Kisah M Sardjito yang Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional: Ubah Kandang Kuda Jadi Rumah Sakit
Karena keterbatasan fasilitas, Sardjito menggunakan kandang kuda Keraton Yogyakarta untuk diubah menjadi rumah sakit
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Almarhum Prof. Dr. M. Sardjito mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia.
Pemberian gelar diberikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada perwakilan keluarga di Istana Negara, Jumat (8/11/2019).
Baca: Cucu Ruhana Kuddus Terharu Wakili Keluarga Terima Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara
Dyani Poedjioetomo yang merupakan cucu Sardjito mengaku bersyukur perjuangan kakeknya diapresiasi dengan diberi gelar Pahlawan Nasional.
Menurutnya, kakeknya merupakan sosok yang menjadi panutan keluarga dan telah berjuang untuk kepentingan masyarakat di bidang kesehatan.
"Beliau memiliki moto dengan memberi, kami menjadi kaya. Maksudnya kita jangan segan-segan memberi, karena itu akan membuat kita lebih kaya lagi," ucap Dyani saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sardjito yang lahir di Magetan, Jawa Timur pada 13 Agustus 1889 dan wafat di Yogyakarta 6 Mei 1970.
Sesama hidupnya, Ia memiliki sederet riwayat perjuangan di bidang kesehatan dan dunia pendidikan kedokteran.
Ketika masa revolusi Indonesia dan terbatasanya tenaga medis untuk menunjung perjuangan. Ia bersama Ki Hajar Dewantara dan Prof. Notonagoro mendirikan Perguruan Tinggi Kedokteran.
Pada tahun 1943, Sardjito menjadi Ketua Izi Hakokai (Himpunan Pengabdi Masyarakat) Semarang dan pada 1945, ditunjuk menjadi Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Bandung.
Saat menjabat Ketua PMI Bandung, Sardjito mengambil alih Institut Pasteur Bandung atas perintah Menteri Kesehatan saat itu yang dijabat Dr. Boentaran.
Ia pun langsung memindahkannya ke Klaten, Jawa Tengah, karena mendapatkan serangan dari tentara Inggris.
Saat itu, Sardjito mendirikan rumah sakit sederhana di rumahnya Desa Sedang Jimbung, Klaten serta menyediakan vaksin dan obat untuk mendukung kekuatan angkatan perang maupun rakyat pada 1946.
Seiring waktu berjalan serta kondisi saat itu, Sardjito kemudian memindahkan fakultas maupun rumah sakit dari Klaten dan Solo ke Yogyakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.