Laporan Dewi Tanjung ke Polisi Banjir Kecaman, Tak Manusiawi Sampai Tudingan Penggiringan Opini
Dewi melaporkan Novel karena Novel Baswedan ke polisi karena menganggap Novel telah merekayasa peristiwa penyiraman air keras oleh orang tak dikenal
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bernama Dewi Tanjung, melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ke polisi, Rabu (6/11/2019) lalu menuai kecaman dari masyarakat dan juga dari institusi KPK.
Dewi melaporkan Novel karena Novel Baswedan ke polisi karena dia menganggap Novel telah merekayasa peristiwa penyiraman air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017.
"Ada beberapa hal janggal dari semua hal yang dialami, dari rekaman CCTV, bentuk luka, perban, dan kepala yang diperban. Tapi, tiba-tiba malah mata yang buta," kata Dewi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, saat melapor.
Laporan tersebut menuai kecaman dari Tim Advokasi Novel Baswedan. Lewat seorang anggota tim, Alghiffari Aqsa, pihak Novel menilai pelaporan Dewi itu tidak manusiawi.
"Laporan Politisi PDI-P, Dewi Tanjung yang menyebut penyerangan NB (Novel Baswedan) adalah rekayasa adalah laporan yang tidak jelas atau ngawur."
"Ini tindakan yang sudah mengarah pada fitnah dan merupakan tindakan di luar nalar dan rasa kemanusiaan," kata Alghiffari dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11/2019).
Alghiffari menegaskan, peristiwa penyerangan yang dialami Novel benar-benar terjadi dan jelas telah mengakibatkan kebutaan pada mata Novel.
Ia melanjutkan, peristiwa penyerangan itu pun sudah diverifikasi oleh petugas medis dan kepolisian serta turut mendapat perhatian dari Komnas HAM dan Presiden Joko Widodo.
"Secara tidak langsung pelapor sebenarnya telah menuduh bahwa kepolisian, Komnas HAM termasuk Presiden tidak bekerja berdasarkan fakta hukum benar," ujar Alghiffari.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Arif Maulana, menganggap laporan yang dilayangkan Dewi aneh. Menurut dia, penyerangan Novel tidak perlu diperdebatkan benar tidaknya.
"Kasus novel itu sudah fakta hukum, bukan lagi bicara debat soal fakta. Kita sekarang bicaranya sudah siapa pelakunya, siapa dalangnya, bicara soal fakta itu sudah ketinggalan zaman," kata Arif.
Saor Siagian, anggota tim kuasa hukum Novel lainnya menambahkan, Dewi mestinya cukup menemui Novel dan membuka rekam medis Novel jika meragukan penyerangan terhadap Novel.
"Orang sudah dapat serangan kok malah dipolisikan, bukan malah bersimpati memeberikan kembang atau apa tetapii malah mempolisikan gitu lho. (Novel) sudah korban kemudian dikorbankan," ujar Saor di Gedung Merah Putih KPK.
Penggiringan Opini
Pihak Novel Baswedan menganggap laporan yang dilayangkan Dewi tak bertujuan untuk penegakan hukum.
Menurut Alghiffari, laporan itu dibuat untuk melemahkan dorongan agar kasus penyerangan Novel diungkap.
"Patut diduga laporan ini bermaksud menggiring opini publik untuk mengaburkan dan mengecilkan dukungan kepada upaya penuntasan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan, penolakan terhadap pelemahan KPK, dan gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia secara keseluruhan," kata Alghiffari.
Alghiffari mengatakan, kecurigaan itu disebabkan waktu pelaporan tersebut bersamaan dengan kuatnya desakan publik atas penerbitan Perppu KPK dan penuntasan kasus Novel.
"Sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa laporan ini dilakukan saat ini mengingat kasus ini sudah berjalan hampir tiga tahun," kata dia.
Di samping itu, ia juga menilai laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi dan serangan terhadap korban. Ia pun menyinggung fitnah-fitnah terhadap Novel yang sebelumnya bertebaran di media sosial.
"Seperti halnya serangan yang selama ini diterima Novel di media sosial menggunakan pendengung (buzzer), pernyataan-pernyataan politikus, tokoh ormas, dan orang-orang yang tidak suka dengan KPK."
"Kali ini serangan termasuk dilakukan dengan pelaporan pidana yang tidak berdasar," kata Alghiffari.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Wana Alamsyah menilai, polisi mesti tetap memprioritaskan pengungkalan kasus penyerangan Novel.
Menurut dia, laporan yang dilayangkan Dewi Tanjung tak perlu digubris.
"Laporan yang disampaikan oleh Dewi sebagai pelapor tidak ada urgensinya untuk ditangani."
"Jangan sampai laporan tersebut menggeser diskursus yang selama ini muncul ke publik, yaitu aktor penyerang Novel Baswedan," kata Wana.
Saor menambahkan, polisi mesti segera mengungkap kasus Novel supaya tidak ada lagi asumsi-asumsi liar atas kasus tersebut yang berujung pada laporan polisi.
"Kita minta polisi segera mengungkap siapa pelaku penyiraman novel sehingga tidak ada masyarakat lagi berani menerka-nerka atas peristiwa ini, sehingga peristiwa penyerangan terhadap Novel itu kemudian terang-benderang," ujar Saor.
Laporkan Balik
Saor memastikan Tim Advokasi Novel Baswedan akan melaporkan balik Dewi Tanjung.
Saor mengatakan, Dewi akan dilaporkan karena dianggap telah berbohong.
"Kami sepakat tim kuasa hukum dan kemudian diminta Pak Novel untuk juga segera melakukan juga tindakan hukum. Nah oleh karena itu kami akan lakukan pelaporan soal pidananya," kata Saor.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono mempersilakan apabila Novel dan kuasa hukumnya ingin melaporlan balik Dewi Tanjung.
Argo mengatakan, saat ini polisi tengah mempelajari laporan serta barang bukti yang dilampirkan Dewi.
"Sedang kita pelajari laporannya. Nanti kita lakukan penyelidikan," ungkap Argo.
Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017.
Saat itu, Novel baru saja menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyiraman air keras ini, kedua mata Novel terluka parah. Hingga Tito Karnavian diberhentikan dari Kapolri dan diangkat Jokowi sebagai Mendagri, kasus tersebut belum juga terungkap.
Jokowi sudah memberi tenggat bagi Kapolri Jenderal Idham Aziz untuk mengungkap kasus Novel paling lambat sampai awal Desember 2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Laporan Dewi Tanjung Dikecam, dari Tak Manusiawi hingga Penggiringan Opini
Penulis : Ardito Ramadhan