Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Praperadilan Nyatakan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Sah Secara Hukum

Meskipun Ketua KPK Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif, sempat menyatakan menyerahkan mandat kepada Presiden Joko Widodo

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hakim Praperadilan Nyatakan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Sah Secara Hukum
Tribunnews/JEPRIMA
Eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi resmi mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2019). Imam Nahrawi menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI sebesar Rp 26,5 miliar, Uang suap diduga itu diberikan secara bertahap sejak 2014-2018. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Elfian, menyatakan penetapan status tersangka mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, sah secara aturan hukum.

Menurut dia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum berlaku ketika penyidik KPK menetapkan Imam sebagai tersangka.

"Setelah mencermati bukti-bukti, termohon (KPK,-red) diajukan sebelum 17 Oktober. Sebelum berlakunya UU (KPK) baru. Berarti tindakan (penetapan status tersangka,-red) sah," kata Elfian, saat membacakan putusan, di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

Baca: Hakim PN Jakarta Selatan Tolak Gugatan Praperadilan Imam Nahrawi

Selain itu, kata dia, tidak ada kekosongan kepemimpinan di komisi anti rasuah itu.

Meskipun Ketua KPK Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif, sempat menyatakan menyerahkan mandat kepada Presiden Joko Widodo

Dia menilai, pernyataan Agus pada 13 September 2019 itu tidak menyebabkan kekosongan pimpinan karena berdasarkan undang-undang, pimpinan KPK hanya diangkat dan diberhentikan presiden.

"Menimbang atas tersebut, pimpinan KPK tidak pernah terjadi kekosongan pimpinan," ujar Elfian.

Berita Rekomendasi

Sehingga, Elfian menyatakan gugatan praperadilan Imam ditolak seluruhnya.

Sebelumnya, hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.

Sidang pembacaan putusan praperadilan tersangka kasus dugaan suap dana hibah KONI, mantan Menpora, Imam Nahrawi, digelar di ruang sidang H.R. Purwoto S. Gandasubrata, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

"Menolak praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata Elfian saat membacakan putusan itu di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

Pada pertimbangannya, hakim menyatakan proses penetapan tersangka, penyidikan, dan penahanan yang dilakukan KPK sudah sesuai prosedur.

Sementara itu, status tersangka Imam Nahrawi yang ditetapkan oleh KPK tidak menyalahi prosedur hukum.

Tanggapan KPK

Anggota Biro Hukum KPK, Evi Laila Kholis, mengatakan serangkaian upaya hukum yang dilakukan KPK kepada Imam Nahrawi sudah sesuai prosedur.

Hal ini terbukti setelah hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, menolak gugatan praperadilan yang diajukan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

"Ya, kita hormati keputusan hakim praperadilan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan KPK itu adalah sah," kata Evi, ditemui setelah persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

Baca: Hakim Praperadilan Nyatakan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Sah Secara Hukum

Dia menjelaskan, upaya penetapan status tersangka terhadap Imam Nahrawi itu didasarkan pada dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Hal ini dikuatkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 yang salah satu poinnya menyebutkan penetapan tersangka didasarkan atas dua alat bukti yang cukup.

Upaya hukum KPK terhadap Imam juga tidak terpengaruh berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Surat (perintah penyidikan,-red) yang diterbitkan pimpinan KPK masih dalam kewenangan pimpinan KPK. Karena UU 19 tahun 2019 berlaku sejak 17 Oktober 2019," tuturnya.

Sementara itu, dia menegaskan, tidak adanya kekosongan pimpinan di lembaga antirasuah itu.

Hal ini karena tidak ada Keputusan Presiden (Keppres) soal penggantian atau pemberhentian pimpinan KPK.

"Pimpinan KPK dari awal diangkat melalui Keppres sehingga untuk pemberhentian harus melalui Keppres," tambahnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas