarnya memberikan contoh.
"Hukum yang baik itu dapat dilaksanakan, itu konkrit di lapangan dapat membantu memecahkan masalah," tambah Prof. Muhammad.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.